19 April 2007

KYAI PORNO

KYAI PORNO

Dalam gurauan, julukan ini dilekatkan pada KH Ma’ruf Amin—Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)—saat ia mendapatkan amanah sebagai Ketua Tim Pengawal Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) MUI. Ia pun dalam gurauan yang lain disebut juga sebagai Ketua Teroris karena mengetuai Tim Penanggulangan Teroris yang dibentuk MUI.
Tidak hanya itu Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI ini pun mempunyai julukan sebagai Kyai Bankir karena konsistensinya dalam memperjuangkan penerapan syariah dalam sistem perbankan Indonesia. Istilah-istilah akuntansi, perbankan, instrumen keuangan lainnya seperti meluncur dengan ringan dalam setiap pembicaraannya. Tidak menandakan bahwa beliau mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda 180 derajat dengan apa yang ditekuninya sekarang.
Pandangan ini adalah sedikit banyak yang saya tangkap pada sesi yang dibawakan oleh Beliau dalam tema Peranan Dewan Syariah Nasional dalam Pengembangan Perbankan Syariah.
Sesi ini adalah sesi terakhir dari rangkaian sesi sepanjang tiga hari mulai tanggal 04 Juli s.d. 06 Juli 2006 kemarin yang berjudul Executive Overview of Islamic Bank. Overview yang diselenggarakan oleh PT Bank BNI bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) dan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus ini memang sangat menarik sekali.
Di samping bahwa hal ini merupakan sesuatu yang baru bagi aparat pajak—karena sesi yang dibahas sama sekali tidak berkaitan dengan masalah perpajakan yang biasa digeluti—juga memberikan pemahaman yang luas betapa pentingnya penerapan syariah dalam kehidupan perekonomian terutama penerapan syariah dalam sistem perbankan Indonesia.
Sebelum membahas pada hal-hal yang lebih teknis dari perbankan syariah para peserta Overview diberikan pemahaman pentingnya syariah terlebih dahulu di sesi pertama dengan tema berjudul Islamic Way of Live dan Sumber Daya Insani Bank Syariah. Pada sesi ini dijelaskan tentang filosofi dari perbankan syariah.
Setelah sesi pertama yang dibawakan oleh Direktur LPPI ini, M Arie Moodito, kemudian dilanjutkan dengan sesi kedua dengan pembicara yang sama dengan tema pembahasan Konsep Dasar Sistem Ekonomi Islam. Lalu tema Konsep Riba, Interest, dan Uang menurut Islam dijadikan sebagai sesi terakhir pada hari itu.
Hari kedua diisi oleh Ketua ASBISINDO (Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia), Wahyu Dwi Agung, dengan dua tema lain yakni Prinsip Penghimpunan Dana dan Jasa Bank Syariah dan Prinsip Investasi dan Pembiayaan Bank Syariah.
Di sinilah para peserta Overview diajak untuk lebih mengenal produk-produk apa saja yang dijual oleh bank syariah. Tentunya juga dibumbui dengan permasalahan yang sedang panas dibahas oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan kalangan perbankan syariah yakni masalah pengenaan pajak pada transaksi Murabahah.
Tidak berhenti sampai di situ, pada hari ketiga sesi-sesi tersisa dibawakan oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Sesi bertema Dasar-dasar Akuntansi Bank Syariah dibawakan oleh Sri Yanto, Ak Direktur Teknik dari Ikatan Akuntan Indonesia.
Lalu tentang Kebijakan Bank Indonesia dalam Pengembangan Perbankan Syariah dibawakan oleh Nasriwan, pejabat dari Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. Dan sesi terakhir seperti disebutkan di awal dibawakan oleh salah seorang tokoh nasional yang biasanya hanya dapat saya jumpai di televisi dan surat kabar, yakni KH Ma’ruf Amin.
Sungguh akan membutuhkan banyak halaman untuk menuliskan secara lengkap apa yang diperoleh dari overview tersebut, namun setidaknya ada beberapa fakta–fakta dari perkembangan perbankan syariah sejak berdirinya sampai sekarang ini. Ini sedikit yang bisa saya tangkap:
1. Tahun 1990 rekomendasi Lokakarya MUI untuk mendirikan perbankan syariah;
2. Tahun 1992 memasuki era dual banking system Indonesia dan mulai beroperasinya BPRS dan Bank Umum Syariah;
3. Tahun 1998 memungkinkan bank konvensional dapat membuka unit usaha syariahnya dengan dikeluarkannya UU Nomor10 tahun 1998
4. Tahun 1999 beroperasinya unit usaha syariahdari bank umum konvensional;
5. Tahun 2000 diterapkannya instrumen keuangan syariah yang pertama yang menandai dimulainya kegiatan di pasar keuangan antarbank dan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah;
6. Tahun 2001 Dibentuknya satuan kerja khusus di Bank Indonesia;
7. Tahun 2002 disusunnya Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah;
8. Tahun 2003 disusunnya naskah akademis RUU Perbankan Syariah dan dikeluarkannya fatwa bunga bank haram oleh MUI;
9. Tahun 2004 disusunnya ketentuan persyaratan, tugas, dan wewenang Dewan Pengawas Syariah;
10. Tahun 2005 penjajagan ketentuan jaringan secara lebih efisien dan berhati-hati;
11. Potret Perbankan Syariah Indonesia per Maret 2006: Bank Syariah mempunyai FDR/LDR sebesar 106,96% sedangkan perbankan Nasional Cuma 56,25%;
12. NPF/L Syariah sebesar 4,27% sedangkan Nasional 8,5%.
13. Aset Perbankan Syariah 18,23 Trilyun dengan jaringan sebanyak 22 Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sedangkan BPRS sebanyak 94 unit;
14. PSAK 59 untuk akuntansi Perbankan Syariah;
15. Di Bank Indonesia masalah perbankan syariah ini hanya digawangi oleh sebuah direktorat bernama Direktorat Perbankan Syariah. Belum ditangani oleh pejabat selevel Deputi Gubernur;
16. Perkembangan Bank Syariah mempunyai efek domino terhadap munculnya instrumen keuangan syariah atau sektor lainnya:
- obligasi syariah;
- asuransi syariah;
- sektor riil berbasis syariah (antara lain hotel syariah, juga bengkel syariah?);
- kurikulum pendidikan (dari SMP hingga PT);
- voluntary sector (ZISWAF);
- aspek hukum dan perundang-undangan;
- perusahaan pembiayaan syariah;
- pasar modal syariah;
- reksadana syariah.

Sampai saat tulisan ini dibuat Rancangan Undang-undang Perbankan Syariah belum menemui kata final padahal pada saat yang sama Singapura berkeinginan untuk menjadi negara dengan istrumen keuangan syariah terbesar di dunia. Apa yang dilakukan negara jiran ini (rencana penerbitan sukuk misalnya) adalah langkah cerdik untuk menyerap dana menganggur pascaWTC dan booming harga minyak dunia. Salah satu caranya adalah dengan mereformasi sistem perpajakannya agar sistem keuangan syariah tersebut lebih dilirik.
Hal yang selalu terlambat dilakukan oleh Indonesia dalam menarik investasi dari Timur Tengah. Padahal sudah ditengarai bahwa para investor dari Timur Tengah tersebut lebih menyukai berinvestasi ke Indonesia dibandingkan ke Filiphina (yang telah mulai menerbitkan sukuk), Singapura, dan China. Ini dikarenakan Indonesia mempunyai kedekatan aqidah dengan mereka dan sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Saat ini adalah era syariah. Apa yang diceritakan oleh KH Ma’ruf Amin dapat menjadi bukti. Suatu saat perusahaan yang bergerak di bidang keuangan ingin membuka produk syariahnya. Untuk mewujudkannya mereka harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan pemegang saham asing—penguasa 40% saham perusahaan tersebut—yang berada di Singapura dan London. Jawaban dari mereka: ”Anda sudah terlambat, karena era sekarang adalah era syariah.”
Perekonomian dunia berbasis syariah sudah menjadi suatu keniscayaan dan akan menjadi sistem ekonomi dunia yang benar-benar nyata menggusur sistem kapitalis yang amat menindas. Sekali lagi ini adalah suatu keniscayaan karena sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”


Bahan Rujukan: banyak makalah dari overview


Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
20:35 06 Juli 2006
riza.almanfaluthi@pajak.go.id

No comments: