SAYA BUKAN TERORIS
INI BUKAN JALAN PARA “TERORIS”
Saya rindu menulis. Menulis di Ciblog tentunya. Hampir dua pekan tanpa ide yang menggelayut di benak. Dan tanpa ada tarian jari di atas keyboard. Kali ini, hari ini, saya benar-benar rindu menulis. Menulis apa saja. Menulis di Ciblog tentunya.
Kemarin di kantor, setelah tiga hari lamanya saya kembali cuti untuk pulang ke kampung halaman, teman satu seksi saya yang baru saja memegang Majalah Tempo terbaru setengah berteriak berkata: “Hei, ada Riza di Majalah Tempo!” Sambil menunjuk kaver depan majalah tersebut yang bergambar foto blur seorang muda berkenggot , berbaju putih, tangannya kirinya menyibak baju di bagian dadanya. Di balik pakaian itu ada beberapa benda seperti jam weker, jalinan kabel, dan dinamit.
Tangan kanannya memegang sebuah buku tebal yang ia dekatkan ke dadanya. Ada tulisan besar-besar berwarna kuning kontras dengan background-nya yang berwarna hitam. Judulnya: CATATAN HARIAN SEORANG TERORIS. Lalu di bawahnya ada sebuah nama dari gambaran orang tersebut: Gempur alias Jabir.
Teman saya lalu bilang: “Cuma ada bedanya nih dengan Riza. Kalau di sini lebih kurusan.” Saya penasaran dengan foto itu, dan bergegas menghampiri sang teman untuk melihat dengan jelas kaver majalah itu. Saya memperhatikannya dengan seksama. “Betul sih¸amat mirip dengan saya,” pikir saya. Tapi sungguh saya bukan seorang teroris.
Selain itu, kemarin juga, saya benar-benar ekstra kerja keras. Saya benar-benar merencanakan dengan detil seluruh kegiatan yang harus dilakukan hari itu. Dengan mencatatnya dalam buku agenda tentunya. Ada dua puluhan kegiatan. Urusan kantor dan urusan pribadi. Dan setiap satu atau dua kegiatan itu selesai saya melingkari nomornya. Ada kepuasan yang sangat saya rasakan. Ternyata enak loh kalau kita benar-benar merencanakannya terlebih dahulu semua kegiatan yang akan kita lakukan esok hari.
Jadi ingat salah satu ayat dalam Alqur’an:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr, 59:18)
Kemarin juga, dalam sebuah forum diskusi, ada pula yang mengomentari avatar dan signature saya. Katanya: “avatarnya kok bikin merinding, suka perang yah”. Ya, avatar saya adalah penggambaran wajah dari seorang bersurban ala Afghanistan. Bertampang Arab. Dan tentunya dengan janggut lebat yang menjuntai ke bawah. Seram euy… Teman-teman di SJPhone pun sudah menjuluki avatar ini dengan penggambaran diri seorang Osama bin Laden.
Tidak hanya itu, signature saya pun amat lekat dengan dunia peperangan. Untuk yang satu ini adalah foto tiga orang prajurit yang sedang tiarap dengan senjatanya masing-masing di medan Perang Dunia I.
Kalau memang merindingnya hanya karena avatar saya yang mirip-mirip dengan penggambaran sosok-sosok Taliban dan musuh Amerika Serikat (AS), bagi saya ini tidak jadi masalah. Tapi kalau sudah termakan stereotip musuh-musuh Islam maka saya tidak terima. Mengapa seseorang Yahudi dibolehkan menyimpan dan memelihara janggut untuk mengamalkan kepercayaannya, tetapi bila seorang Muslim berbuat demikian, dia dianggap ekstrim, pengganas, fundamentalis, dan teroris. Sungguh, sungguh amat diskriminatif.
Lalu kalau ditanya tentang suka atau tidaknya peperangan. Jelas saya sebagai manusia biasa tidak suka peperangan. Saya orang yang cinta damai bung…Tetapi pula, jikalau Islam sudah memerintahkan untuk memerangi musuh, maka mau tidak mau dan sudah menjadi kewajiban entah fardhu ‘ain atau kifayah untuk maju berperang dan berjihad di jalan Allah.
Jika kita ikhlas maka kematian kita tidak akan pernah ada ruginya. Pahala besar bagi orang-orang yang berperang di jalan Allah yakni masuk surga tanpa dihisab. Subhanallah. Dan sungguh, sebagaimana semboyan yang selalu digelorakan dalam dakwah ini: Allah tujuan kami. Muhammad teladan kami. Alqur’an petunjuk kami. Jihad jalan kami. Kematian Syahid adalah cita-cita kami. Maka bagaimana saya akan menjadikan kematian syahid itu bukan menjadi cita-cita saya?
Gempur alias Jabir menulis dalam catatan hariannya sebagaimana diungkap oleh Tempo: “Sesungguhnya perjalanan jihad penuh dengan onak dan duri, dibayangi rasa takut, kelaparan, dan hilangnya nyawa…”. Kalaupun benar Jabir menulisnya saya menyetujuinya 100% untuk pernyataan yang ia tulis tersebut.
Tapi ada perbedaan mendasar antara saya dengan Jabir pada jalan jihad yang ditempuh yakni tidaklah seperti yang ia yakini dengan menebarkan ledakan di mana-mana (kalaulah ini benar ia yang melakukannya).
Kali ini jihad saya adalah menebarkan kebaikan kepada semua orang. Agar saya bisa mendapatkan persiapan untuk bekal di akhirat nanti. Bagaimana saya bisa mengembangkan multilevel kebaikan itu dengan mencari downline kebaikan sebanyak mungkin. Itu saja untuk saat ini.
Tapi bila suatu saat jalan jihad melawan thogut besar dan kecil, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan itu sudah terbentang di depan mata dan ada perintah untuk melawannya maka saya harus siap. Tapi ada pertanyaan besar selanjutnya, “apakah saya akan menjadi orang yang dipilih oleh Allah untuk itu?” Jangan-jangan saya malah akan tergantikan dengan umat yang lain karena tidak sanggup dan tidak amanah untuk memikul beban dakwah itu? Allohua’alam. Tapi setidaknya saya selalu punya cita-cita, niat, dan azzam untuk berjihad dan syahid di jalan Allah. Sungguh ini bukan jalan para “teroris” (tuduhan basi dari musuh-musuh Islam).
Insya Allah tekad itu selalu ada di dada karena Allah.
Kiranya saya cukupkan sampai di sini tulisan ini. Kiranya pula kerinduan akan menulis, menulis di Ciblog tentunya, sudah terpuaskan. Pula karena jam setengah sepuluh pagi ini saya harus pergi melakukan kunjungan kepada Wajib Pajak yang akan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ini jihad pula bukan? Melakukan sebuah tugas Negara?.
Salam ukhuwah dari saya kepada antum semua pecinta kebenaran.
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Lantai Satu Kalibata
09:23 13 Juni 2006
No comments:
Post a Comment