30 April 2007

AISHWARYA RAY


AISHWARYA RAY



Kyai tua itu duduk-duduk di depan teras masjid sambil memandang ke ufuk timur yang penuh semburat mentari pagi. Posisi masjid yang lebih tinggi dan berada di atas tebing membuatnya leluasa untuk memandang pesona alam. Halimun masih saja menyelimuti atap-atap rumah penduduk desa di bawah sana. Kicau burung membahana diiringi gemericik air pancuran yang berada di samping masjid itu. Ada geliat para petani menuju sawah dengan cangkul yang tergantung di pundak masing-masing.
Benar-benar deskripsi klasik dari sebuah pemandangan pedesaan bumi pasundan semuanya terukir jelas di pagi itu. Pagi yang seperti biasa ia lalui bertahun-tahun ini dengan zikir-zikir Almatsurat usai subuh yang terlontar dari mulutnya dan mulut para santrinya. Setelahnya ia akan sendiri duduk-duduk di teras masjid dengan mushaf berada di pangkuannya. Membiarkan ia dimandikan cahaya. Menghangatkan tubuhnya yang mulai merenta hingga dhuha jelang. Sedangkan para santrinya sekarang mulai mengisi kekosongan pagi itu dengan aktivitas rutinnya.
Tapi ada salah satu santrinya tetap tidak beranjak dari tempat duduknya. Beberapa saat kemudian bahkan ia mendekat pada ajengan yang sangat dihormatinya di pesantren itu. Sang Kyai menoleh pada salah satu santri ”khususnya” ini. Dan selanjutnya cuma dialog ini yang terekam.

Santri : Assalaamu’alaikum Ki
Kyai : Wa’alaikum salam. Loh kok masih di sini?

Santri : Iya, Ki. Mau curhat lagi.
Kyai : Masalah yang kemarin sudah selesai?

Santri : Alhamdulillah sudah Ki. Sekarang saya sudah bisa membiayai kuliah saya sendiri. Bulan depan orang tua saya tidak akan lagi kirim uang. Upah jadi asisten dosen lumayan cukup Ki, apalagi ditambah ngerjain proyek kecil-kecilan.
Kyai : Syukurlah. Sekarang apa lagi? Masalah cewek?

Santri : Kyai kok tahu?
Kyai : Halah, orang tua kok dilawan. Kamu itu kalau tidak masalah uang ya masalah itu tadi. Kuno tapi eksis, masalah sedari Nabi Adam diturunkan ke bumi sampai hari kiamat yang tidak pernah selesai dengan sendirinya.

Santri : Tapi Ki, untuk yang satu ini memang kuno, tapi...
Kyai : Tapi apa?

Santri : Kuno dan moderen. Kuno karena yang dibahas adalah wanita, moderen karena ia lagi heboh di jagat dunia hiburan. Dan karena ia telah meluluhlantakkan kekosongan hati saya Ki...
Kyai : Wah..wah...kamu ini pura-pura gak tahu atau sengaja nyeleneh. Pondasi sebuah pesantren sangat jauh dari sebuah hedonisme. Bahkan ianya layaknya bumi dan langit. Tak usah kamu bawa-bawa ke sini. Saya juga heran dapat dari mana info-info seperti itu. Di sini kan tidak ada televisi.

Santri: Koran Ki. Koran. Itupun cuma dari sobekan kertas pembungkus nasi uduk yang biasa saya beli di kantin kampus.
Kyai : Tunggu...tunggu dulu. Memangnya apa sih yang akan kamu ceritakan?

Santri : Begini Ki, saya kok ngimpi. Ngimpi kawin sama bintang film India.
Kyai: : Kawin apa nikah?

Santri : Nikah Ki...nikah. Bukan ”kawin” seperti itu ah...
Kyai : Lalu apa tidak enaknya buat kamu?

Santri : Ya, itu Ki. Saya jadinya nelangsa. Bintang film itu kawin sama bintang film lainnya. Kenapa ya Ki, dia tidak kawin sama saya saja gitu loh...
Kyai : Busyet...emangnya siapa kamu jang...? Selebritis? Orang terkaya di dunia? Pembalap F1? Atau pesepakbola tersohor?

Santri : Yah Kyai…dengerin saya dulu dong Ki. Kyai, mau dengerin curhat saya enggak sih?
Kyai : He…he…he…Iya, saya dengerin. Siapa bintang film itu?
Santri : Aishwarya Ray. Ratu kecantikan dunia. Cantik sekali, Ki. Matanya, duh…matanya itu lo Ki. Seindah zamrud merah. Hidungnya, rambutnya …ram…

Kyai : Stop…! Stop…! Pikiranmu sudah mulai ngeres, sudah pisikelli. Santri kayak kamu kok bisa mikirin awewe?
Santri : Saya manusia Ki, bukan malaikat. Saya baru menemukan manusia secantik dia. Tapi kenapa dia tidak nikah sama saya saja gitu… Nikahnya kok sama anaknya Amitabh Bachan. Kyai pasti tau deh Amitabh Bachan. Seumuran Kyai mungkin. Dia kan bintang film terkenal dulunya Kyai.

Kyai : Saya tidak kenal dia dan saya tidak pernah nonton film india. Lanjut!
Santri : Ya itu tadi Kyai. Kenapa dia kawin sama yang lain. Kenapa tidak sama saya? Coba kalau Allah menakdirkan dia kawin sama saya. Saya akan memberikan cinta saya untuknya. Saya akan memberikan rindu ini hanya untuknya. Sepenuh hati. Saya tidak akan pernah menyakiti dia. Baik dengan ucapan atau tindakan saya. Duh, saya nelangsa Kyai...Ray itu bidadari buat saya.

Kyai : Hei, memangnya Ray itu kenal sama kamu?
Santri : Tidak Kyai.

Kyai : Lalu kenapa optimis sekali kalau Ray itu mau dikawin sama kamu?
Santri : Yah, makanya itu kan kalau Allah menakdirkan demikian. Tahu-tahu dia sudah ada dihadapan saya dan mau dilamar oleh saya. Tinggal Allah tunjukkan jalan saja padanya, Beres sudah.

Kyai : Kalaupun Ray itu kenal sama kamu, malah mau dikawin sama kamu. Emang boleh kamu ngawinin dia?
Santri : Lah siapa yang melarang? Boleh kan saya muslim kawin sama dia. Kalau ada yang melarang, berarti melanggar hak asasi saya dong kyai.

Kyai : Halah, jang...jang sudah berapa lama sih kamu nyantri di sini? Baca kitab-kitab di sini? Segitu aja kok gak tau? Kumaha eta?

Santri : Memangnya kenapa Kyai?
Kyai : Kamu ini pura-pura lupa atau tidak tahu sama sekali?
Santri : Sepengetahuan saya, boleh dong Kyai, seorang muslim kawin sama wanita musyrik.
Kyai : Salah besar. Yang melarang kamu untuk ngawinin Ray itu si pemilik hak Asasi paling mutlak di semesta ini. Tuhannya aku dan kamu. Allah. Baca lagi AlBaqarah ayat 221. Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musrik, sebelum mereka beriman. Saya pastikan si Ray itu hindu bukan? Perempuan penyembah berhala.

Santri : Betul sih, dia hindu. Kawinnya dia sama abishek pake adat hindu. Jadi haram ya Kyai, ngawinin wanita hindu. Saya mengira yang tidak boleh itu kalau ada wanita muslimah nikah sama pria musyrik. Ternyata laki-laki muslim tidak boleh juga. Mengapa sih kyai...? Kan dia perempuan, setidaknya secara psikologis perempuan mudah untuk diajak kemana arah dari suami. Tinggal bagaimana saya sebagai seorang pria benar-benar berkomitmen memegang ajaran ini. Jadi tak mungkin untuk bisa keluar dari agama saya.

Kyai: Siapa menjamin? Perintahnya pun sudah tegas begitu. Berbeda jikalau kamu menikahi perempuan-perempuan ahli kitab. Tapi itupun dengan syarat tiadanya kekhawatiran perempuan-perempuan itu akan memberikan pengaruh kepada anak-anak kamu termasuk pendidikannya.

Santri : Kyai belum menjawab di balik semua itu. Mengapa kami tidak boleh bersatu?
Kyai : Bagaimana sesuatu yang berbeda sangat jauh bisa didekatkan? disatukan? Di satu pihak mengajak ke surga sedang di lain pihak mengajak ke neraka. Di satu pihak beriman kepada Allah dan para Nabi serta hari kiamat, sedang di lain pihak menyekutukan Allah dan ingkar kepada nabi serta hari kiamat. Tujuan perkawinan ialah untuk mencapai ketenteraman dan kasih-sayang. Sekarang bagaimana mungkin dua segi yang kontradiksi ini akan bertemu?

Santri : Sayang, Ray bukanlah seorang nasrani?
Kyai : Halah, semuanya tidak lebih baik dari seorang muslimah. Rasul sendiri pernah bersabda: pilihlah perempuan yang beragama, sebab kalau tidak celakalah dirimu. Walaupun boleh, tetap saja seorang muslimah betapapun keadaannya adalah lebih baik bagi seorang muslim, daripada perempuan ahli kitab. Lalu kamu akan berandai-andai lagi, sayang dia bukanlah seorang muslimah. Terlalu banyak berandai-andai itu tidak baik.

Santri : Ah, Kyai. Entahlah hati saya masih nelangsa seperti ini.
Kyai : Kamu ini kurang wirid. Ditambah lagi sudah saatnya kamu kudu kawin. Ngomong-ngomong, tadi siapa cewek India tadi? Ai..ai...

Santri : Aishwarya Rai, Kyai.
Kyai : Yah..yah..si Aishwa...Aishwai...ray. Aduh pokoknya si dia. Tapi kamu tahu tidak jang. Ada si Ai yang mau sama kamu? Ai Anjarwati. Pembantunya Nyai di rumah. Mau?

Santri : Cantik, Kyai?
Kyai : Hah, dia bahkan lebih mulia daripada si Ai-nya kamu itu. Sudah, saya mau dhuha dulu. Kamu istikharah saja.

Sang Kyai melenggang menuju ruang utama masjid. Tubuhnya sudah mulai menghangat. Sedangkan santri itu kini wajahnya oranye. Terpapar matahari dhuha. Memandang ufuk timur. Dengan pemikiran baru tentang Ai. Ai yang baru.

***
Maraji:’ Halal dan Haram, Yusuf Al-Qaradhawy


Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
Kalibata masih siang
12:29 30 Maret 2007
http://10.9.4.215/blog/dedaunan
http://dirantingcemara.blogspot.com

28 April 2007

Add Recent Reader


Add Recent Reader



[Memanjang dari Kiri ke Kanan}



 



Saya punya recent reader dari mybloglog. Awalnya letaknya
ada di sidebar sebelah kiri, satu kolom menurun dari atas ke bawah. Otomatis
dengan layout seperti ini, sidebar yang letaknya di bagian bawah postingan,
semakin turun ke bawah dan makan tempat. Pengunjung harus memainkan scrollbar
untuk melihatnya.



Dan saya melihat recent reader yang dimiliki oleh Kang
Agus ini apik dilihat dengan tata letak yang memanjang dari kiri ke kanan dan
tentunya tidak memakan tempat. Apalagi username yang terbaca oleh
mybloglog tidak tampak. Cukup avatarnya yang terlihat.



Saya berusaha melihat script yang diberikan mybloglog kepada
saya saat pertama kali mendaftar dan menampilkannya di sidebar.
Berikut
scriptnya:



<script
src="http://pub.mybloglog.com/comm2.php?mblID=2007041603253038&amp;c_width=180&amp;c_sn_opt=y&amp;c_rows=10&amp;c_img_size=f&amp;c_heading_text=Recent+Readers&amp;c_color_heading_bg=005A94&amp;c_color_heading=ffffff&amp;c_color_link_bg=E3E3E3&amp;c_color_link=005A94&amp;c_color_bottom_bg=005A94"
type="text/javascript"></script>


 


Dan saya
bandingkan script yang dimiliki oleh Kang Agus:



<script type="text/javascript"
src="http://pub.mybloglog.com/comm2.php?mblID=2006032804592852&c_width=800&c_sn_opt=n&c_rows=2&c_img_size=f&c_heading_text=&c_color_heading_bg=005A94&c_color_heading=ffffff&c_color_link_bg=E3E3E3&c_color_link=005A94&c_color_bottom_bg=005A94"></script>


 


Pada
pandangan pertama saya melihat letak bedanya ada di width dan row.
Saya menyamakan kedua perbedaan tersebut. Saya isi width-nya dengan angka
800 dan row-nya 2. Saya simpan perubahan tersebut dan saya taruh
sidebarnya di bagian bawah blog. Dan ternyata: Amburadul….oh…oh…Amburadul.



