18 April 2007

My Brothers and My Sisters: I Love You All

My Brothers and My Sisters: I Love You All



Tepat dengan keriangan dua buah hati yang menyambut saya sepulang kantor, terdengar sayup-sayup dari kamar terdepan rumah kami sebuah nasyid yang sangat familiar di telinga saya dua tahun belakangan ini.

Alunan nasyid itu keluar dari sebuah speaker komputer rumah yang sepertinya sedari tadi dinyalakan oleh anak sulung kami: Haqi.

"Haqi, siapa yang menyalakan nasyid ini, sayang...?" langsung saja saya bertanya. Tidak ada jawaban, cuma isyarat dengan jempol yang ditunjukkan pada dadanya.

"Memang kenapa setel nasyid ini...?" tanyaku lebih lanjut.

"Soalnya enak lagunya," jawab dia cengengesan. Weks..., anak kecil kayak gini sudah punya apresiasi pada nasyid seperti ini.

Terus terang saja saya kurang menyukai nasyid, walaupun sering juga dulu saya membeli kaset nasyid hanya untuk mendengar sepintas lalu. Apalagi zaman sekarang banyak jenis nasyid yang sudah sangat susah dibedakan dengan lagu-lagu ruhani lainnya. (seperti qasidahan, gambus, apalagi dengan salam min ba'id-nya, dan sebagainya).
 
Tapi entah kenapa, saya sepakat dengan penilaian anak yang baru menginjak enam tahun ini. Lirik syairnya menggugah urat-urat keindahan kata pada diri saya. Membongkar gudang ingatan pada banyak teman di timur, di utara, di barat, ataupun di selatan, dan pada empat penjuru arah mata angin yang tersisa.
 
Dan hal ini bertepatan pula dengan hati saya yang lagi melow banget gitu loh pada banyak teman saya sedari kemarin. Maka saya kontak mereka, di kebayoran baru dua, kantor pusat, di pulau seberang sana, di parkiran motor, atau di tempat lainnya. Masih saja belum menuntaskan kerinduan ini. Di tambah lagi dengan nasyid yang mengalun sendu, lengkap sudah ke-melow-an ini.
 
Doa Perpisahan judul nasyid itu. Disenandungkan oleh Brothers salah satu grup nasyid negeri jiran. Ada kata-kata indah di sana: menitikkan ukhuwah yang sejati, kan kuutuskan salam ingatanku dalam doa kudusku sepanjang waktu, senyuman yang tersirat di bibirmu menjadi ingatan setiap waktu. Subhanallah...
 
Lalu saya membaca bukunya Abbas As-Siisiy, dan mengetahui hal ini:
 
"Dari Anas ra.bahwa ada seorang laki-laki berada di dekat rasulullah saw., lalu ada seorang laki-laki lain lewat di depannya. Orang (yang berada di dekat Rasulullah) itu berkata, "Ya Rasul, sungguh saya mencintai orang itu." Rasulullah bertanya, "Apakah kamu sudah memberitahunya?" Ia berkata, "Belum." Rasulullah bersabda, "Beritahukan kepadanya." Kemudian ia mendekati orang itu dan berkata, "Sungguh aku mencintaimu karena Allah swt." Laki-laki itu menjawab, "Mudah-mudahan Allah--yang karena-Nya engkau mencintai aku--mencintamu." (Era Intermedia, 03/2005)
 
Maka di saat ini, agar Allah mencintai saya, saya akan menyatakan kepada Anda semua dan khususnya ikhwatifillah yang teringat di benak saya atas kenangan-kenangan masa lalu di perjuangan kampus dan setelahnya, bahwa aku mencintai kalian karena Allah swt.
 
Sungguh ikhwatifillah--mengutip Abbas As-Siisiy pula--persaudaraan karena Allah adalah curahan perasaan, berjuang untuk membantu saudaranya demi peningkatan potensi diri secara bersama-sama, dengan tarbiyah dan takwiniyah, "penyemaian biji", "pencabutan rumput", dorongan semangat dan hasrat, penyebaran dakwah melalui persaudaraan yang tulus, ibadah yang khusyuk, serta kontinuitas dalam menyampaikan dakwah dengan cara yang baik. (p 212).
 
Ikhwatifillah, maka dengarkanlah betapa banyak syair duniawi yang berkata demikian:
 
-kenapa harus bertemu jika akhirnya berpisah-
 
-kau yang memulai kau yang mengakhiri-
 
-kau yang berjanji kau yang mengingkari-
 
(halaah, dangdut banget).
 
Tapi ada bedanya ikhwatifillah, bahwa di dalam setiap keberpisahan kita yang dibatasi dengan ruang dan waktu, ada doa diantaranya, sebagai penghubungnya, sebagai jalinannya.
 
Maka tiada hati yang tersakiti, tiada dukun yang bertindak, tiada seutas tali menghias di leher atau pisau belati yang tertancap di dada dan membelah nadi di tangan seperti kebanyakan para penikmat cinta negeri ala Romeo dan Juliet, Sampek dan Engtay, Qais dan Laila, Mark Antony dan Cleopatra, atau cinta lokal seperti Kamajaya dan Kamaratih, Baridin dan Titin pada sandiwara Kemat Jaran Guyang.
 
Lalu Ikhwatifillah, seperti pada bait-bait terakhir syair doa perpisahan itu, maka saya berharap kalian mengenang saya dalam doa kalian, agar Allah senantiasa meridhoi persahabatan dan perpisahan ini. Dan semoga pula kita adalah termasuk ke dalam golongan orang-orang dengan muka berseri-seri, tertawa, dan bergembira ria pada hari saat tiupan sangkakala kedua terdengar memekakkan telinga, tidak dengan muka yang tertutup debu dan ditutup lagi oleh kegelapan (semoga Allah melindungi kita dari hal yang demikian).
 
Ikhwatifillah, sekali lagi: "saya mencintai kalian karena Allah ta'ala".
 
Ikhwatifillah, sila untuk menikmati syair yang saya nikmati tadi malam.
 
 
 
 
 
Doa Perpisahan

By Brothers



Pertemuan kita di suatu hari

Menitikkan ukhuwah yang sejati
 
Bersyukurku ke hadirat Ilahi
 
Di atas jalinan yang suci
 
Namun kini perpisahan yang terjadi
 
Dukaan yg menimpa diri ini
 
Bersama lagi atas suratan
 
Kutetap pergi jua
 
 
 
Kan kuutuskan salam ingatanku
 
dalam doa kudusku sepanjang waktu
 
Ya Allah bantulah hamba-Mu
 
Mencari hidayah dari pada-mu
 
Dalam mendirikan kesabaranku
 
Ya Allah tabahkan hati hamba-Mu
 
di atas perpisahan ini
 
 
 
[Teman, betapa pilunya hati ini
 
Menghadapi perpisahan ini
 
Pahit manis perjuangan
 
Telah kita rasa bersama
 
Semoga Allah meridhoi
 
Persahabatan dan perpisahan ini
 
Teruskan perjuangan]
 
 
 
Kan kuutus kan salam ingatanku
 
Dalam doa qudusku sepanjang waktu
 
Ya Allah bantulah hambamu
 
Senyuman yang tersirat di bibirmu
 
Menjadi ingatan setiap waktu
 
Tanda kemesraan bersimpul padu
 
Kenangku di dalam doamu
 
Semoga Tuhan berkatimu
 
***
 
 
 
Untuk yang saya sebut namanya di sini:
 
Mas Eko (Ketum UMMP 1994),
 
Mas Emil Fadli Sulthan (pengantar saya mengenal Qaulan Sadiida),
 
Mas Rudi Hartaseptiadi dan Mbak Farrah (baru teringat kemarin dari kang Awe),
 
Mas Trisna (yang mengenalkan saya pertama kali pada jama'ah ini),
 
Mas Anang dan Mas Anang Anggarjito yang satunya lagi.
 
Lukman Bisri Hidayat, Ramli, Ujang Sobari, Bambang Najmuddin, Agus, Faisal Alami (foto kita berdua memang sedang lucu-lucunya), Totok dan kembarannya, Wisnu, Yulianto (masih jadi jurusita?), Sofa, Supriyatno yang di Mataram, Abbas Hs, Rino Siwi, Duet Siti Nur'aini dan Siti Shobiroh, Murdiana, Alkhayatun Widiastuti, Ita (afwan saya lupa nama kepanjangannya), Anandanov, juga Fardi Parawansa di Palangkaraya.

Saksikanlah: "saya mencintai kalian karena Allah ta'ala."

Dan juga kepada yang belum saya sebutkan namanya satu persatu dan telah menorehkan, memahat, dan merelief banyak bahkan berjuta kebaikan di hati saya: "saya mencintai kalian karena Allah ta'ala."









Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

semoga bukan basa-basi belaka

masih dengan brothers yang terus di rewind.

21:54 18 April 2006

No comments: