ALHAMBRA: KENANGAN SEBUAH PERADABAN
20.7.2005 - ALHAMBRA: KENANGAN SEBUAH PERADABAN
Merahnya Alhambra, nama yang menggelitik. Tergerak dengan nama itu saya coba membuka berbagai rujukan antara lain Ensiklopedi Islam Jilid I terbitan PT Ichtiar Baru Van Houve (1999:107).
Ternyata diketahui bahwa Alhambra adalah sebuah istana dan benteng yang merupakan bangunan monumental paling indah dari peninggalan arsitektur Islam di kota Granada, Spanyol Selatan, dan salah satu bukti historis dari ketinggian peradaban dan kesenian Islam.
Dalam buku itu disebutkan bahwa nama Alhambra berasal dari kata Arab hamra, bentuk jamak dari ahmar (merah). Menurut suatu pendapat, istana itu disebut Alhambra karena tanah tempat berdirinya berwarna merah. Adapula yang berpendapat, istana itu dinamai demikian karena dindingnya terbuat dari batu merah. Pendapat lain lagi menyatakan, nama itu diambil dari al-Ahmar, nama pendirinya.
Saya buka kembali rujukan lain yakni buku yang berjudul Sejarah Kesenian Islam Jilid I terbitan PT Bulan Bintang (1978:226) yang ditulis oleh C. Israr ternyata isinya hampir sama dengan yang ada di ensiklopedi tersebut. “Jangan-jangan rujukan ensiklopedi tersebut adalah buku ini”, pikir saya.
Saya buka Ensiklopedi Islam jilid V yang ada halaman bibliografinya, ternyata benar rujukan ensiklopedi ini ternyata buku tulisan C Israr dengan tahun terbitan yang sama dengan buku yang saya punyai. Akhirnya saya berpikir lagi, “ensiklopedi yang gagah dan mahal itu ternyata dibangun oleh berpuluh-puluh literature yang mungkin saja kecil, sudah kumal, dan lapuk—saya membeli buku tersebut dalam sebuah perburuan buku-buku bekas di Senen, hanya dengan harga Rp7.500,00 saja di tahun 2001.
Saking luas dan indahnya Alhambra dibangun secara bertahap selama lebih dari 100 tahun pada abad ke-14 dan ke-15. Konstruksi pertama dibangun oleh Sultan Muhammad bin Al Ahmar I (1257-1323), keluarga Bani al-Ahmar atau Bani NAsr yang masih keturunan Sa’id bin Ubadah salah seorang sahabat Rosululloh SAW dari suku Khajraj di Madinah. Kemudian bangunan itu diperluas oleh sultan-sultan sesudahnya. (Ensiklopedi Islam I, 1999:107).
Saya beralih ke ensiklopedi lain yakni Ensiklopedi Keluarga terbitan PT Cipta Mitra Sanadi tahun 1991 di halaman 24 disebutkan tentang pendirian Alhambra yang berbeda dari ensikolepedi pertama tadi. Kalu disini disebutkan Alhambra didirikan penguasa-penguasa Islam Granada pada abad ke-13 dan ke-14.
Alhambra dilukiskan sebagai perbentengan yang megah, tetapi didalamnya seperti istana bidadari yang luas, dengan halaman yang indah, pancuran dan tiang-tiang yang ramping-ramping, hiasan halus pada dinding dan langit-langit, pepeohonan dan bunga-bungaan. Banyak bagian istana asli yang sudah lenyap kini, tetapi beberapa bangunan yang paling terkenal seperti Istana Singa, tidak berubah banyak dari rancangan asli arsitek Islam dahulu.
Di buku lain yang ditulis oleh A. Hasjmy yaitu Sejarah Kebudayaan Islam terbitan PT Bulan BIntang tahun 1995 pada halaman 205 disebutkan Alhambra adalah “kota” yang termasyhur di kota Granada yang sampai sekarang masih ada dan menjadi objeknya kaum turis. Kota ini dibangun oleh Ibnu Ahmad pada pertengahan abad ke-8 Hijriah di atas tanah seluas 35 hektar. Di sini terlihat perbedaan luasnya, kalau dilihat di Ensiklopedi Islam maka istana atau benteng ini hanya dibangun pada tanah yang seluas 14 hektar saja. Allohua’lam.
Sedangkan pada buku yang ditulis oleh Joesoef Sou’yb berjudul Sejarah Daulat Umayyah di Cordova Jilid II terbitan PT Bulan Bintang tahun 1977 di halaman 14 ditulis:
“bahwa Emir Abdurrahman I di Andalusia membangun istana yang megah dan masjid agung yang terkenal di Cordova itu, yaitu Masjid Alhambra. IA mengeluarkan pembiayaan yang sedemikian besarnya bagi pembangunan masjid agung itu, yang belum sempat selesai pada saat dia wafat, tetapi diselesaikan kemudian oleh puteranya Emir Hisyam I (788-796M).
Kesalahan kecil di awal buku ini adalah menjelaskan bahwa Alhambra terletak di Cordova, sedangkan pada halaman 64 buku itu di bawah foto yang melukiskan keindahan salah satu bangunan Alhambra dijelaskan Alhambra adalah bangunan termasyhur di Granada. Jadi memang Alhambra terlerak di Granada bukan di Cordova walaupun sama-sama terletak di selatan Andalusia.
Inilah ruangan-ruangan yang ada di Alhambra:
Sala De Los Reyes : Ruangan Al-Hukmy;
Rouda : Taman Bunga;
Sala De Los Abencerrayes : Ruangan Abi Siraj;
Patio De Los Leones : Taman Singa;
Sala De Los Dos Hermanas : Ruangan Ukhtain (Ruangan Dua Perempuan Bersaudara);
Mirador De Lindaraja : Ruangan Bas-Sufra’;
Jardin De Lindaraja : Taman As-Sufra’;
Torre : Menara;
Sala De Las Camas : Ruangan Istirahat;
Patio De Los Cireeses : Taman;
Sala De Los Banos : Ruangan Bersinar;
Patia De La Alberca : Kolom AlBirkah;
Sala De Barca : Ruangan Berkah (ingat tentang kesebelasan Barcelona…?)
Sala De Comares : Ruangan Duta;
Oratorio : Mesjid;
Torre : Menara.
Itulah Alhambra yang indahnya tiada tara, sampai oleh Victor Hugo—pujangga barat yang terbesar itu membayangkan keindahannya dalam sebuah sajak (Israr,1978: 226):
Alhambra oo Alhambra
Hanya mungkin dalam mimpi
Atau istana mambang dan peri
Yang telah menjelma
Bila purnama raya
Memandikanmu dengan cahaya
Gemerlapan berkejaran
Riak air berdesiran
Bisik hati akan bergema
Oo alangkah indahnya
Pangeran India menulis Alhambra dengan hanya sebuah kalimat pendek:
Andaikata firdaus ada di dunia
Maka firdaus itu ialah Alhambra
Sesungguhnya kalau diceritakan satu persatu mengenai keindahan dan kemewahan Alhambra, sudah tentu akan memerlukan halaman yang banyak karena masing-masing bangunan yang ada di sana mempunyai keindahan, kemewahan, dan sejarah yang berlain-lainan.
Itulah Alhambra, yang pada tahun 1492 jatuh ke tangan umat Kristen dan menjadi istana Kristen, pada saat Ferdinan dan Isabella memaksakan kepada setiap pemeluk agama Islam di sana, baik pun Muslim pribumi maupun Muslim non pribumi, supaya memeluk agama Kristen atau angkat kaki dengan pakaian di tubuh saja. Begitupun juga terhadap seluruh orang Yahudi.
Ingat tentang inkuisisi? Peristiwa pembakaran ribuan muslim yang tetap bertahan dengan akidahnya.
Biasanya pada bagian terrakhir tentang Alhambra, tentang Andalusia ini, saya pertama-tama harus menguatkan hati ini karena tidak tega untuk membaca keruntuhan sebuah peradaban. Karena di setiap keruntuhan itu selalu ada darah ribuan muslim terbantai, di aniaya, diperkosa dan lain sebagainya. PAhit dan memilukan bagi seorang muslim Tetapi dari “guru yang bengis tapi baik” itu yakni pengalaman sejarah itu, banyak butir pelajaran bisa dipungut.
Oh…ya saya teringat sebuah artikel yang saya sudah lupa dapatkan darimana. Ketika salah seorang wisatawan di Indonesia datang mengunjungi Alhambra, petugas di sana langsung berterus terang bahwa dirinya masih tetap muslim dan sudah turun temurun. Dia langsung bercerita karena percaya bahwa Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya muslim. Dan ia sampai saat ini, untuk melakukan sholat di Alhambra masih tetap harus sembunyi-sembunyi. Ia pun masih menyembunyikan identitas keislamannya.
Subhanalloh….di setitik debu peninggalan peradaban, ada mutiara yang selalu menyinarkan kilaunya.
Itulah Alhambra, sekelumit….
Jadi apakah Alhambra yang sudah merah haruskah dijelaskan merahnya yang sudah merah. Merahnya Alhambra ….merahnya merah…..(sebuah buku sastra yang pernah saya baca waktu SMP dulu).
Allohuta’ala a’lamu bishshowab.
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
dalam waktu yang mulai menusuk
20 Juli 2005
No comments:
Post a Comment