Yang terlihat: sama dengan format awal. Cuma bedanya, sekarang
hanya ada dua avatar pengunjung yang terlihat dan ada kolom yang memanjang
kekanan. Jelek sekale...Utak-atik lagi. Simpan dan ubah lagi. Sampai saya putus
asa. Pada akhirnya pada titik-titik terakhir keputusasaan, saya menemukan
sesuatu mengapa tidak sama tampilannya dengan yang dipunyai Kang Agus. Saya
belum menghapus amp;



Setelah saya hapus amp;
dan tulisan Recent+Readers di script
saya dengan berusaha menyamakan script (contohnya meletakkan
type="text/javascript” di depan, punya
saya ditulis di bagian belakang script)—tapi ada yang wajib tidak disamakan
yaitu nomor ID yang kita miliki. Karena bila IDnya disamakan maka yang tampak
adalah recent reader-nya kang Agus. Pula ia adalah nomor identik dan unik
yang diberikan mybloglog kepada kita—maka saya dapat hasil yang memuaskan.
Recent Reader saya sama dengan penampakan yang ada di Kang Agus. Nah begini
ceritanya: (halah...)



 



<script type="text/javascript"
src="http://pub.mybloglog.com/comm2.php?mblID=2007041603253038&c_width=600&c_sn_opt=n&c_rows=2&c_img_size=f&c_heading_text=&c_color_heading_bg=005A94&c_color_heading=ffffff&c_color_link_bg=E3E3E3&c_color_link=005A94&c_color_bottom_bg=005A94"></script>


 


Saya
sesuaikan ukuran width dengan ukuran width blog saya. Yaitu 600
dan nilai row adalah 2. Hasilnya adalah seperti sekarang pembaca lihat. Enak
dilihat bukan…?



Apa yang saya rasakan? Tentunya puas,
senang, dan bahagia. Saya yang pemula kayak begini dapat mengedit. Dan meminjam
istilah dari Kang Agus, mengedit itu ternyata mengenyangkan. Mengenyangkan batin
kita tentunya… :-p.



Silakan tiru script saya ini, jikalau memang berguna. Dan
saya penasaran untuk meniru dan mengetahui hakekat dibalik script.   Itu saja.



 



Wassalaamu’alaikum wr.wb.



 



 



Riza almanfaluthi



Dedaunan di ranting cemara



14:38 28 April 2007



 



 

27 April 2007

Add Email Icon Generator, Membuat Ikon Pribadi

Add Email Icon Generator
Membuat Ikon Pribadi [Khusus Blogger Pemula]

Awalnya saya tertarik tentang bagaimana caranya membuat banner pribadi. Soalnya saya melihat betapa para blogger kayaknya punya banner kecil sebagai identitas pribadinya. Seperti bannernya edittag, fatih syuhud, dan para blogger terkenal lainnya. Caranya bagaimana? Pertanyaan itu yang mengemuka.
Ohya, tiba-tiba saya teringat untuk mencarinya di Google. Saya memasukkan kata kunci: membuat banner pribadi Dan ketemu!!! Ada sebuah situs yang telah membahas ini dengan mudahnya. Yaitu di alamat ini sugoistanley . Alih-alih mencari cara membuat banner pribadi, eh, ternyata saya menemukan sesuatu yang menarik yaitu Membuat Ikon buat Pribadi.
Arti dari ikon pribadi itu adalah ikon yang menampilkan informasi pribadi ataupun sekadar ajang narsisme di blog ataupun di forum. Itu yang saya dapatkan dari penjelasan di situs tersebut. Ini disediakan melalui aplikasi yang bernama Online Generator. Ini adalah sebuah aplikasi online berbasis web yang dapat menghasilkan (generate) sesuatu, seperti banner, avatar, id-card, CSS, dsb. Di Internet banyak terdapat beberapa online generator yang dapat digunakan secara cuma-cuma (cuma modal akses internet saja). Itu yang saya dapatkan dari penjelasan di situs tersebut.
Salah satu aplikasi dari online generator ini adalah: Email Icon Generator. Kalau Anda melihat di sidebar kanan blog saya ini ada sebuah gambar dengan identitas email saya di gmail.com maka itulah yang disebut email icon generator. Berguna untuk menghasilkan sebuah icon/gambar email untuk beberapa penyedia email populer seperti Yahoo dan Gmail—dan masih banyak lagi penyedia layanan email lainnya.
Email Icon Generator ini sangat bermanfaat untuk menghindari spam, karena yang ditampilkan berupa gambar. Karena kalau kita menulis alamat email disini, biasanya terlacak oleh spam. Makanya seringkali kita menemui para blogger yang menuliskan alamat emailnya dengan langsung menulis hurufnya seperti misalnya karakter @ ditulis at, karakter . ditulis dot. Ini semata-mata untuk menghindari spam.
Kembali kepada topik awal kita. Lalu bagaimanakah cara membuat dan menampilkannya di blog kita. Ikuti cara sederhana ini:

1. Kunjungi situs ini: services.nexodyne.com
2. masukkan nama email Anda dan pilih situs penyedia layanan email Anda.
3. Tekan tombol Generate.
4. Lalu muncul ikonnya;
5. Untuk menampilkan ikon tersebut di blog Anda maka copy url berwarna merah yang tampil di bawah gambar tersebut.
6. Lalu pasang di blog Anda. Kalau untuk para Blogger di Blogspot maka bisa saya uraikan disini bagaimana cara pemasangannya. Yaitu di menu template Anda, klik Add a Page Element;
7. Pilih menu Picture dengan menekan tombol Add to Blog;
8. Lalu paste alamat url tersebut di Image from the Web;
9. Save Changes.
10. Selesai sudah.

Nah demikian ceritanya. Semoga berhasil yah…Ini sekadar buat pemula seperti saya. Mungkin berguna juga buat blogger pemula yang lainnya. Kurang lebihnya mohon maaf.

Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
13:19 27 April 2007.

26 April 2007

ELANG RETAK: MATI BUKAN MASALAH, HIDUP YANG JADI PERSOALAN

ELANG RETAK: MATI BUKAN MASALAH, HIDUP YANG JADI PERSOALAN

Judul: Elang Retak
Penulis: Gus Ballon
619 Hal. Cetakan I, Juli 2005
Penerbit: Q-Press (Kelompok Penerbit Pustaka Hidayah)
Alamat: Jalan Rereng Adumanis 31, Sukaluyu Bandung 40123 Jawa Barat, Indonesia

Novel ini saya temukan dalam tumpukan buku diskon yang dijual oleh toko buku terkenal di Depok. Sebuah buku cerita tebal yang dibanderol dengan harga cuma lima belas ribu rupiah. Tebal dan murah, dua parameter ini yang membuat saya membelinya setelah beberapa hari sebelumnya saya kosong dari aktivitas membaca.
Saya mungkin terlambat untuk membacanya dan untuk membuat sebuah tulisan tentang novel ini, oleh karena itu saya tidak akan membahas dengan mendalam apa isinya, karena sudah pernah dibahas oleh Alif di forum diskusi ajangkita, dan oleh Perca di blognya. Jadi saya menulis apa yang saya rasakan setelah membacanya.
Pertama adalah masalah si penulisnya. Baru kali ini saya tidak melihat sebuah pengenalan pribadi dari seorang penulis novel. Di sana tak ada satu halaman pun sebagai kata pengantar atau biografi kecil dari penulis. Entah Gus Ballon ini adalah nama asli atau nama pena. Sungguh mengundang kepenasaran bagi saya karena novel ini bagus.
Baru pertama kali ini pula ada novel—yang seperti Alif katakan—sebuah novel thriller militer berlatar belakang operasi militer ABRI. Membacanya membuat saya berempati terhadap keadaan para prajurit yang hidup dengan keprihatinan tetapi penuh semangat perjuangan, polos dan dengan kepolosan tersebut mereka hanya menjadi pion dari sebuah ambisi politik dari para jenderal yang berkhianat dan tega untuk mengorbankan mereka.
Novel ini pun membuat saya tidak bisa beranjak dan melepaskannya dari tangan ini. Semakin bertambah banyak halaman yang terbaca semakin bernafsu untuk segera menuntaskannya. Karena seru, tegang, dan lucu. Ya, kelucuan dari seorang Jajang Nurjaman, prajurit urakan, ahli tempur, yang tidak mengenal medan (antara hidup dan mati) untuk selalu mengeluarkan gurauan.
Jajang hanyalah satu dari empat belas prajurit yang dikirim ke Pulau Kabilat di Pasifik untuk sebuah misi khusus. Misi untuk menghancurkan batangan emas yang dimiliki oleh pemberontak yang akan ditukarkan dengan senjata dan amunisi yang dikirim oleh Jenderal Korea Utara yang korup.
Keempatbelas orang tersebut adalah prajurit-prajurit amburadul, urakan, cara berpakaian seenaknya, terkesan tidak dispilin, yang dibuang dan tidak disenangi oleh kesatuan lain, tapi ganas dan tidak takut mati. Dan yang ada di markas hanya mereka pada saat itu untuk dikirim segera. Maka mereka adalah:
Sersan Kepala Peter Soselisa. Lahir di Ambon. Peraih medali keberanian dalam operasi”Trisula”, ”Seroja”. Berpengalaman dalam berbagai aksi khusus maupun gabungan. Jabatan terakhir, instruktur kepala. Brevet: terjun bebas. Satu kali penangguhan pangkat karena tindakan indispliner dan satu kali penurunan pangkat karena melanggar perkawinan. Istrinya dua. Karena tidak tega untuk menceraikan salah satu istrinya maka ia menceraikan dua-duanya.
Sersan Mayor Fajar Sidik, mahir berbagai senjata, empat kali tugas khusus, satu kali aksi gabungan. Mendapat medali atas keberaniannya menolong yang luka sewaktu kontak senjata jarak dekat. Brevet: Pendaki Utama. Satu kali penundaan pangkat.
Kopral Dua Jajang Nurjaman. Asal Ciamis. Mahir berbagai senjata. Empat tugas khusus, tiga kali aksi gabungan. Mendapat medali atas keberhasilannya melumpuhkan sebuah kubu musuh dalam pertempuran di sekitar Laga. Juga medali keberanian mencuri bendera di markas musuh sekitar Hiomar. Satu kali penurunan pangkat, dua kali penundaan pangkat.
Prajurit Satu Baringin Sinaga, lahir di Brastagi. Ahli senapan mesin. Tiga kali tugas khusus, satu kali tugas intelijen. Satu kali penundaan pangkat karena memukul seorang kapten dari kesatuan lain.
Prajurit Satu Eko Cahyono. Ahli peledak. Dua kali tugas khusus. Pernah meledakkan bahan bakar musuh di hutan Baucau. Brevet: Pendaki utama. Satu kali penurunan pangkat akibat berkelahi dengan polisi lalu lintas, gara-gara mengejek soal setoran surat tilang. Empat polisi dirawat di RS.
Prajurit Satu Margono Priambodo, lahir di Jetis, Muntilan. Ahli senapan mesin. Satu kali tugas khusus, satu kali aksi SAR. Satu kali penurunan pangkat karena indisipliner.
Prajurit Dua Mansur Karim. Lahir di Solo dari ayah Arab dan ibu Jawa. Satu kali tugas khusus, satu kali aksi intelijen. Mendapat medali atas keberaniannya menawan perwira musuh. Dua kali penundaan pangkat.
Prajurit Dua Gerson Nelson, asal Flores. Ahli radio komunikasi dan sabotase. Satu kali tugas khusus. Satu kali penundaan pangkat beturut-turut, karena melanggar perintah.
Prajurit Dua Panji Kurnia. Anak pensiunan PM, lahir di Grsik. Guru ngaji di barak. Jago tembak (sniper). Satu kali tugas khusus. Brevet: penembak mahir. Satu kali penurunan pangkat karena menembak pantat penjual ganja tanpa bukti.
Prajurit Satu Ahmad Basso, asal Makassar. Dua kali tugas khusus. Batal mendapat medali. Ahli perkelahian satu lawan satu. Satu kali hukuman kurungan karena menjual ransum sebanyak setengah truk.
Kopral Satu Bram alias Ibrahim Ali Fatoni, Jakarta asli. Satu kali operasi intelijen, dua kali tugas khusus. Dua kali lolos dari tawanan musuh. Ahli mekanik dan komunikasi. Brevet: Penyelam mahir. Satu kali penurunan pangkat—dua tingkat sekaligus—karena meledakkan lima truk pengangkut pasir milik pemborong yang mengganggu ketentraman sebuah desa di Tangerang. Satu kali lagi penundaan pangkat karena masuk rumah seorang lurah melalui atap, dan mengancam lurah tersebut agar membereskan masalah ganti-rugi tanah di daerah Sawangan.
Kopral Dua Jamal Ahman, ahli peledak asal Bangkalan Madura. Tiga kali aksi khusus, tiga kali terluka. Satu kali penindaan pangkat karena kabur selama 40 hari untuk menyepi di Gua Surowati—gua pertapaan Sunan Kalijaga—dan 21 hari bertapa di Batu Ageng—tempat bertapa Sunan Drajat di Paciran, Tuban.
Sersan Mayor Albertus, lima belas kali tugas khusus, delapan kali aksi gabungan, lima kali tugas intelijen, dua kali operasi SAR. Mahir berbagai senjata dan pertarungan tangan kosong. Semua medali dicabut. Brevet: terjun bebas. Tiga kali penurunan pangkat, dua kali penundaan pangkat, dan dua kali hukuman kurungan.
Dan Harun Bayonet, tokoh utama dalam novel ini, si Bajingan, sipil, yang direkrut oleh militer karena mengenal seluk beluk Pulau Kabilat. Mahasiswa yang menjadi buronan karena telah membunuh bandar judi dan melukai seorang polisi Medan saat dirinya dikeroyok. Ia bilang ia cuma dalam rangka membela diri. Veteran perang vietnam yang direkrut oleh SEAL sebagai sukarelawan melawan vietcong. Saat Saigon jatuh ia melarikan diri dan bergabung dengan penyelundup senjata dari Filipina yang bermarkas di Pulau Kabilat. Mahir M16, pisau, dan perkelahian satu lawan satu.
Mereka dipimpin secara hirarki oleh Letnan Risman Zahiri, seorang sederhana, ramah, rendah hati, prajurit tempur berpengalaman, dan disegani oleh anak buahnya. Sosoknya mirip seorang ajengan dan ia mempunyai julukan Kyai Guntur.
Dan dalam misi khusus yang bersandi Konta ini mereka dipimpin oleh Mayor Santoso, prajurit dan komandan tempur berpengalaman, tegas, tidak mudah tersenyum, dan punya satu prinsip: semua tugas harus dituntaskan sebagai Prajurit Komando.
Saat membaca novel yang bersetting akhir tahun 70-an dan pertengahan 80-an—walapun tidak dinyatakan secara tegas, saya tidak menyangka ada sebuah deskripsi seperti ini. Biasanya cuma ada di film-film holywood. Tidak menyangka bahwa kita pun sebenarnya punya kesatuan tempur yang tangguh secara professional. Gambaran ini perlu agar menyadarkan pembaca bahwa pasukan ABRI (sekarang TNI) walaupun dengan keterbatasan yang ada tidak bisa dipandang sebelah mata.
Maka dengan berbagai keahlian tempur yang dimiliki, berangkatlah mereka untuk melaksanakan misi yang tanpa disadari pula bahwa ada yang telah membocorkan pendaratan mereka. Maka berbagai masalah pun mulai bermunculan. Diakhir cerita Jajang selamat dalam misi tapi tetap saja dihukum untuk menghormat bendera di tengah lapangan karena memukul pejabat dan membuat mobil sang pejabat penyok.
Dengan Santoso yang menyadari bahwa dirinya cuma pion dari ambisi segelintir orang untuk melanggengkan kekuasaan. Dengan tetap mendapatkan pelajaran penting dari seorang manusia yang bernama Harun: sebagai apa, untuk apa, dan bagaimana ia hidup, itulah yang utama. Ia hanyalah manusia dengan kelebihan dan juga keterbatasannya.
Secara umum alurnya menarik, penuh ketegangan. Apalagi penuh perenungan diri dari sang tokoh. Terantuk pada sebuah kalimat: mati bukan masalah, hidup yang jadi persoalan. Mulai mengenal Tuhan, saat jelang maut. Tipisnya batas antara hidup dan mati. Saya memberi nilai tiga bintang untuk novel ini. Bagus tapi belum sedramatis JRR Tolkien yang mampu mengundang pembaca untuk membaca bukunya berulang kali. Tapi cukuplah sebagai alternatif bacaan sebagaimana penerbitnya tegaskan dalam pengantarnya.
Allohua’lam bishshowab.


Riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
11:07 26 April 2007
Gelas itu masih bening
http://10.9.4.215/blog/dedaunan
http://dirantingcemara/blogspot.com

25 April 2007

6 BULAN UJIAN SEBENARNYA

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Ba'da tahmid dan salam.
Setelah diawali dengan sebuah pesimisme tentang bisakah saya lulus untuk mengikuti Basic Training for Beginner V (BATRE V) yang diselenggarakan oleh Forum Lingkar Pena (FLP) Depok, akhirnya 20 April 2007 kemarin, sang Ketua FLP Depok, Koko Nata, memberikan sebuah woro-woro hasil seleksi tersebut dalam sebuah essaynya yang disebarkan melalui milis dan dimuat di blog komunitas penulis akhirat itu, http://flpdepok.multiply.com/.

Ternyata saya lulus, dan dikelompokkan dengan calon peserta BATRE V yang lainnya, yang belum pernah saya jumpai sebelumnya. Berikut nama-nama peserta Batre V didasarkan keleompoknya--saya tidak tahu atas dasar apa pengelompokkan tersebut.
Kelompok I: Anindita Gayatri, Bhayu Mahendra H, Dunianti Hinda Maharani, Hermanu, Ihsan Maskuri, Riza Almanfaluthi, Ronald P. Putra, Syafaatus Syarifah, Siti Azizah, Yulia Hasanah.
Kelompok II: Arya Fernandes, Danni Azzam, Diah Ayu Sekararum, Nadia Nurhaliati,
Neneng Tsani, Qurratuain, Riani Anggraeni, Ririk, Shahibah Yuliani, Tijih Andri
Kelompok III: Diah Ayu Sekararum, Fadila, Indriani Putri, Isti, Muhammad Erfan, Nurul M, Nur Hasanah, Sari Harum Melaty, Sidiq, Siti Mundasah.

Nah, setelah itu ujian sebenarnya akan datang. Selama 6 bulan itu seluruh peserta akan diberikan pelatihan menulis. Loh kok ujian lagi. Yup, ujian atas sebuah ketekunan dalam kehadiran, ujian atas sebuah konsistensi, ujian atas sebuah pelurusan niat. Karena, sebagaimana Koko Nata telah tegaskan bahwa FLP Depok tak punya tongkat ajaib yang bisa menyulap seseorang menjadi penulis hebat.FLP Depok tak bisa memberikan apapun materi, anggotalah yang harus senantiasa memberi karena sesungguhnya ketika memberi maka kita akan menerima. Wow...berat juga yah. Enam bulan loh, Dua belas pertemuan. Dua jam dalam sekali pertemuan.

Hanya satu kendala bagi saya adalah lemahnya semangat. Mungkin di awal, semangat saya begitu menggebu-gebu untuk mengikuti pelatihan ini. Tapi biasanya di pertengahan, kebosanan sudah mulai merambati diri. Terbukti kegagalan saya dalam menekuni pelatihan bahasa Inggris di LIA, yang tidak pernah saya tuntaskan padahal sudah bayar mahal. Kiranya saya senantiasa butuh penyemangat agar tercapai target jangka pendek saya yaitu: selalu hadir dalam setiap pertemuan. Itu saja bagi saya adalah sebuah kesuksesan yang luar biasa.

Saya harap saya tidak lemah semangat.
Saya harap saya tidak malas.
Saya harap saya senantiasa tekun.
Saya harap saya dapat mengikutinya tanpa jeda.
Saya harap Allah menguatkan saya.
Itu saja harap saya.
Doakan.

riza almanfaluthi
dEDAUNAN di ranting cemara
08:06 25 April 2007

24 April 2007

LULUSKAH SAYA DI BATRE V?

LULUSKAH SAYA DI BATRE V?


Saya mendaftarkan diri untuk mengikuti Batre (Basic Writing
Training for Beginner) ke-5 yang diadakan oleh komunitas
penulis Forum Lingkar Pena Cabang Depok. Syaratnya selain
harus menyetorkan uang sebesar Rp39.000,00 untuk biaya
pendaftaran juga harus menyerahkan sebuah tulisan dalam bentuk
dan jenis apapun untuk dilihat oleh panitia. Saya menyerahkan
sebuah essay yang berjudul Martabak Buat Bapak Polisi. Sebuah
tulisan yang belum lama dibuat. Dan saya harus mengikuti
writing test-- gunanya untuk menyeleksi seberapa jauh
kemampuan menulis para peserta—pada hari Ahad kemarin (15/4)
di Rumah Cahaya markas FLP Depok.
Tetapi karena adanya musibah, yaitu dengan meninggalnya ibunda
tercinta saya pada hari Kamis yang lalu dan saya harus pulang,
maka saya tidak bisa mengikuti ujian tertulis tersebut. Sempat
ada kekhawatiran bahwa saya tidak diperkenakan untuk bergabung
dengan FLP Depok pada periode ini tetapi setelah saya sms
Ketua FLP Depok, Koko Nata, tentang ketidakhadiran saya
tersebut, ia memberikan kesempatan kepada saya untuk tetap
mengikuti ujian tersebut. Dan saya mendapatkan email seperti
ini:

***
Assalamualaikum Wr Wb

Karena Mas dan Mbak berdua tidak bisa hadir pada acara perdana
BATRE
kemarin, silahkan buat tugas di bawah ini

1. Coba deskripsikan diri Mas/Mbak sendiri. Bisa secara fisik,
psikologi dll. Bentuknya bebas. terserah deh mau nulis apa
2. Tuliskan impian, harapan dan cita-cita setelah bergabung
dentgan FLP

Peserta kemarin, harus menyelesaikan tugas tersebut selama 30
menit.
Di rumah/kantor Mbak dan Mas bisa melakukukan hal yang sama.
Kirim
tulisan tersebut ke e-mail ini. Saya tunggu paling lambat hari
Kamis.

Selamat menunaikan tugas ^_^

Wassalam

***

Saya bersemangat sekali saat mendapatkan email
tersebut. Saya mengerjakan tugas itu di rumah pada pukul
17.27, sesaat setelah menerima email dari Panitia BATRE. Dan
saya berkomitmen bahwa saya harus mengerjakannya dalam waktu
yang telah ditentukan, walaupun tidak ada Panitia yang
melihat. Sekali lagi, karena ini adalah sebuah penghargaan
terhadap kesempatan yang diberikan kepada saya. Dan tentunya
harapan saya adalah saya dapat lulus dari ujian ini.
Ohya, pengumuman kelulusannya Insya Allah akan diumumkan pada
tanggal 21 April esok. Kalau saya lulus, saya bersyukur. Tidak
lulus? Yah, tetap berusaha di periode mendatang di bulan
September nanti.
Dan Alhamdulillah, pada menit ke-30 saya sudah
berusaha menghentikan ketukan jari pada tuts keyboard ini.
Lumayan satu seperempat halaman terselesaikan. Sebuah
deskripsi tentang saya. Fisik dan psikologi. Berikut hasilnya:


Inilah Saya


Riza Almanfaluthi adalah nama saya. Cuma orang biasa yang
berusaha menjadi lebih baik lagi di setiap harinya. Lahir di
Jatibarang, sebuah kota kecil di Kabupaten Indramayu tepatnya
tanggal 24 Juli 1976. Sekarang sedang menapaki usia kepala
tiga, sebuah usia yang membuat saya terkejut karena saya sudah
tidak muda lagi. Tapi, show must go on, mau tidak mau hidup
harus dijalani, tinggal memilih kehidupan yang lebih baik atau
buruk di akhir. Tentu sebagai manusia yang bertuhan saya pasti
akan memilih yang pertama. Khusnul khotimah, penghabisan yang
terbaik.
Tinggal bersama orang tua selama menempuh
pendidikan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, lalu
berpisah saat menempuh pendidikan menengah atas karena sekolah
di Cirebon, membuat saya bisa hidup mandiri. Artinya saya
terbiasa jauh dari orang tua. Ditambah lagi saat Allah
mengizinkan saya untuk menempuh kuliah di Jakarta yaitu di
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Spesialisasi Perpajakan di
tahun 1994 membuat saya kembali hidup jauh dari orang tua.
Kemandirian sejak kecil itulah yang senantiasa
membuat saya berusaha untuk sukses dengan kaki sendiri—tentu
kehendak Allah bermain sepenuhnya dalam kehidupan saya. Selama
saya masih bisa untuk melakukan suatu pekerjaan itu sendiri
mengapa saya harus meminta bantuan orang lain. Selain karena
merendahkan diri sendiri juga karena selalu ingat kata-kata
bijak dari Sang Nabi Terakhir bahwa tangan yang di atas
selalu lebih baik daripada tangan dibawah. Inilah yang saya
pegang.
Secara fisik, saya sama dengan orang kebanyakan di
republik ini. Kata orang sih, dan ini saya akui sendiri, warna
kulit saya hitam. Tapi tentunya tidak selegam orang India dan
Afrika sana. Rambut saya lurus dan tentunya—lagi-lagi—hitam.
Tinggi biasa-biasa saja. Kurang lebih 165 cm.
Ganteng? Relatif, dan saya berpikir tentu saya yang paling
ganteng. Karena pada dasarnya manusia diciptakan dalam
sebaik-baik bentuk. Hatta, menurut saya, seseorang dilahirkan
dalam keadaan cacat, ia adalah manusia dengan sebaik-baiknya
bentuk. Nah, ada satu kekurangan saya, kalau memang ini bisa
disebut sebuah kekurangan, saya tidak bisa mengucapkan huruf
R. Kata orang sih namanya cadel, atau pelo kata orang jawanya.
Bagi saya kekurangan ini bukanlah variabel yang menentukan
kesuksesan seseorang di akhirat sana. Betul bukan?
Nah, sekarang saya perlu menceritakan motivasi, impian,
harapan dan cita-cita saya kenapa ingin bergabung dengan
komunitas penulis di Forum Lingkar Pena ini. Dulu, setahun
yang lalu, ada motivasi duniawi yang mengiringi saya. Saya
ingin jadi penulis terkenal, membuat banyak buku, dan
lain-lain. Saya perlu wadah, sebuah batu loncatan dan saya
pikir FLP adalah sarana yang tepat, segalanya.
Sebuah motivasi yang membuat saya lupa bahwa niatan itulah
yang akan membuat saya tersungkur dengan wajah yang tertekuk
diseret para malaikat dan diceburkan pada sebuah wahana
kepedihan dan kesengsaraan, karena semata-mata hanya mengharap
pujian dari manusia belaka. Dan saya pikir semua penulis rawan
atas bahaya dari sebuah nikmat duniawi berupa pujian melangit.
Saya berlindung kepada Allah atas semua itu.
Pada akhirnya, pada sebuah kontemplasi, saya pikir semua itu
sudah terlalu jauh. Kini, saya senantiasa berusaha keras untuk
bisa meneguhkan hati agar bisa meluruskan niat. Dan motivasi
teranyar dan terupgrade pada diri saya adalah saya ingin
senantiasa belajar dan terus belajar menulis. Tidak kurang dan
tidak lebih. Bagi saya, saat ini, menulis adalah sebuah
kebutuhan. Dan harus selalu terasah. Maka sebuah harapan indah
di FLP adalah saya bisa mengasah kemampuan menulis saya.
Menulis untuk sebuah pencerahan, untuk diri saya, dan tentunya
untuk orang lain.
Cita-cita? Tidak muluk-muluk, menjadi seseorang yang berguna
bagi diri saya sendiri, FLP, dan tentunya orang lain pula. Itu
saja. Semoga tulisan ini bisa menggambarkan apa adanya saya.
Semoga Allah pun meridhai upaya saya ini.



Riza Almanfaluthi
http://dirantingcemara.blogspot.com
tepat di menit ke-30
mulai 17.27 s.d. 17.56
(tambah beberapa detik untuk sedikit editing)

Curriculum Vitae

Curriculum Vitae

Nama : Riza Almanfaluthi, S.Sos.
Tempat/tanggal lahir : Jatibarang, 24 Juli 1976
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
NIP : 060089098
Pangkat/Gol. Ruang : Penata Muda/IIIa
Jabatan : Account Representative
Alamat Kantor : Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat
Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan
12750
Alamat email : riza.almanfaluthi@pajak.go.id
almanfaluthi@gmail.com
URL : http://dirantingcemara.blogspot.com

Riwayat Pendidikan:
- Sekolah Dasar Negeri Pendowo V (lulus tahun 1988);
- Sekolah Menengah Pertama Negeri I Jatibarang (lulus tahun 1991);
- Sekolah Menengah Atas Negeri Palimanan (lulus tahun 1994);
- Program Diploma Keuangan Spesialisasi Perpajakan, Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan, Departemen Keuangan (lulus tahun 1997);
- Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi - Lembaga Adminsitrasi Negara Republik Indonesia (STIA LAN RI) Jurusan Administrasi Bisnis (lulus tahun 2002);
- Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (lulus tahun 2007).

Riwayat Pekerjaan:
- Pelaksana pada Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga (1997 s.d. 2001);
- Pelaksana pada Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga (sejak 2001 s.d. 2003);
- Juru Sita Pajak Negara Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga (sejak 2003 s.d. Nopember 2004);
- Account Representative pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi III Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga (sejak Nopember 2004 s.d. Juni 2006);
- Account Representative pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi II Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat (sejak Juli 2006 s.d. sekarang).

Riwayat Pengalaman Mengajar

1. Tenaga Pengajar Pajak di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Perpajakan Ko-FIN, Depok, Jawa Barat, 2004;

2. Tenaga Pengajar pada Sosialisasi e-Filling Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, 2005;

3. Tenaga Pengajar Program Ekstrakurikuler Pembinaan Mental Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Al-Iman, Pabuaran, Bojonggede, Bogor, sejak Juli 2006 s.d. sekarang;

4. Tenaga Pengajar pada Lembaga Swadaya Masyarakat Kepemudaan, Kelompok Studi Pelajar Muslim (KSPM), Bojonggede, Jawa Barat, sejak Oktober 2006 s.d. sekarang;

5. Tenaga Pengajar pada Pembekalan Pemuda se-Pabuaran yang diselenggarakan oleh Dewan Keluarga Masjid Al-Ikhwan , Bojonggede, Bogor, Maret 2007.

KONTEMPLASI: MENULIS DENGAN HATI

KONTEMPLASI: MENULIS DENGAN HATI [CURHAT
MURAHAN]
Setelah
menimbang-nimbang apa yang terjadi pada diri saya sampai
menemukan suatu kebuntuan untuk berpikir dan juga
menuangkannya dalam sebuah tulisan adalah karena saya salah
pergaulan. Salahnya di mana? Dulu saya sampai sanggup untuk
menulis dengan mudahnya apa yang saya rasakan saat ini. Cerita
apa saja. Cerita tentang kesedihan dan kegembiraan. Dan cuek
bebeknya saya tentang hasil apa yang didapat dari tulisan
tersebut. Bagus buruk tidak dipedulikan lagi. Yang penting
menulis. Kini ada suatu keengganan kalau saya belum menemukan
mood di hati dan tema yang pantas untuk diungkap maka saya
berhenti menulis. Maka apa yang terjadi. Saya gagap untuk
menulis.
Bahkan untuk menulis inipun hampir-hampir tidak jadi
karena saya pikir ini sebuah curhatan murahan yang gak pantas
untuk ditaruh di blog saya. Tapi saya tepis semua itu. Saya
berusaha mengingat motivasi awal dulu untuk menulis di blog
ini. Belajar menulis. Yup, betul. Senantiasa untuk belajar
menulis. Dengan itu kepekaan kita akan terasah. Dengan itu
akan mudah kembali mencari mood yang sempat hilang. Dengan itu
saya akan mudah menyusun paragraf demi paragraf pada kehidupan
kita yang paling remeh temeh sekalipun.
Kembali kepada salah pergaulan itu adalah saya sering
dan gemar memelototi setiap perdebatan dalam suatu diskusi.
Alhasil sebagian waktu digunakan untuk mencari mencari
argumen-argumen yang tepat untuk membalas argumen-argumen ayng
diajukan oleh lawan diskusi. Otomatis tiada upgrade diri.
Sampai-sampai saya merasa kelelahan sendiri. Puncaknya adalah
sebuah kesimpulan: Saya salah bergaul.
Dulu sewaktu saya masih memantau dengan teliti
tulisan-tulisan Azimah Rahayu, Bayu Gawtama, tulisan-tulisan
di Eramuslim, tulisan-tulisan penuh perenungan maka saya bisa
merasakan getaran hati yang tidak kasat. Saya mudah menulis
sebuah kontemplasi diri. Menulis sebuah cerita sederhana dari
seorang kawan, penuh hikmah dan penuh teladan. Menulis sebuah
pencerahan. Menulis dengan hati.
Dan saya terkejut, apa yang saya tulis dengan
benar-benar dari hati--yah menurut saya sih demikian--adalah
JANGAN SEPERTI NIRINA. Di awal Januari 2007 yang lalu. Bahkan
yang sebelumnya adalah di tulisan AKU BUKAN JUFAT DAN GHULLAT
SAYYID QUTHB sekitar Bulan Mei 2006 lalu. masya Allah sungguh
lama sekali. Hampir satu tahun yang lalu.
Cuma satu penyebabnya. Muroqobatullah yang semakin
terkikis dari diri saya. Astaghfirullahal'adzim. Ya, bagaimana
bisa saya akan bisa memberikan sebuah pencerahan sedangkan
diri saya sendiri bukan lagi sebagai sumber dari sebuah cahaya
pencerahan. Gelap. Hitam.
Sungguh, betapa banyak saya mengemis pada-Nya agar
sudi aku menggigit selandang kebesaran dan rahmat-Nya. Tapi
senantiasa itu pula saya tak mampu menahannya lebih lama.
Tergelincir lagi ke lubang yang sama. Duh, dosaku...Atau
karena rintihan saya yang jarang terdengar di tengah malam.
Untuk menghiba-hiba ampunannya. Karena Ia mengerti rintihan
saya cuma rintihan palsu, tiada bermakna maka Ia biarkan saya
menemukan jalan-Nya. Agar saya tersadar segera. Ah, kini saya
berusaha mencari kembali jalan itu.
Maka upaya kecil untuk memulainya adalah dengan tidak
salah bergaul mungkin adalah langkah tepat. Tidak mudah
terpancing untuk berdebat karena itu akan mengeraskan hati.
Tidak mudah mengeluarkan argumentasi-argumentasi yang cuma
kesannya saja ilmiah tapi jauh dari sentuhan hati. Karena niat
yang sudah salah bukan karena-Nya.
Lagi, kembali saya akan membaca banyak tulisan penuh
perenungan diri, tulisan-tulisan yang jauh dari kontroversi
dan perdebatan tiada henti. Kemudian sedikit demi sedikit
merubah gaya blogku sebagai suatu catatan harian bukan semata
tulisan yang ingin dianggap ilmiah atau sebagai cetak biru
dari sebuah buku. Karena dua hal inilah yang senantiasa
menghalangi saya menulis apa saja di blog ini. Apa saja
tentang kehidupan yang saya temui setiap saatnya. Bahkan pada
detik ini saat menulis huruf ini.
Ditambah meluangkan waktu untuk memberikan komentar
pada postingan blogger di Cicadas ini mungkin bisa merampas
waktuku agar tetap punya empati, peduli pada sesama. karena
kalau diingat-ingat sebelum saya menemukan kembali DSH saya
yang sempat hilang. Produktivitas menulis saya sangat tinggi.
Tapi kalau dingat-ingat pula penurunan produktivitas itu
dimulai sejak saya menjadi moderator di DSH. Memantau begitu
banyak postingan agar sesuai dengan visi dan misi DSH. Ah,
bagaimanapun jangan mencari kambing hitam untuk semua
kelemahan saya ini.
So, saat ini saya punya komitmen untuk mengupayakan
langkah-langkah kecil seperti di atas tadi agar terwujud, agar
saya menemukan tulisan saya keluar dari hati, agar saya
menemukan kembali jalan-Nya. Insya Allah. Terimakasih ya
Allah.



ps: Alhamdulillah, saya bisa menulis ini. Setelah sempat
ragu-ragu apakah saya bisa menulis dan berniat menghapusnya
saat satu paragraf pertama tertulis.


dedaunan di ranting cemara
Riza Almanfaluthi
11:42 03 April 2007
riza.almanfaluthi@pajak.go.id

sekuntum mawar

Melihat signaturenya salah
seorang moderator di DSHnet, saya langsung terinspirasi untuk
membuat beberapa kata ini:






sekuntum mawar

sekuntum mawar menulis pada hari-hari yang lampau

tegas!

menanyakan kepingan hati yang terpaut

kini entah berada di mana

cuma hasrat sukma menyucikan diri

dalam rintih sepi

membakar amukku pada renjana

renjana cinta bertubi-tubi

ah, sentuhan rindu tak mampu menidurkanku

lelap!

cuma ayat-ayat cinta bertabur pesona

di dalamnya kutemukan sekuntum mawar

menulis hari-harinya penuh kata

:have a nice day



Sekilas Saja

Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
15:05 03 04 2007.

23 April 2007

AL-IKHWAN WAHABI PEMBERONTAK [TERAKHIR]

AL-IKHWAN: WAHABI PEMBERONTAK [TERAKHIR]
[tulisan keempat]

Pada tulisan terdahulu diuraikan tentang benih-benih timbulnya ketidaksukaan para pemimpin Al-Ikhwan kepada Abdul Aziz maka pada bagian terakhir ini diterangkan tentang upaya Al-Ikhwan melancarkan bughot melawan amirnya, Abdul Aziz bin Abdurrahman.
Catatan: "Tapi Robert Lacey dalam catatan kakinya di halaman 180 sudah mewanti-wanti bahwa kelompok Al-Ikhwan dari Nejd ini tidak ada kaitannya dan tak boleh dicampuradukkan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun (Persaudaraan Muslim) yang dibentuk di Mesir di tahun 1930-an dan masih aktif sampai saat ini."

Pertempuran Sabillah
Al-Ikhwan tidak bisa sesabar Abdul Aziz menunggu dua bulan. Mereka tidak bisa berpikiran tenang dan berpertimbangan matang. Justru kefanatikan yang tidak masuk akallah yang membuat mereka bertentangan dengan Abdul Aziz. Beberapa minggu setelah pertemuan Riyadh, mereka melancarkan serangan bertubi-tubi yang membuat perdamaian takkan mungkin dicapai lagi dan menghilangkan simpati yang selama ini mereka peroleh.
Di bulan Desember 1928 mereka menyerang rombongan pedagang unta Nejd di Jumaymah, dekat perbatasan Irak. Semua dibunuh dan hewan dagangan mereka dirampas. Sekelompok orang Badui di sebelah utara dibantai pula oleh sepasukan Al-Ikhwan. Nyata-nyata bahwa Al-Saud dan Nejd tidak lagi menghadapi suatu perselisihan agama melainkan penghancurkan negara baru Abdul Aziz.
Mereka menolak kewajiban suatu masyarakat, peraturan yang ada, tak mau menetap dan membentuk pemukiman Ikhwan yang tetap. Mereka ingin kembali menjadi bangsa Badui yang bisa mengembara kemana saja. Faisal Al-Dawisy menulis surat kepada Saud Bin Abdul Aziz, ”...Kau telah menjauhkan kami dari agama kami, kau telah menjauhkan kami dari kesenangan duniawi kami.”
Pasukan kendaraan bermotor dikirim Abdul Aziz di bulan Maret 1929 dipimpin oleh Abdullah Suleiman al-Hamdan, juru tulis kepercayaan Abdul Aziz yang berhasil mengorganisir pengadaan bahan bakar, suku cadang, dan mesiu. Iringan pasukan itu menuju Anayzah dan Buraydah untuk mengumpulkan bantuan. Abdul Aziz menggunakan uang dan pegnaruhnya pada suku-suku Badui yang ada. Ia memberi 6 pound emas kepada kepala suku yang berhasil membawa sukunya untuk bergabung. Tiga pound untuk orang biasa dan kota yang ikut berperang dan dengan janji tambahan lainnya bila tugas selesai.
Di akhir Maret 1929, pasukan Abdul Aziz berhadapan dengan pasukan Faisal al-Dawisy dan Ibnu Bijad di padang Sabillah dekat Artawiya. Tiga berbanding satu. Pasukan pemberontak kalah jauh diukur dari kuantitas pasukan.
Al-Dawiys dan Ibnu Bijad pemimpin penyerangan yang paling ulung. Mereka tak biasa berhadapan dengan lawan yang begitu besar. Tapi mereka mengira bahwa Abdul Aziz tak bisa bertempur lagi, karena Abdul Aziz secara pribadi terakhir ikut pertempuran 12 tahun yang lalu. Mereka yakin Abdul Aziz hanya pandai bicara saja. Dan mereka yakin kemenangan ada di tangan mereka karena sejak 1919 merekalah yang berperang untuk Abdul Aziz. Ketakberanian Abdul Aziz menghadapi Inggris secara langsung, menurut mereka, menajdi tanda kelemahan yang tampak dari Abdul Aziz.
Tapi Abdul Aziz masih cukup galak. Berulang kali utusan pencari kedamaian antara kedua belah pihak saling berunding, mencoba merumuskan gencatan senjata. Tapi gagal. Abdul Aziz marah besar saat utusan Ibnu Bijad tidak mau menjawab salam sebagaimana kebiasaan mereka yang tidak mau menjawab salam kepada mereka yang dianggap ”Bukan Muslim Sejati”.
Bahkan saat Faisal Al-Dawisy datang sendiri ke Abdul Aziz, Abdul Aziz sudah tak punya selera lagi berdamai dan menyarankan kepada mereka untuk menyerah. Saat Al-Dawisy pulang kembali ke perkemahannya, ia mengabarkan bahwa orang-orang Saud itu cuma sekumpulan orang-orang lemah lemas yang hanya bisa tidur di atas kasur. ”Mereka tak berguna sama sekali, bagaikan pelana unta tanpa pegangan,” kata Faisal kepada Ibnu Bijad.
Keesokan paginya Abdul Aziz berkuda mengepalai pasukannya. Ia turun sesaat untuk mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke arah musuh. Segera pertempuran dimulai. Al-Ikhwan berada diketinggian dan telah membangun suatu tumpukan batu sebagai tempat perlindungan. Di balik itu mereka bisa menembak dengan aman. Saat mereka melihat pasukan Saudi mundur—yang sebenarnya hanya untuk mengambil kesempatan makan pagi yang sudah begitu terlambat—Al-Ikhwan menganggap ini adalah gerakan mundur besar-besaran.
Dengan gembira pasukan Al-Ikhwan menyerbu meninggalkan kubu mereka, mengejar. Tapi mereka langsung dibabat oleh dua belas senapan mesin yang sengaja disembunyikan dan tempat kedudukannya sangat dirahasiakan. Singkatnya ratusan orang roboh, yang selamat cerai berai melarikan diri. Abdul Aziz menyuruh pasukannya mengejar. Pertempuran Sabillah hanya berlangsung setengah jam saja. Inilah kekalahan Al-Ikhwan yang pertama.
Para perempuan Al-Dawisy memohon untuk menyerah. Faisal Al-Dawisy tertembak di punggungnya tapi masih hidup. Abdul Aziz memberikan mereka ampun, tapi tak membiarkan pemukiman Ibnu Bijad utuh, ia menghancurkannya dan menahan Ibnu Bijad. Lalu Abdul Aziz memberi hadiah pada pasukannya yang setia, memberi ganti rugi kepada yang telah berkorban, menyuruh mereka pulang, dan ia sendiri berangkat hají ke Mekah. Ia pikir, Al-Ikhwan telah tamat.

Berontak Kembali
Pemuka Al-Ikhwan yang satu lagi, Dhaidhan bin Hithlain, sedang berada di daerah Timur saat pertempuran Sabillah berlangsung. Kekalahan dua sekutunya mendorongnya untuk segera berdamai. Maka di bulan Mei 1929, ia merundingkan perdamaian dengan Fahad bin Abdullah bin Jaluwi.
Ia diundang ke tenda Fahad. Setelah berunding pada malam harinya Ibnu Hithlain pamit untuk pulang kemahnya. Namun Fahad memintanya untuk menginap. Ditolak oleh Ibnu Hithlain karena ia harus memenuhi janjinya kepada sukunya—Ajman—untuk segera kembali setelah perundingan. Bila tidak memenuhi janji itu maka suku Ajman akan meluruk mereka, ke tempat itu.
Fahad merasa bahwa ini merupakan ancaman terselubung, maka ia memerintahkan pengawalnya untuk menahan Ibnu Hithlain dan kesebelas pengiringnya. Dan meminta mereka dibunuh jika orang-orang Ajman itu datang. Dan benar ketika suku Ajman datang, mereka dibunuh. Padahal di saku Ibnu Hithlain ada surat jaminan keselamatan dirinya yang ditandatangani oleh Abdul Aziz, Abdullah bin Jaluwi, dan Fahad sendiri. Orang Ajman membunuh Fahad sebagai balasan, ditembak tepat di antara kedua matanya.
Al-Ikhwan marah besar, bahkan suku-suku Nejd lainnya karena mereka menganggap bahwa undangan Fahad itu tipu daya semata agar ia bisa membunuh Ibnu Hithlain, dan ini sebuah kepengecutan. Faisal al-Dawisy mengobarkan gerakan angkat senjata dan kini dengan kekuatan yang lebih besar lagi. Ini berbahaya bagi Abdul Aziz karena ia masih berada di Mekah, jauh dari Riyadh dan jika ia ingin kembali ke sana maka ia harus bertempur di sepanjang perjalanannya.
Kali ini pergaulannya dengan Inggris—kaum kafir—berbuah besar. Inggris yang menginginkan kestabilan di semenanjung Arab memaksa merubah politik devide et-impera-nya. Di musim panas di tahun 1929, dukungan terhadap Abdul Aziz dari berbagai penjuru wilayah kekuasaan Britania datang bertubi-tubi. Inggris melarang penguasa di Irak dan Kuwait untuk mengambil keuntungan dari kekisruhan di Nejd. Senjata mengalir dari India. Dengan dukungan tersebut Abdul Aziz menyeberangi Arabia dengan iring-iringan kendaraan bermotornya dan dikawal dengan enam senjata mesin.
Abdul Aziz bergerak ke timur laut. Kekuatan Inggris dikerahkan untuk mencegah Al-Ikhwan tidak lari ke arah yang sama. Agen-agen Inggris mengirimkan telegram ke Riyadh tentang pergerakan Al-Ikhwan. Abdul Aziz sendiri mengatur gerak pasukannya dengan jaringan radionya.
Azaiyiz anak Faisal ad-Dawisy memimpin 600 prajuritnya diikuti pula oleh kaum Ajman dan beberapa pejuang tua Mutair melancarkan serangan ke bagian utara Arabia. Di bulan Agustus 1929 pasukan itu merobek-robek Arabia utara, mengumpulkan kawan dan menghancurkan kawan. Serangan mereka sampai jauh di utara Hail dan berhasil merampas ratusan ekor unta dari kaum Syammar dan Amarat, merampas sebuah kafilah yang berisi uang 10.000 real hasil tarikan pajak Saudi yang akan diantarkan kepada Gubernur Hail.
Namun bawaan besar itu membuat perjalanan Azaiyiz semakin berat apalagi mereka sudah kekurangan air. Sumber-sumer air yang berusaha diduduki Faisal telah dikepung rapat oleh pasukan Gubernur Hail. Semangat mereka semakin mengendur. Di oase Umm Urdhumah mereka sekarang berhadapan. Di satu sisi Abdul Aziz bersama pasukannya yang segar-segar karena menguasai sumber air dengan di sisi lain pihak Al-Ikhwan yang kehausan karena kantung air yang sudah kosong. Apalagi onta-onta mereka yang sudah empat hari tidak minum.
”Allah bersama kita, Al-Ikhwan pilihan-Nya,” teriak Azaiyiz menyemangati. ”Kita harus terus maju dan memenangkan sumber air itu. Allah akan memberkati pengikut-Nya.”

Pertempuran terjadi di siang hari yang panas, tak karuan, dan kejam, tak berampun, satu lawan satu, di mana tak ada yang memberi dan meminta ampun. Kaum Al-Ikhwan sia-sia memekikkan teriakan kemenangan karena Abdul Aziz terus menambah bala bantuannya. Sore harinya walaupun Al-Ikhwan sudah membabat ratusan lawan, tapi tak sanggup menguasai oase. Azaiyiz tak bertenaga lagi karena lelah, lapar, dan haus diseret oleh lima orang budaknya dan bersembunyi di perbukitan pasir. Dua bulan kemudian mayat mereka ditemukan di tengah padang pasir, kering kerontang, agaknya sedang berjalan pulang.
Sebanyak 250 prajurit Al-Ikhwan tertawan dan dipenggal semuanya. Dan Ibnu Musa’id yang memimpin pertempuran tersebut saat mendengar bahwa di balik bukit masih terdapat 40 orang yang bersembunyi, memerintahkan pasukannya untuk menembaki orang-orang itu tanpa ampun. Kekalahan yang memilukan.

Mati di Penjara
Sisa-sisa Al-Ikhwan masih menjarah rayah sampai musim dingin tahun 1929. Tapi Faisal al-Dawisy yang sudah kehilangan anaknya telah kehilangan pula semangatnya. Ia mulai menasehati yang lain agar menyerahkan diri saja, mungkin Abdul Aziz mau mengampuni mereka. Sedangkan Faisal sudah memastikan bahwa dirinya tak akan mendapat ampun.
Pemberantasan terhadap sisa-sisa Al-Ikhwan dilakukan. Faisal—dalam rangka melindungi wanita, anak-anak, dan ternaknya—meminta perlindungan kepada Inggris melalui Kapten Dickson untuk bisa masuk Kuwait. Pemerintah Inggris menolak. Pasukan Abdul Aziz semakin menjepitnya. Di akhir Desember 1929 sekelompok orang Mutair berusaha meloloskan diri dari kepungan tapi ketahuan dan tak dibiarkan satupun hidup.
Beberapa puluh kilometer dari tempat itu Faisal Al-Dawisy ditemukan dengan kelompok kecilnya oleh pasukan Inggris. Padahal ia baru saja diserang oleh suku Badui lainnya yang masih setia pada Abdul Aziz. Kini ia cuma punya tiga pilihan: menyerah pada Abdul Aziz, pada Inggris di Irak, atau pada Inggris di Kuwait.
Ia memilih yang terakhir. Ia meminta Inggris berjanji bahwa ia tidak akan diserahkan kepada Abdul Aziz jika Abdul Aziz tidak berjanji untuk tidak membunuhnya.
Pada tanggal 28 Januari 1930, Angkatan Udara Inggris membawa Faisal Al-Dawisy dan dua orang bawahannya ke pangkalan Abdul Aziz dekat perbatasan Kuwait. Abdul Aziz telah menyiapkan suatu majelis berlebih-lebihan untuk menyambutnya. Abdul Aziz menangis tersedu-sedu saat memeluk Faisal Al-Dawisy dan mengajaknya berciuman di hidung sebagai kebiasaan orang Badui.
Abdul Aziz memegang janjinya kepada Inggris. Faisal tak dihukum mati. Ia memenjarakannya seumur hidup. Lalu 18 bulan kemudian Faisal Al-Dawisy meninggal di penjara karena daging tumbuh di tenggorokannya yang terus menerus mengucurkan darah. Al-Ikhwan musnah sudah.
Dua tahun kemudian, September 1932, Abdul Aziz menyatakan seluruh daerah Arabia, Nejd dan Hijaz adalah milik Al-Saud dan menyatakan daulah barunya sebagai Kerajaan Arab Saudi. Dengan lambang berupa dua pedang yang bersilang dan menyempurnakan lambangnya dengan gambar pohon kurma di atasnya sebagai lambang para penghuni daerah oase, para penghuni kota yang telah mapan. Tidak dengan lambang unta di atas dua pedang tersebut, suatu lambang bagi kaum Badui yang pasukan sucinya telah sangat membantu menegakkan kerajaan dan pula yang hampir saja membuat kerajaannya hancur.

***
Demikian sejarah singkat dari keberadaan Al-Ikhwan, yang pada awalnya bahu-membahu dan seide dalam pemahaman keberagamaan dengan pemimpinnya, Abdul Aziz, namun pada akhirnya dengan pemahamannya tersebut serta kesederhanaan alami mereka yang menyebabkan mereka melakukan pemberontakan terhadap pemimpinnya sendiri.
Maka pantas saja—seperti disebutkan di bagian pertama tulisan ini—sang Amir harus bersikeras dengan panitia masjid untuk mengubah nama masjid dalam proposal itu dengan nama yang lain asal tidak dengan nama Al-Ikhwan, karena Al-Ikhwan identik dengan Osama bin Laden. Dua-duanya—menurut mereka—adalah pemberontak.

Alhaqqu min rabbika.
Allohu’alamu bishshowab.



Maraji’:
1. Kerajaan Pertrodolar Saudi Arabia, Robert Lacey, Pustaka Jaya, 1986;
2. History of The Arabs, Philip K. Hitti, PT Serambi Ilmu Semesta, 2005;
3. Ensiklopedia Islam, PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1999


Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
12:54 26 Maret 2007
Kalibata Masih Membiru

AL-IKHWAN WAHABI PEMBERONTAK [3]

AL-IKHWAN: WAHABI PEMBERONTAK [3]
[tulisan ketiga]

Setelah dalam dua tulisan sebelumnya diuraikan latar belakang berdirinya Al-Ikhwan dan mesranya hubungan mereka dengan pemimpinnya Abdul Aziz maka pada tulisan yang ketiga ini akan diuraikan bagaimana benih-benih perpecahan yang sudah mulai tumbuh kian membesar. Sampai diperlukan bai’at kembali kepada Abdul Aziz.
Tapi sebelumnya perlu diperhatikan hal ini:
"Tapi Robert Lacey dalam catatan kakinya di halaman 180 sudah mewanti-wanti bahwa kelompok Al-Ikhwan dari Nejd ini tidak ada kaitannya dan tak boleh dicampuradukkan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun (Persaudaraan Muslim) yang dibentuk di Mesir di tahun 1930-an dan masih aktif sampai saat ini."

”Mereka adalah anak-anakku”
Ketika kaum Ikhwan di tahun 1925 memasuki Jeddah, mereka langsung memutuskan kabel-kabel telepon, temasuk saluran yang menuju rumah Abdul Aziz. Menurut mereka telepon adalah penemuan baru—seperti mobil dan radio—yang tak bisa dimengerti cara kerjanya.
Dalam suatu kesempatan pertemuan dengan Abdul Aziz mereka memberikan peringatan, ”Dengan direbutnya tanah Suci, Muslim yang baik haruslah menjaga diri jangan sampai terbujuh oleh pengaruh asing,” kata Faisal al-Dawisy. Semua harus waspada, jangan sampai ke luar dari jalur murni ajaran Islam. Mereka harus siap untuk menghukum siapapun yang melakukan hal itu.
Adik Abdul Aziz, Abdullah bin Abdul Rahman yang telah ditunjuk sebagai panglima pasukan Saudi di Hijaz merasakan bahwa sikap Al-Ikhwan ini begitu menantang. Tiap hari ia harus berhadapan dengan sikap menyakitkan hati dari kaum Ikhwan di bawahnya. Ia harus selalu menghibur mereka, membujuk mereka agar mau mengikuti perintah. Dan ia merasa bahwa sikap menantang ini kalau dibiarkan terus akan berbahaya. Mereka harus ditindak tegas sebelum tak bisa dikendalikan lagi.
Tetapi Abdul Aziz hanya menertawakan kekhawatiran adiknya itu. ”Kaum Ikhwan adalah anak-anakku,” katanya. Maka jika salah satu Ikhwan itu mengatakan bahwa kumisnya terlalu panjang, Abdul Aziz segera memanggil tukang cukur untuk memotongnya di depan umum dan menganggapnya sebagai suatu gurauan belaka.

Mahmal
Keangkuhan Al-Ikhwan menjadi-jadi di musim pertama haji di tahun 1926 setelah Jeddah jatuh. Masalahnya dimulai dari kain hitam berhias emas yang menutupi Ka’bah. Secara tradisional kain ini dijahit oleh ahli-ahli Mesir dan sebagai hadiah tahunan Mesir kepada Hijaz. Setiap tahun pemberangkatannya dari Emsir dilakukan dengan upacara besar-besaran, dinaikkan ke sebuah tandu kehormatan yang diberi Mahmal.
Setiap tahun mereka membuat barisan panjang, ribuan banyaknya, diatur dan dilindungi oleh sepasukan kecil pengawal yang bersenjata. Dan ini merupakan tantangan bagi Al-Ikhwan. Bagi mereka, tandu yang berhias indah, penghormatan yang begitu berlebihan kepada Mahmal, setara penyembahan tehadap berhala. Apalagi pasukan pengawal bersenjatanya yang sepertinya melukai rasa kebanggaan mereka. Ditambah suara terompet mereka yang mencemari kesucian Mekah. Ini tak berampun lagi. Al-Ikhwan melempari mereka dengan batu. Orang Mesir bertahan. Terjadilah pertempuran sengit. Abdul Aziz muncul dan menyerukan agar Al-Ikhwan mundur. Sektiar 40 orang jama’ah tewas dan sejak saat itu mahmal tidak lagi diarak megah di jalan-jalan Mekah.
Kaum Ikhwan menganggap ini sebagai kemenangan kecil. Sebab menurut ukuran mereka, penakhlukan Hijaz ternyata jauh di bawah harapan mereka. Hanya beberapa jam setelah membantai mereka yang sesat di Taif, setelah itu Abdul Aziz mengekang harapan mereka melakukan ’penyucian’ terhadap Hijaz, tak boleh merampas, bahkan tak ada kebanggaan jika menang. Abdul Aziz telah bersekongkol dengan penduduk Madinah untuk mencegah Al-Ikhwan merusak kuil-kuil mereka, ia bahkan melarang Al-Ikhwan menyerang Badui-badui Hijaz. Ini mengecewakan mereka.

Insiden Perbatasan
Al-Ikhwan gagal di segala bidang. Abdul Aziz telah berdamai dengan para pemuka Hijaz serta ingin memberikan gambaran yang baik tentang dirinya pada para perwakilan negara asing sehingga ia bertindak seolah-olah pasukannya sendirilah musuhnya. Karenanya setelah luntang lantung di Hijaz selama setahun, Al-Ikhwan pulang ke Nejd dengan membawa sedikit sekali rampasan, kemegahan kemenangan, cuma rasa kecewa yang besar dan kekhawatiran tak akan ada lagi tugas untuk mereka.
Jantung persoalannya adalah dengan Al-Ikhwan Abdul Aziz bisa menguasai Nejd dan Hijaz. Dan jika Abdul Aziz ingin mengembangkan lagi wilayahnya di luar dua daerah itu maka ia harus berhadapan dengan Inggris, sama sekali tak mungkin. Inggris tak mau kehilangan lagi sekutu Hasyimiyahnya jatuh.
Karena kecewa dan haus akan kemegahan menjadi pemenang serta kenikmatan merampas yang tak mereka peroleh di Hijaz, Al-Ikhwan mengarahkan pandangan ke arah Timur Laut, daerah yang secara tradisional menjadi sasaran kemarahan Wahabi, daerah perbatasan kaum Syiah yang mereka anggap menduakan Allah. Maka awal 1927, serangan ke daerah perbatasan Irak semakin menjadi dan hebat.
Korban mereka, kelompok pengembara biri-biri dan pekerja di Pos Polisi di Busaiya. Faisal al-Dawisy secara pribadi meimpin beberapa penyerangan untuk menunjukkan hak kaumnya untuk pergi ke mana pun mereka suka. Pesawat Inggris membalas dengan mengebom para penyerang dan kemudian mengejar mereka sampai masuk ke wilayah Nejd.
Inggris pun mengajukan protes. Mulanya Abdul Aziz membela rakyatnya karena pembangunan pos-pos polisi itu memang melanggar adat kebiasaan suku-suku Badui. Abdul Aziz menghadapi persoalan rumit untuk menjelaskan terhadap Al-Ikhwan tentang adab-adab dunia Internasional pada saat itu. Mereka tak mengerti dan tak peduli bagaimana pemimpin mereka harus menyesuaikan diri dengan batasan-batasan dunia yang lebih luas dari mereka. Mereka bahkan siap untuk menggulingkan sang pemimpin bila ia tidak mau memimpin mereka menghancurkan pos-pos kaum kafir itu.
Abdul Aziz berusaha menerangkan kepada delegasi Inggris di Perundingan Jeddah Mei 1928 bahwa perbuatan mereka di luar sepengetahuannya. Tapi Inggris tak mudah percaya karena ia sepertinya menarik keuntungan dari gerakan Al-Ikhwan itu. Dan tetap saja di tahun tersebut penyerangan dan pertumpahan darah terjadi.

Pembaharuan Ba’iat
Perundingan Jeddah gagal. Abdul Aziz harus kembali ke Nejd dan menerangkan kegagalannya kepada Al-Ikhwan tentang tak mampunya ia membongkar pos polisi di Busaiya. Mungkin mendengar ini mereka akan melakukan perang suci dengannya atau tanpanya.
Ia yang telah menanamkan dan mengembangkan kefanatikan di orang-orang berpikiran sederhana itu. Ia yang telah membuat mereka menganggap semua yang bukan Wahabi sebagai penjelmaan Iblis. Ia yang mendapatkan keuntungan dari kefanatikan mereka itu penakhlukan Rasyid, menjatuhkan Hijaz, mendamaikan dunia luas dan kini menghadapi kekeraskepalaan Al-Ikhwan. Pun kini ia harus menerangkan dan mengatakan kepada mereka bahwa mereka tak mungkin melawan Inggris, karena sia-sia saja.
Dengan penuh persoalan pelik dihadapannya ditambah kepergian sang Ayah, Abdurrahman, di bulan Juni 1928, ia merasa putus asa. Kalau saja ayahnya tidak meninggal, mungkin kehadirannya bisa membantu untuk menghadapi pertentangan yang semakin tajam antara Al-Ikhwan dan dirinya. Maka ia mengambil suatu tindakan drastis yang mungkin akan dapat membantunya mengatasi semuanya.
Ia mengundang seluruh tokoh dan ulama Nejd di Riyadh di Nopember 1928 untuk merundingkan sistem perbentengan Irak serta keluhan lain dari Kaum Ikhwan. Sekitar 800 orang yang hadir kecuali tiga tokoh utama Al-Ikhwan: Faisal Al-Dawisy, Suktan bin Bijad, dan Dhadhan bin Hithlain.
Tapi ada satu hal lagi yang perlu diungkap kepada mereka. Abdul Aziz berdiri tegak di hadapan musyawarah tersebut dan menawarkan secara resmi untuk turun tahta, dan berkata, ”pilihlah salah seorang anggota keluargaku.”
Semua terpaku dan tercengang. Seketika semua berteriak ramai menolak usulnya. ”Kami hanya menginginmu sebagai pemimpin kami!” para delegasi itu berteriak. Seluruhnya berdiri di belakangnya. Memperbaharui ba’iatnya. Abdul Aziz tahu sepeninggal ayahnya tak ada satu tokoh di keluarganya yang bisa menampung kesetiaan dari seluruh golongan—kecuali dirinya. Dan ia menawarkan untuk mengundurkan diri karena yakin bahwa hal itu akan ditolak oleh semua orang. Tapi setidaknya dengan ini memberikan pandangan kepada dunia bahwa pada dirinya puncak keabsahan kekuasaan Saudi terletak.
Setelah menutup persidangan itu, ia minta kepada para ulama memberi pesan tentang telepon dan radio, dan mereka menyatakan bahwa dalam Al-Qur’an dan Hadits tidak ada keterangan bahwa kedua benda itu diharamkan. Para wakil Al-Ikhwan kecuali tiga orang di atas telah memperbaharui janji setianya pula dan akan memihak kepada Abdul Aziz bila terjadi pertentangan dengan tiga tokoh Al-Ikhwan itu asal dengan syarat Abdul Aziz dapat menghancurkan pos polisi tersebut dalam jangka waktu dua bulan. Abdul Aziz menyanggupi sesuatu yang rasanya takkan mungkin terjadi.

Bersambung.

Maraji’:
1. Kerajaan Pertrodolar Saudi Arabia, Robert Lacey, Pustaka Jaya, 1986;
2. History of The Arabs, Philip K. Hitti, PT Serambi Ilmu Semesta, 2005;
3. Ensiklopedia Islam, PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1999


Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
12:54 26 Maret 2007
Kalibata Masih Membiru

AL-IKHWAN WAHABI PEMBERONTAK [2]

AL-IKHWAN: WAHABI PEMBERONTAK [2]
[tulisan kedua]

Catatan Penting Tulisan Pertama:
Tapi Robert Lacey dalam catatan kakinya di halaman 180 sudah mewanti-wanti bahwa kelompok Al-Ikhwan dari Nejd ini tidak ada kaitannya dan tak boleh dicampuradukkan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun (Persaudaraan Muslim) yang dibentuk di Mesir di tahun 1930-an dan masih aktif sampai saat ini.


****
Gelar Khalifah dan Taif
Di tahun 1924 salah satu keturunan dari Bani Hasyim yakni Syarif Husain bin Ali masih sebagai Penguasa Hijaz. Anaknya Abdullah adalah penguasa Amman. Anaknya yang lain Faisal menjadi penguasa Irak. Rival dari keluarga mereka penerus keluarga Saud yakni Abdul Aziz, penguasa Nejd.
Di antara dua keluarga itu saling timbul kebencian apalagi bila Inggris memberikan Pounds yang lebih besar kepada salah satu dari mereka. Tentu uang-uang itu salah satunya dipergunakan membeli kesetiaan Suku Badui untuk mempertahankan kekuasaan mereka dan merebut kekeuasaan saingan mereka.
Dan bagi Syarif Husain uang itu tak cukup. Ia mencoba mengumpulkan uang dengan jalan memasang pajak untuk apa saja, termasuk pajak dari jama’ah haji. Ini menyebabkan ia tak populer, apalagi ditambah sikapnya yang kian hari tidak bersikap layaknya sikap seorang raja.
Terakhir adalah sikapnya pada tanggal 5 Maret 1924 yang memproklamirkan dirinya sebagai Khalifah, Keturunan dan Pangganti Nabi, Wali Islam, Pemimpin Kaum Muslimin Dunia—gelar sanjungan yang diperkirakan akan membuat kagum warganya di Hijaz. Ia berani karena dua hari sebelumnya tanggal 3 Maret 1924, Kamal Ataturk resmi membuang gelar Khalifah, berarti menurutnya ini adalah sebuah kekosongan kepemimpinan umat Islam yang selama 400 tahun dipegang oleh Daulah Utsmani.
Ini tak mendapat sambutan. Seorang pemuda Suriah yang mengakhiri pidatonya dengan seruan ”Hidup Khalifah Husain” disambut dengan diam, tanpa suara sama sekali oleh hadirin. Di dunia Islam, berita itu mendapat sambutan dingin. Kaum muslimin di Jawa meramalkan bahwa Syarif Husain akan menerima kutukan Allah karena kelancangannya. Di India kaum Nasionalis Islam merasa bahwa Inggris ada di belakang dari keberaniannya ini walaupun dibantah oleh Inggris. Di Nejd yang muncul adalah kutukan dan kemarahan yang tak bisa dipadamkan.
Tanggal 5 Juni 1924 diadakan persidangan tokoh-tokoh Riyadh. Lima tahun sebelumnya Abdul Aziz mengadakan persidangan yang sama tapi yang dibahas adalah tentang sikap Al-Ikhwan yang menyebarkan paham mereka secara kekerasan dan ia ingin agar ulama mendisiplinkan persaudaraan tersebut. Kini yang dibahas adalah sikap terhadap Syarif Husain tersebut.
Dan ini ditanggapi oleh para pemimpin Al-Ikhwan yang membeberkan segala dosa Syarif tua tersebut, yakni pelarangannya terhadap warga Nejd—terutama kaum Ikhwan untuk melakukan ibadah haji. Abdul Aziz berpikir inilah saatnya untuk bisa menguasai Hijaz apalagi ia merasa dunia Islam saat itu gerah dengan tindakan Syarif yang sembrono.
Saatnya untuk melakukan tindakan yang tertunda lima tahun sebelumnya, karena pada saat itu ia membawa Al-Ikhwan, dan bila membawa pasukan tersebut ia seperti mengingat kenangan yang tak menyenangkan saat kaum Wahabi memasuki Mekah dan Medinah, seratus tahun lalu.
Salah satu dukungan kepadanya adalah datang dari Komite Khilafah India. Karena komite selalu menganggap bahwa tindakan Syarif adalah siasat Inggris yang cerdik, siasat Inggris yang selalu ingin campur terhadap kepentingan Arabia dan umat Islam.
Di bulan Agustus 1924 Abdul Aziz memerintahkan Khalid bin Lu’ay untuk memimpin 3000 pasukan Al-Ikhwan menuju Taif yang pada saat itu dijaga oleh Ali bin Syarif Husain. Tetapi melihat kekuatan Al-Ikhwan, pada tanggal 04 September 1924 dalam kegelapan Ali beserta pasukannya meninggalkan Taif dan penduduknya.
Apa yang terjadi kemudian adalah pembantaian yang terjadi sungguh tanpa ampun. Qady dan para syaikh kota mencoba berlindung di masjid. Tetapi mereka diseret ke luar dan dicincang. Rumah-rumah dihancurkan. Toko dan pasar diserbu. Mayat-mayat dilemparkan ke sumur-sumur terbuka. Dan dalam beberapa jam saja sekitar 300 orang tewas. Hijaz panik. Husain minta bantuan Inggris. Inggris diam saja melihat perkembangan yang terjadi. Mereka menganggap bahwa Syarif Husain lemah dan Abdul Aziz kuat serta memang pantas untuk memimpin seluruh Nejd dan Hijaz. Abdul Aziz tahu pada saat itu bahwa Inggris telah meninggalkan sekutunya.
Para penghuni Jeddah terutama para saudagarnya yang kaya raya mengirimkan salah seorang utusannya untuk meminta Ali agar ayahnya turun tahta saja. 3 Oktober 1924, di ruang utamanya yang gelap dan sunyi, Syarif Husain menandatangani persetujuan untuk turun tahta. Sungguh tanpa pertarungan sedikitpun. Pada tanggal 16 Oktober 1924 Syarif Husain berangkat menuju Aqaba dan langsung ke Siprus untuk mengasingkan diri.

Mekkah, Madinah, dan Jeddah
Di bulan Oktober 1924, Mekah jatuh. Dan Abdul Aziz melarang pasukan Al-Ikhwan untuk masuk ke kota. Tetapi ada beberapa yang lolos dan menghancurkan beberapa rumah minum, membakar semua rokok, dan pipa yang mereka temui. Beberapa kuburan berkubah juga dihancurkan atau dirusak. Tetapi tak ada korban satu pun seperti di Taif, Ibnu Lu’ay benar-benar menjaga keamanan di kota tersebut.
Tiga bulan kemudian, Abdul Aziz datang ke Mekah. Ia bergerak sangat hati-hati. Ia tak pernah melupakan bagaimana dahulu keluarganya runtuh setelah mencoba mengasai Mekah—kekuatan asing (Turki) langsung ikut campur tangan dan menjatuhkan Dar’iyyah. Dan pembantaian di Taif adalah awal yang buruk di pandangan dunia. Oleh karena itu ia tidak menampilkan citra seorang penakluk.
Dan ia benar-benar menjaga Mekah dengan sebaik-baiknya. Hingga ia berhasil mengatur perjalanan haji di musim panas 1925. Keberhasilannya disebarkan dari mulut ke mulut para jama’ah haji. Sehingga menegaskan bahwa generasi baru wahabi tidak seganas yang dikira oleh dunia Islam.
Robert Lacey menulis pada tanggal 05 Desember 1925 Madinah menyerah. Kota tersebut hanya bisa mempertahankan diri pada minggu-minggu terakhir dari kepuangan kaum Ikhwan karena Abdul Aziz sendiri menyelundupkan makanan untuk para penghuni kota tersebut. Yang mengepung kota itu adalah kaum Ikhwan di bawah pimpinan Faisal al Dawis. Abdul Aziz tidak mau Kota Suci kedua ini jatuh di tangan Al-Ikhwan.
Madinah adalah tempat makam nabi dan tempat-tempat peringatan bagi para pahlawan Islam lainnya. Al-Ikhwan sudah lama mencurigai kota ini. Madinah merupakan pangkalan khusus kaum muslimin Syiah yang mereka anggap suka memuja berhala. Harta benda mereka juga pastilah akan merupakan daya tarik bagi keliaran Al-Ikhwan. Maka secara rahasia Abdul Aziz mengatur agar bahan makanan diselundupkan ke dalam kota agar kota itu masih bisa bertahan.
Dan ia segera memerintahkan anaknya Muhammad untuk segera memimpin pasukannya ke kota tersebut. Pada tanggal 6 Desember 1925, ia memasuki kota Madinah dan kemudian berjalan ke masjid nabi yang berkubah hijau untuk sembahyang. Al-Saud kini telah menguasai semua kota suci.
Berita itu membuat Jeddah kacau. Kota itu masih dikuasai keturunan Hasyimiah, yaitu Syarif Ali bin Husain.Pasukannya tak mau bertempur karena selama gaji setahun belum dibayarkan. Ia turun tahta dan meninggalkan Jedadh pada hari Minggu tanggal 20 Desember 1925 naik kapal Inggris, HMS Cornflower. Sejak saat itu Abdul Aziz memperoleh gelar baru: Raja Hijaz.

Bersambung.

Maraji’:
1. Kerajaan Pertrodolar Saudi Arabia, Robert Lacey, Pustaka Jaya, 1986;
2. History of The Arabs, Philip K. Hitti, PT Serambi Ilmu Semesta, 2005;
3. Ensiklopedia Islam, PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1999


Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
12:54 26 Maret 2007
Kalibata Masih Membiru
http://10.9.4.215/blog/dedaunan

22 April 2007

AL-IKHWAN: WAHABI PEMBERONTAK [1]

AL-IKHWAN: WAHABI PEMBERONTAK [1]
[tulisan kesatu]


Pendahuluan

Dulu saya pernah bercerita, masjid kami yang belum jadi kedatangan satu keluarga dari Arab Saudi. Mereka berniat untuk menyalurkan dana yang mereka miliki untuk kelanjutan pembangunan masjid komplek yang sudah lama belum rampung.
Ketika disodorkan proposal yang sudah kami siapkan, salah seorang dari mereka menolak saat melihat sampul proposal tersebut. Lalu mengusulkan agar nama masjid yang tertera di proposal tersebut diganti saja. Dengan nama apa pun boleh asal jangan nama itu. Di sana tertulis dengan huruf besar nama masjid kami Masjid Al-Ikhwan.
Saat ditanya mengapa demikian? “Karena nama Al-Ikhwan identik dengan nama Osama,” katanya. Soalnya kalau di sana mendengar nama Osama bin Laden sudah antipati dan seringkali dicokok oleh pemerintah sana bila ada kaitan dengan nama itu. Jadi, takutnya nanti orang tidak mau pada menyumbang.
Dulu saya berpikir ada dua kemungkinan dalam masalah ini. Pertama ia menganggap bodoh kami yang tidak tahu tentang pertarungan pemikiran di tanah saudi antara salafy dengan Ikhwanul Muslimin, sehingga untuk memudahkan berbicara dengan kami maka dikaitkan dengan nama Osama Bin Laden. Atau yang kedua memang ia benar-benar tidak tahu tentang kaitan kedua jama’ah ini tapi hanya mendengar dari informasi sepihak yang membenci Al Ikhwanul Muslimin lalu mengait-ngaitkanya dengan Osama.
Setelah pertemuan tersebut saya sempat menyimpulkan bahwa nama Al Ikhwan (yang dalam bahasa Indonesia berarti persaudaraan) bagi saudara-saudara kita di tanah Arab Saudi sana menjadi bahan pertimbangan terpenting untuk jadi tidaknya berinfak. Atau karena kebencian semata nama Al-Ikhwan identik dengan ke-bid’ah-an (menurut mereka), lawan politik, dan pendukung Osama?

Al-Ikhwan
Tetapi saya barulah mengerti banyak mengapa nama Al-Ikhwan menjadi momok di Arab Saudi. Dan kaitan terdekat dari semua itu adalah masalah politik bukan pemikiran agama. Buku yang menjadi rujukan saya adalah buku lawas [1981] yang ditulis oleh Robert Lacey berjudul The Kingdom yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan judul Kerajaan Petrodolar Saudi Arabia.
Sebanyak 102 halaman di bagian kedua buku tersebut dengan judul Al-Ikhwan diungkap manis pahitnya hubungan antara Abdul Aziz bin Saud dengan Al-Ikhwan sebagai kesatuan tempur yang tekstualis dalam tafsir agama, penerus gerakan wahabi, militan, tangguh, dan ganas.
Tapi Robert Lacey dalam catatan kakinya di halaman 180 sudah mewanti-wanti bahwa kelompok Al-Ikhwan dari Nejd ini tidak ada kaitannya dan tak boleh dicampuradukkan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun (Persaudaraan Muslim) yang dibentuk di Mesir di tahun 1930-an dan masih aktif sampai saat ini.
Kelompok ini di tahun 1912 datang dan menempati daerah penggembalaan yang disebut Al-Artawiyah. Di sana terdapat beberapa sumur tempat kafilah-kafilah dari Nejd dan Qasim bertemu. Kalau sekarang Al-Artawiyah ini berada di jalur perjalanan antara Riyadh dengan Kuwait.
Gerakan Al-Ikhwan ini sesungguhnya adalah pembaharuan dari gerakan kemurnian beragama yang dicetuskan oleh Muhammad bin Abdulwahhab. Seperti diketahui bersama di tahun 1744 terbentuklah persekutuan antara Muhammad bin Abdulwahab dengan Muhammad bin Saud sebagai penerus dinasti Saud penguasa Dar’iyah.
Kelompok Al-Ikhwan selalu berpegang teguh akan arti harfiah yang tersurat di Qur’an, sementara Hadits mereka anggap sebagai buku petunjuk dan perintah yang harus mereka laksanakan setepat-tepatnya. Mereka tak mau memakai aghal—tali ikat kepala, hitam, karena menurut mereka nabi tak pernah memakainya. Mereka juga memotong jubah mereka setinggi lutut. Mencukur kumis dan memanjangkan jenggot.
Lacey menulis bahwa penampilan mereka selalu menunjukkan betapa mereka menjauhi keduniawian, menolak tembakau, dan pula menolak radio dan telepon, karena Nabi tak pernah memakainya. Tapi anehnya tidak menolak kehadiran senapan dan penggunaannya. Di Al-Artawiyah menyanyi, menari, dan bahkan permainan anak-anak dilarang. Mereka menganggap bahwa mereka prajurit Allah yang tugas utamanya adalah membersihkan dan memurnikan agama.
Ada satu perbedaan penting antara gerakan Al-Ikhwan di awal abad dua puluh dengan kaum Wahabi. Bahwa Muhammad bin Abdulwahhab adalah seorang yang tinggal di kota dan pesan yang disampaikan khusus diperuntukkan bagi penghuni kota sedangkan kelompok ini adalah dari kaum Badui dan tugas merekalah untuk menyebarkan pemahaman mereka di tengah masyarakat badui yang pada saat itu masih saja percaya dengan takhayul. Cuma itu saja. Dan pada saat itu mereka belum menjadi kekuatan tempur. Karena Abdul Aziz belum datang kepada mereka.

Kekuatan Tempur
Yang jelas gerakan ini tak akan mungkin berkembang tanpa campur tangan Abdul Aziz. Ia memberi mereka tanah, mengirimkan penyuluh ke padang pasir untuk mengumpulkan lebih banyak anggota baru untuk pemukiman mereka.
Di tahun 1912 ia menempatkan dirinya secara kukuh di pucuk pimpinan gerakan ini. Dengan memberikan sebuah bentuk keterikatan kepada kelompok ini dengan menghancurkan benda kesayangannya di depan umum berupa gramopon putar tangan yang dibawanya dari Kuwait dan sering dimainkannya di dalam tendanya. Kaum Ikhwan mengangguk setuju dengan perbuatannya.
Di tahun 1917 dengan biaya pribadinya memesan dari India sejumlah besar buku cetakan karangan Ibnu Abdulwahab, pendidikan dasar tentang iman, agar pemikirannya bisa tersebar luas di tengah padang pasir.
Bagi Abdul Aziz pengorbanan benda kesayangannya ini tak seberapa dengan hasil yang ia dapatkan dengan menggenggam kekuasaan kelompok ini. Dengan kekuatan tempur dari gerakan ini—perlu diketahui bahwa sebelumnya Abdul Aziz mempunyai kekuatan tempur lain dari suku-suku Badui liar yang hanya bisa dibeli dengan emas untuk bertempur dengan Kaum Rasyid, tetapi tidak untuk loyalitas kepadanya—sebanyak 60.000 sejak tahun 1912 ia dapat menjinakkan suku-suku Badui liar dan menunjukkan kekuatannya pada rival utamanya yaitu Penguasa Hijaz Syarif Husain bin Ali.
Di tahun 1916 mereka dapat menguasai Khurmah—suatu daerah yang disepakati oleh Abdul Aziz dengan Inggris sebagai daerah perbatasan daerahnya Nejd dengan daerah Syarif yaitu Hijaz. Bahkan mereka sanggup menguasai Turabah suatu daerah yang jaraknya ’hanya’ 150 km dari Mekah. Walaupun sempat dikuasai kembali oleh Syarif dengan pasukan dibawah kepemimpinan Abdullah bin Husain, namun tanggal 26 Mei 1919 Turabah direbut kembali.
Penuturan salah seorang yang lolos dari sergapan Al-Ikhwan ini adalah ”aku melihat darah mengalir di Turabah bagaikan anak sungai di antara batang-batang kurma. Aku melihat mayat-mayat ditumpuk di benteng sebelum aku melompat ke jendela.”
Taif geger mendengar berita tersebut. Dengan hancurnya pasukan Abdullah maka Hijaz sama sekali tak punya kekuatan lagi. Dengan mudahnya kaum Ikhwan bisa maju dan meruntuhkan Mekah. Tapi Abdul Aziz merasa belum saatnya untuk menakhlukkan Mekah karena ia ingin agar kota tersebut tidak direbut dengan kekerasan, cara itu takkan menjamin ia berkuasa lama di sana.
Terlalu dini bagi Saudi untuk bisa merebut Hijaz tanpa mendapat tentangan dari Inggris atau dunia Islam lainnya. Maka ia berusaha membujuk Al-Ikhwan untuk kembali ke pangkalan dengan alasan ia memerlukan mereka untuk menghadapi tantangan kaum Rasyid. Ini benih perpecahan Abdul Aziz dengan Al-Ikhwan. Mengapa hanya berhenti sampai di sini? Menurut kelompok ini, inilah saatnya membersihkan Mekah, Madinah, dan semua daerah di pantai Laut Merah dari segala macam khurafat.
Dan benar kekuatan mereka digunakan oleh Abdul Aziz untuk mengalahkan saingan utamanya di Nejd yaitu kaum Rasyid. Setelah menakhlukkan Jabal Syammar di musim panas 1920, di awal Nopember 1921, Hail, sebagai pusat kekuasaan kaum Rasyid ditakhlukkan. Para saudagar Hail agaknya sudah bosan dengan keluarga Bani Rasyid yang memerintah mereka dan tak mau mengundang kemarahan kaum ikhwan hingga para saudagar tersebut memutuskan untuk membukakan pintu gerbang Hail. Kini Abdul Aziz adalah penguasa Nejd sejati dengan mengganti gelar untuknya semula adalah Amir Riyadh menjadi Sultan Nejd.
Di tahun 1922, tanpa sepengetahuan Abdul Aziz sekitar 1500 prajurit Al-Ikhwan memasuki Transyordania (kini Yordania) yang saat itu dikuasai oleh Keluarga Hasyim dan sampai berada 15 km dari Amman. Setelah hampir banyak menguasai perkampungan di sekitar daerah tersebut mereka terhalang oleh patroli pesawat terbang Inggris, mereka mundur. Apalagi ditambah dengan dukungan pasukan kendaraan berlapis baja Inggris yang memang tak dapat dibandingkan dengan kuda-kuda mereka.
Abdul Aziz mendengar berita itu langsung menjebloskan pimpinan tentara Al-Ikhwan yang tersisa. Dan ia minta maaf kepada para penguasa Inggris. Tetapi sesungguhnya Abdul Aziz memaklumi keinginan dari Kaum Al-Ikhwan untuk pergi ke mana pun mereka inginkan, menjarah rayah daerah manapun yang mereka kehendaki. Ke daerah-daerah kosong yang ditinggalkan oleh Turki sejak Perang Dunia Pertama selesai.
Maka energi mereka disalurkan untuk merebut daerah Asir, sudut barat daya Arabia, daerah subur yang terjepit antara Hijaz dan Yaman. Daerah seluas 4000 mil itu pun dapat dikuasai oleh Abdul Aziz. Setelah itu mereka berniat untuk menguasai Kuwait, sekutu Abdul Aziz awalnya saat Kuwait diperintah oleh Mubarak dari keluarga Sabah. Namun saat Mubarak meninggal dan digantikan oleh anaknya, Salim, Abdul Aziz memutuskan untuk merebut daerah perbatasan yang sering menjadi sengketa yang tak kunjung padam. Menjadi sengketa karena bagi masyarakat Badui batas daerah pada saat itu cuma ada di hati manusia.
Tapi Inggris tak mau ini terjadi. Menurut Inggris, Asir bolehlah direbut, tapi Kuwait dan Irak lain ceritanya. Maka di tahun 1921 beberapa kapal perang dikirim untuk melindungi Kuwait. Pasukan Al-Ikhwan yang dipimpin oleh Faisal al-Dawisy pun harus berhadapan dengan polisi padang pasir plus dukungan Angkatan udara Inggris saat merambah Irak. Kali itu, Al-Ikhwan bertindak rasional memutuskan untuk mundur, dan ini lebih menguntungkan daripada keberanian semata. Sekarang, batas hati yang ada di manusia kadang harus mengalah pada penentuan dari Pemerintah Kerajaan Inggris.

Bersambung.

Maraji’:
1. Kerajaan Pertrodolar Saudi Arabia, Robert Lacey, Pustaka Jaya, 1986;
2. History of The Arabs, Philip K. Hitti, PT Serambi Ilmu Semesta, 2005;
3. Ensiklopedia Islam, PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1999


Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
12:54 26 Maret 2007
Kalibata Masih Membiru
http://10.9.4.215/blog/dedaunan

21 April 2007

Aduh, rinduku

Aduh Rinduku

by: riza almanfaluthi




aduh... rinduku padamu
tak mudah usai sepanjang hari
perlahan dan pasti masih menghangat
bahkan menghampakan jiwa
aduh... rinduku padamu
membuat janjiku tak mudah terhapus segera
mengikat segalanya dalam setiap ucap
bahkan menyenandungkan nelangsa
aduh... rinduku padamu
membuat hati ini penuh warna
tak mudah untuk memutih dan menghitam
bahkan melanggengkan indahnya pelangi
duh...rinduku padamu
tak segan-segan menusuk desah nafasku
tak mudah terucapkan karena ini cukup sudah menjadi rahasia
bahkan abadi membisunya
aduh...rinduku padamu
biar masa saja yang bilang
selalu aku merinduimu





**








riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

yang masih tetap merindu

09.21 22 Maret 2007