18 April 2007

Antara Umar dan Khalid

Monday, February 20, 2006 - Antara Umar dan Khalid


Saya tertarik dengan apa yang diungkapkan Saudari saya ini pada tulisannya yang berjudul ”Ketika Saya Berkuasa”. Tepatnya pada paragraf sebagai berikut:

Khalid ketika menjadi gubernur Armenia terpeleset lebih banyak menggunakan uang demi kekuasaannya daripada untuk rakyatnya. Yang akhirnya membuat Umar bin Khattab gregetan sehingga menarik kembali Khalid ke Madinah.

Tapi..itu bukan berarti Umar menghinakan Khalid..tapi beliau menyelamatkan Khalid dari ketergelinciran godaan dunia. Buktinya ketika Khalid meninggal..Umar menangis dan mengatakan penyesalannya tidak sempat mengembalikan kedudukan Khalid di tempat yang semestinya.

Kalimat ”terpeleset lebih banyak menggunakan uang demi kekuasaannya daripada untuk rakyatnya” mengguncang kotak memori saya. Dan betulkah pada saat itu beliau sudah menjadi gubernur Armenia? Dari buku yang pernah saya baca sahabat yang berjuluk Pedang Allah ini tidak demikian kiranya. Sehingga dengan kepenasaran ini kembali saya bongkar-bongkar buku sejarah lama.

Dari beberapa referensi tersebut, hanya satu yang benar-benar detil menceritakan tentang pemecatan panglima Khalid bin Walid oleh Khalifah Umar bin Khaththab ra yakni di buku yang ditulis oleh Muhammad Husin Haekal yang berjudul Umar bin Khattab: Sebuah Telaah Mendalam tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya Masa Itu (penerbit Litera AntarNusa, 2002).

Sebelumnya saya tidak akan menceritakan siapa sahabat Khalid bin Walid ini karena sudah banyak kitab dan tulisan yang menulis biografi beliau. Dan saya pun tidak akan menyalin tulisan pada buku di atas karena akan membutuhkan banyak halaman untuk hanya menginformasikan tentang peristiwa pemecatan ini.

Setelah saya membacanya perlahan-perlahan, saya sedikit banyak kembali mendapatkan gambarannya yang sempat terlupa. Berikut gambarannya secara ringkas:

Pada saat Baitulmukaddas atau Yerusalem telah ditakhlukkan, para panglima perang kembali menuju tugasnya masing-masing untuk mengatur adminsitrasi pemerintahan wilayahnya masing-masing. Abu Ubaidah menuju Hims, Yazid bin Abi Sufyan tinggal di Damsyik, dan Khalid bin Walid menuju Kinnasrin (Bukan Armenia).

Namun kembali ada pemberontakan di utara Syams, pasukan muslimin pun kembali dikirim dan berhasil meredakannya. Tidak berhenti di situ mereka kembali bergerak terus ke arah utara menuju Armenia. Dan Khalid bin Walid dikirim ke Armenia untuk menanamkan rasa gentar dalam hati musuh. Dalam ekspedisi itulah Khalid bin Walid membebaskan banyak tempat dan memperoleh rampasan perang yang sangat banyak.

Sesudah itu ia kembali ke Kinnasrin dengan membawa ghanimah. Dan mendengar kedatangannya yang membawa harta benda itu banyak sekali orang dari sana- sini meminta bantuan berupa hadiah dan Khalid pun cukup bermurah hati kepada mereka. Salah satunya kepada Al-Asy’as bin Qais sebesar sepuluh ribu dirham. Inilah pokok permasalahannya.

Berita itu didengarnya oleh Umar Ra, dan ia marah besar karena sebelumnya ia mendengar sebelumnya tentang kabar Khalid yang menggosok badannya dengan khamar saat di Armenia. Khalid menjawab bahwa pada saat itu tidak ada bahan pembersih selain khamar.

Dalam masalah harta yang diberikan kepada Ibnu Qais ini, Umar ra menulis surat kepada Abu Ubdaidah supaya memanggil Khalid dan mengikatkannya dengan serban serta melepaskan topi kebesarannya sampai terungkap pemberiannya kepada Ibnu Qais: dari hartanya sendiri atau dari harta rampasan perang yang seharusnya disimpan untuk kaum dhuafa Muhajirin.

Sebenarnya kekhawatiran umar selain itu adalah pesona Khalid yang terlalu kuat di hampir sebagian besar prajurit sehingga dikhawatirkan ia akan terjerumus ke dalam puncak kesombongan dan kezaliman serta timbulnya pengkultusan diri Khalid.

Khalid pun datang, kemudian kurir yang diutus Khalifah bertanya kepadanya sampai tiga kali yang tidak dijawab oleh Khalid. Bilal pun mengambil topi dan merangkul kedua tangan Khalid ke belakang punggungnya dan mengikat dengan serbannya sambil bertanya: “Bagaimana? Dari harta Anda atau dari harta perolehan perang?”

Khalid terdiam dan Bilal pun mendesaknya, pada akhirnya Khalid berbicara bahwa harta yang diberikan kepada Ibnu Qais itu adalah harta pribadinya. Khalid bertanya-tanya kenapa Umar memperlakukannya seperti ini. Sehingga Khalid memutuskan untuk pergi menemui Umar di Madinah. Padahal tanpa sepengetahuan Khalid bahwa dirinya telah dipecat oleh Umar namun belum diberitahukan Abu Ubaidah karena kehalusan budi pekertinya yang tidak mau menyakiti hati sang Pedang Allah ini.

Sebelum maksudnya pergi ke madinah terlaksana, telah tiba terlebih dahulu surat dari Khalifah tentang pemanggilannya, baru saat itulah ia tahu bahwa dirinya dipecat oleh Khalifah. Ia kemudian memberitahukan kepada pasukannya tentang hal ini dan berpidato tanpa menjelek-jelekkan sedikitpun tentang Umar.

Setelah tiba di Madinah, di depan Umar ia menjelaskan darimana kekayaan itu. “Dari barang rampasan perang dan dari saham-saham. Yang selebihnya dari enam puluh ribu itu untuk Anda.” Umar menaksir barang-barang Khalid senilai delapan puluh ribu dirham, disisakan buat dia enam puluh ribu dan yang dua puluh selebihnya diambilnya dan dimasukkan ke dalam baitulmal.

Setelah itu Khalifah mengumumkan ke seluruh kota tentang pemecatan Khalid: “Saya tidak memecat Khalid karena benci atau karena pengkhiatan. Tetapi karena orang sudah terpesona, saya khawatir orang hanya akan percaya kepadanya dan hanya akan berkorban untuk dia. Maka saya ingin mereka tahu bahwa Allah Maha Pencipta dan supaya mereka tidak menjadi sasaran fitnah.”

Demikianlah kisah Khalid yang digambarkan melalui tiga puluh halaman di buku tersebut, alangkah lebih fahamnya jikalau pembaca membacanya langsung daripada membaca ringkasan saya ini yang bisa saja menjadi bias terhadap sikap Umar dan Khalid, karena pada senyatanya banyak juga yang berbeda penyikapan terhadap peristiwa itu berdasarkan kefanatikan mereka terhadap Umar atau Khalid.

Namun seperti yang diungkap oleh Haekal semoga Allah memberi rahmat kepada Khalid dan Umar, karena keduanya merupakan dua kekuatan yang paling tangguh. Semenanjung Arab terbuka luas bagi kedua kekuatan yang tadinya terpencil.

Dapat ditarik kesimpulan di sini bahwa Khalid pada saat itu bukanlah dalam keadaan menjabat sebagai Gubernur di Armenia melainkan Administrator di Kinnasrin (sebuah distrik di Damsyik—sekarang Damaskus). Namun benar Khalid mempunyai kaitan dengan Armenia karena pernah melakukan ekspedisi ke sana.

Terhadap masalah penggunaan hartanya Khalid telah menjelaskan terhadap Umar seperti telah disebutkan di atas yakni dengan menggunakan uang dari bagian rampasan perangnya (ghanimah) dan memberikannya kepada Asy’as bin Qais adalah dalam rangka memberikan penghargaan kepada seorang amir—pemimpin Kindah dan orang yang telah menghadapi cobaan berat dalam hal membebaskan Irak dan Syam. Berapa seringnya orang seperti Asy’as dan orang semacam dia terjun dalam beberapa peristiwa dan berjuang mati-matian menghadapi bahaya (h338).

Demikian sedikit apa yang saya temukan di buku tersebut. Mungkin ada referensi lain yang lebih baik lagi dan dapat dipertanggungjawabkan. Sesungguhnya kebenaran datangnya dari Allah semata. Dan Allahlah Mahatahu segalanya.





Maraji’ cuma satu (terjemahan lagi):

Umar bin Khattab: Sebuah Telaah Mendalam tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya Masa Itu; Muhammad Husin Haekal, Litera AntarNusa, 2002





riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

20:21 17 Pebruari 2006

No comments: