19 April 2007

CUMA JARKONI....?

CUMA JARKONI....?

“Saya ini sudah diundang berceramah kemana-kemana. Kemarin ke Hongkong dan besok akan ke Hongkong lagi,” demikian diungkapkan oleh aktor sinetron Indonesia saat ditanya tentang kegiatannya di bulan Ramadhan. Ya, di bulan Suci itu ia telah berganti profesi dari sebuah profesi yang bergelimang dengan hedonisme kepada sebuah profesi yang tuntutannya berat di akhirat kelak.
Tayangan infotainment itu mengejutkan saya dan saya ucapkan dalam hati semoga ia berkesuaian antara ucapan dengan perbuatan. Soalnya dulu saat ada konflik antara Bang Haji Rhoma Irama dengan Inul Daratista, ia pendukung berat dan berada di belakang Inul untuk tetap eksis dengan goyang ngebornya. Bahkan mengecam Bang Haji sebagai golongan orang-orang munafik dan sakit hati karena tidak kebagian order manggung.
Apalagi setelah ia membintangi sinetron laris tahun lalu berjudul Kiamat Sudah Dekat yang disutradarai oleh Dedi Mizwar membuat keyakinan saya tentang dirinya bertambah bahwa ia telah menemukan jalan yang benar. Plus setelah saya membaca berita ia diundang bersama Cici Tegal berceramah dihadapan ribuan buruh Indonesia di Hongkong.
Ini yang disorot oleh Infotainment tentang maraknya pertaubatan para artis di bulan ramadhan. Maraknya mereka menjadi ustadz yang diundang berceramah ke mana-mana. Ada satu pertanyaan yang dicoba untuk diajukan kepada pemirsa. Apakah ini cuma trend sesaat di bulan ramadhan atau telah menjadi bagian seutuhnya yang tidak bisa dipisahkan dari jiwa para artis tersebut.
Haji Amidhan—ketua MUI, mantan Dirjen Departemen Agama—adalah salah seorang narasumber yang diminta pandangannya terhadap fenomena ini. Satu saja poin yang beliau ungkapkan: ”Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Ya, ustadz itu adalah tuntunan bukan tontonan. Saya setuju itu, sebagai sebuah nasehat bagi diri yang lemah ini, nasehat itu amat menohok bagi saya yang sering berperilaku sebagai seorang hipokrit tulen (sudah hipokrit, tulen lagi).
Tapi, teman-teman, harapan saya salah. Persis keeseokan harinya ternyata ada berita yang menayangkan sosok aktor kita ini lagi. Tidak berpakaian batik dan berpeci seperti yang saya lihat sebelumnya, kini ia berpakaian macho banget (bukan ini masalahnya) dan ada bagian yang membuat saya terhenyak. Ia berangkul-rangkulan dengan wanita yang bukan muhrimnya. Wanita penyiar tivi berambut laki-laki itu dirangkulnya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya saya lupa merangkul siapa. Katanya ia akan pergi ke Eropa bersama rombongan tersebut untuk jalan-jalan.
Harapan saya menemukan suatu perubahan pada diri aktor tersebut pupus sudah. Atau karena ia belum tahu dan sedang dalam proses menuju perbaikan? Entahlah. Setidaknya ketika ia diundang berceramah kemana-mana bekal ilmu hendaknya senantiasa ia perbanyak, dan ketika persiapan pemenuhan bekal itu dilakukan ia pastinya akan menemukan bab tentang muhrim dan bukan muhrim.
So, ternyata jadi ustadz itu berat, ia harus menyelaraskan ucapan dan perbuatannya. Satu yang pasti lagi ia harus senantiasa menjadi teladan bagi yang lain. Karena dengan keteladanan, objek dakwah akan dapat terbuka hatinya untuk bisa mencontoh semua perbuatan panutannya dan menerima nasehat-nasehat kebaikan. Jika tidak, yang ada cuma semburan panas celaan seperti munafik, omdo (omong doang), jarkoni (ngajar ora dilakoni). Mengutip perkataan Menteri Pertanian kita Anton Apriantono, "Kalau pemimpin tak bisa jadi uswah (teladan), jangan berharap anak buah mengikuti," ujarnya.
Saudara-saudaraku kita hanya bisa berharap kepada Allah semoga Ia memudahkan upaya kita untuk senantiasa selaras antara perkataan dengan perbuatan. Semoga Allah menetapkan hidayah ini kepada kita, karena sesungguhnya Allah menyesatkan siapa saja yang Ia kehendaki dan memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Amin.


riza almanfaluthi
astaghfirullah...
dedaunan di ranting cemara
08:40 31 Oktober 2006

No comments: