18 April 2007

IKHWAN KEGATELAN

IKHWAN KEGATELAN
(radd asysyubuhat)

Tak disangka ihkwan ini punya hubungan dekat dengan seorang penulis cerpen bernama pena Afifah Afra Amatullah. Istrinya mempunyai saudara kandung yang menikah dengan kakaknya penulis ini.
Karena saya telah membaca salah satu kumpulan cerpennya yang sudah dibukukan berjudul Genderuwo Terpasung maka saya pun meminta kepada sang ikhwan untuk memberikan nomor telepon seluler penulis muda itu.
Tapi apa coba sangkaannya kepada saya—walaupun ini diutarakan dengan nada bergurau, “akhi, ente mau cari istri kedua yah?”.
Yah, persangkaan yang salah telak. Dan ini tidak berhenti di situ saja. Ketika kemarin sore saya kembali meminta nomor telepon salah seorang akhwat yang sudah berkecimpung lama di forum diskusi ada pernyataan lagi yang muncul dari teman saya ini.
“Ck…ck…ck…Akhi, di sini sedang ditimpa musibah, ente telepon-teleponan sama akhwat. Nanti saya akan beri tahu nomornya via hape istrimu, yo…” suara jawa medoknya terdengar.
Salah telak yang kedua kalinya. Baru ia mengerti setelah saya beritahu bahwa sang akhwat ini sudah menikah ahad kemarin. So, saya cuma mau mengucapkan selamat dan sebuah doa: Barakallahu laka….
Dari dua kejadian ini saya berpikir kembali dengan semua sangkaannya itu. Memang saya ikhwan kegatelan apa? Sehingga selalu ada tuduhan-tuduhan itu ketika saya menanyakan sesuatu tentang lawan jenis. Apalagi dengan tuduhan meningkatkan status kejantanan seorang pria dengan beristri lebih dari satu.
Bagi yang pertama hanya untuk menyampaikan pujian dan kekaguman saya terhadap tulisannya itu. Saya pikir ini adalah untuk menunaikan salah satu haknya. Itu saja. Dan pada kenyataannya sampai tulisan ini dibuat pun tidak ada satu pesan pendek yang saya kirim. Atau berusaha mencoba dial nomornya. Tidak. Tidak sesekalipun.
Untuk yang kedua, jelas saya tidak bisa datang ke sana. Karena selain saya pun mendapatkan informasinya terlambat, lokasi yang jauh sekali (ini sebenarnya tidak bisa dijadikan alasan utama), belum bisa memberikan apa-apa sebagai hadiah pernikahan, dan terpenting adalah banyaknya agenda yang harus saya jalani akhir pekan kemarin, maka sudah selayaknya saya cuma bisa memberikan ucapan saja. So what getu loh…
Saya hanya ingin meniru apa yang dilakukan Hasan AlBanna yang sanggup menyentuh sisi-sisi terdalam dan paling sensitif dari seseorang yakni hatinya. Yang sanggup mengingat nama dan mengenal al-akh cuma karena ia menandatangani kartu keanggotaan jama’ahnya. Al-akh itu pun terkejut dan tersentuh hatinya ketika Hasan AlBanna yang baru pertama kali berkunjung ke daerahnya itu sanggup mengenalnya dari ribuan anggota jama’ah lainnya.
Maka hati adalah pintu untuk masuknya hidayah dan cahaya kebenaran. Hati adalah gerbang penentu penerimaan seseorang terhadap dirinya. Hati adalah segumpal buhul dari silaturahim. Maka dengan sentuhan hati dakwah ini menyebar ke segala penjuru mata angin.
Saya sungguh belumlah sanggup meniru apa yang Rasulullah saw sering lakukan dengan memberikan hadiah kepada banyak orang dan menjadikan ini sebagai sunnah buat ummatnya. Atau meniru apa yang dilakukan Hasan AlBanna dengan gampangnya ia mengingat nama orang, yang sebaliknya bagi saya seringkali mudah dilupakan.
Maka hanya ini yang bisa saya lakukan. Dan itu pun tidak hanya untuk makhluk bernama wanita, perempuan, akhwat, gadis, ibu-ibu, nenek-nenek atau apapun sebutan yang biasa engkau sandingkan. Tidak. Karena saya tahu dan engkau tidak tahu apa yang saya lakukan setiap hari.
Maka hanya ini yang bisa saya lakukan dengan menelepon ketika ia telah bertambah umurnya, menjenguk ketika ia sakit atau mendapatkan anugerah berupa sang penerus kehidupan, memberikan hadiah, mengirimkan surat, bersilaturahim tanpa direncanakan dan diberitahukan terlebih dahulu kepadanya. Atau bila ada rezeki berlebih maka menyisihkan sebagian rezeki itu untuknya. Dan masih banyak cara lain untuk menyentuh sensitivitas hati seseorang.
Insya Allah dengan ini, engkau akan menjadi terpercaya dimatanya. Memudahkan engkau menjadi mata air yang akan mengalirkan air kebaikan kepadanya. Engkau akan dikenang bukan untuk dipuji atau dikultuskan, tapi dikenang untuk dicontoh. Contoh dari prototype penuh kebaikan.
Sungguh, keutaman ada pada kebaikan walaupun kecil tapi dilakukan dengan istimroriyah, kontinyu, berkelanjutan. Niscaya unta merah pun engkau akan dapatkan. Insya Allah.
So, kiranya: julukan ikhwan kegatelan semoga tidak ada pada diri saya. Kalau iya, semoga masih ada obatnya di apotik. :-)




riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
10:35 31 Mei 2006

No comments: