19 April 2007

CALON GUBERNUR KUDU BISA BACA ALQURAN

CALON GUBERNUR KUDU BISA BACA ALQURAN

Ini mungkin menjadi yang paling unik dan satu-satunya di dunia, tes membaca Alqur’an untuk setiap calon kepala daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Berarti setiap calon yang tidak lulus dari tes ini maka ia dipastikan tidak akan lolos menjadi bakal calon gubernur NAD. Karena salah satu syarat dari berbagai macam syarat menjadi gubernur NAD setiap calon harus mampu membaca Alqur’an dengan baik dan benar tepatnya tartil dan sesuai dengan ilmu tajwid.
Ini yang saya dengar dan lihat dari berita di televisi saat dilakukannya tes tersebut di Masjid Baiturrahman. Walaupun sampai detik ini saya belum mendengar kabar terakhir dari hasil tersebut tapi setidaknya bagi saya ini merupakan capaian prestasi mengagumkan dari negeri serambi Mekkah ini untuk mencari pemimpin yang benar-benar amanah dan sesuai syariat Islam tentunya. Suatu capaian dahsyat setelah negeri itu diterpa dengan kekejaman rezim terdahulu, perang saudara, dan bencana terpedih yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Aceh sendiri tapi seluruh saudara-saudaranya ditanah air tercinta ini.
Penerapan syarat kemampuan membaca Alqur’an ini tentunya merupakan satu capaian sukses dari capaian-capaian lainnya. Seperti yang kita ketahui bersama salah satu capaian lainnya itu adalah penerapan hudud berupa hukuman cambuk bagi para pelaku maksiat seperti judi dan zina. Suatu hal yang ditentang habis-habisan oleh para sekuler negeri ini tanpa memahami kerinduan yang dirasakan masyarakat Aceh terhadap penerapan syariat Islam di negeri itu.
Ada satu pertanyaan menggelitik dari diterapkannya uji kemampuan membaca Alqur’an ini. Apakah kemampuan membaca Alquran itu mempunyai relevansi yang signifikan dengan keberhasilan sang pemimpin untuk dapat menyejahterakan masyarakatnya, menghilangkan ketidakjujuran yang bermuara ke korupsi, mengurangi kriminalitas dan parameter-parameter lainnya dari keberhasilan suatu kepemimpinan daerah?
Tentunya jawaban yang akan diberikan adalah jawaban yang panjang sepanjang perkembangan peradaban Islam yang bermula pada era keemasan rasulullah saw sampai saat ini. Dari janji Allah dan RasulNya yang mulia Muhammad SAW, maka dapat dipastikan jawabannya adalah 100% ya. Dengan satu syarat jika Alquran itu tidak sekadar dibaca oleh pemimpin yang memang mampu untuk membacanya. Jika sang pemimpin itu, tidak berhenti di titik itu saja. Sang pemimpin harus mampu untuk mennadabburi dan mengamalkannya. Itu saja.
Ya, Bagaimana mungkin dia mampu mengetahui isi Alquran yang merupakan pedoman itu sedangkan ia tidak mampu untuk membacanya. Tidak cukup dengan terjemahannya? Tentu tidak, karena aktivitas membaca Alquran adalah aktivitas bernilai ibadah yang satu hurufnya bisa bernilai 10 kebaikan. Yang bila dijumlahkan terdapat berjuta-juta nilai kebaikan. Bila diulang-ulang terus maka dilipatkan pula nilai kebaikan yang didapat itu. Maka sang pemimpin pun menjadi seseorang yang mempunyai modal untuk melangkah kepada kebaikan-kebaikan lainnya.
Tidak hanya itu selain mendapatkan nilai kebaikan sang pemimpin akan mempunyai kekuatan ruhiyah, intelektual, atau sikap mental yang tinggi, positif dan tidak mudah tertipu dengan kenikmatan semu karena Alquran adalah cahaya yang menerangi, pengingat dan rahmat bagi umat manusia.
Aktivitas membaca Alquran itu pun adalah jalan bagi para pemimpin untuk memperoleh petunjuk kebenaran dan menjadikan dirinya senantiasa sensitif terhadap kemungkaran. Ia akan mampu untuk memperoleh satu syarat mutlak kepemimpinan dalam Islam yakni kemampuan membedakan kebenaran dan kebathilan sebagaimana salah satu nama Alquran itu sendiri adalah Alfurqon yakni pembeda (antara yang hak dan batil). Ia akan mampu membedakan kebenaran yang berada pada cahaya—pada akhirnya selesailah semua permasalahan—dengan kebatilan yang selalu berada di sisi gelap atau kejahiliyahan yang merupakan sumber masalah umat dan perintis munculnya masalah.
Semua inilah yang memang harus lekat pada diri pemimpin-pemimpin kita. Agar senantiasa mereka tercerahkan dan selalu memikirkan keadaan rakyatnya. Dan saat ini kita memang merindukan pemimpin yang demikian, tidak hanya untuk rakyat Aceh juga semua rakyat Indonesia yang merindukan terciptanya negeri tercinta ini menjadi baldatun thoyyibatun warobbun ghoffur. Kapan ia akan datang? Tunggu saja...

121. Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya[84], mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. [Al Baqarah]


****
Intermezo:

1. Ustadz Hidayat Nurwahid hafal 30 juz (berita ini sedang dalam konfirmasi)
2. Mantan Menteri Agama juga hafal 30 Juz, tapi dituduh melakukan korupsi. Siapa salah? Alqur’an mungkin sekadar bacaan saja. Nul Aplikasi.
3. Salah satu menteri di New Era pernah berkunjung ke sebuah pesantren dan berdialog dengan dengan salah satu santri kecil di sana yang sudah hafal 30 juz, Sang Menteri bertanya: ”berapa juz lagi dek hafalnya...? Weks...





riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
02:46 11 September 2006

No comments: