19 April 2007

Anti Hukuman Mati

Anti Hukuman Mati


Sampai saat ini saya tidak mengerti jalan pikiran orang-orang yang menentang hukuman mati. Biasanya argumentasi yang biasa mereka kemukakan adalah kita sebagai manusia tidak punya hak untuk mencabut nyawa manusia. Ini adalah merampas hak yang paling hakiki milik Tuhan. Berkenaan dengan masalah si terkuhum mati itu telah menghilangkan nyawa orang lain dan melakukan pelanggaran berat sebelumnya ini masalah lain.
Argumen lainnya ialah hukuman mati ini tidak memberikan kesempatan kepada si terhukum untuk menginsyafi perbuatannya dan membuktikan pertaubatannya kepada masyarakat. Ada lagi argumen tentang siapa yang akan menanggung dosa dari si terhukum sebagaimana sebuah komentar yang mampir di blog saya terkait dengan eksekusi Tibo dkk. Begini komentarnya:

Posted by Anonymous[Not Login]
sapakah yg akan menangung dOsa krn mengambil nyawa tibO dkk???bukankah itu jUga bukan hak hukum yg katanya adil tapi kasat mata...hapUskan hUkUman Mati di IndOnesia!!!!itU bUkan keadIlan...itU hanya sekeDar..napsU pembalasan Dendam...

Menanggapi ini menurut saya tidak usah memakai dalil-dalil seabrek-abrek. Karena walaupun dikemukakan dalil segunung tetap saja tidak bisa dipahami jika hati ini tiada punya iman terhadap syariat Allah.
Tentang masalah hak Tuhan, kata siapa Tuhan tidak memberikan hak tersebut kepada kita. Syariat Islam sudah mengatur hal sedemikian rupa. Coba buka Al-Qur’an deh, niscaya kita banyak menemukan kisas ini. Sebagai clue, coba buka 2:178, 2:179, 5:45, 6:151, 17:33. (Maaf saya tidak menampilkan ayat-ayatnya karena seperti sudah saya kemukakan di atas, tidak perlu tampilan dalil di sini).
Yang kedua tentang bahwa manusia tidak berhak merampas nyawa manusia lainnya, lalu kenapa si terhukum tidak pernah memikirkan bahwa perbuatannya menghilangan nyawa (misalnya) manusia lainnya adalah perbuatan tercela dan tiada hak. Aneh jika kita menggunakan asas ketidakseimbangan dalam menimbang permasalahan ini.
Dan kata siapa pula itu bukan keadilan, bahkan hukuman itu adalah bentuk dari keadilan itu sendiri. Secara naluri kemanusiaan, maka keluarga yang ditinggalkan karena dibunuh itu merasa tidak pernah puas dan tidak rela melihat kematiannya. Dan ia akan menuntut balas. Jika ini tidak diselesaikan dengan syariat maka niscaya balas dendam tidak akan berkesudahan.
Ini bukan pula NAFSU tapi ini NALURI. Maka Islam datang dengan syariatnya itu untuk mendudukkan persoalan itu kembali pada tempatnya. Dengan hukuman mati inilah cara terefektif menghentikan dendam. Walaupun secara syariat pula Islam memberikan jalan keluar bahwa hukuman mati tidak akan dilaksanakan jika pihak keluarga memaafkan si pembunuh dan si pembunuh membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
Tentang dosa Tibo, ya tentu dosa ditanggung sendiri. Dalam Islam Pahala dan dosa menjadi milik manusia itu sendiri. Tidak ada seseorang yang berbuat dosa lalu dosanya ditimpakan kepada yang lain. Enak saja kalau begini… Memangnya malaikat pencatat amal manusia itu tidur dan buta? Lalu bagaimana dengan para hakim dan pelaku eksekusi itu apakah mereka berdosa? Menurut saya mereka tidaklah berdosa karena mereka menjalankan hukum yang telah memutuskan bahwa Tibo dkk bersalah. Mereka dilindungi oleh hukum. Enggak percaya? Kita lihat saja di akhirat nanti .
Kalaulah saja mereka memakai nuraninya dan pula memakai akalnya maka niscaya mereka akan memahami ternyata ada begitu banyak hikmah dan kebaikan di balik kisas ini. Sebagaimana Allah menjanjikan adanya jaminan kelangsungan hidup bagi manusia dalam kisas tersebut bahkan puncaknya menjadikan para penerap kisas ini mendapatkan gelar orang-orang yang bertakwa layaknya hasil yang didapat bagi orang-orang yang berpuasa di ramadhan. Orang yang dikisas pun tidak akan mendapatkan balasan di akhirat—ini pun jika ia bertaubat.
Salah satu hikmah lainnya adalah timbulnya efek jera dalam masyarakat. Biasanya yang anti hukuman mati akan bertanya: ”mana buktinya? Tidak ada penurunan signifikan dalam angka kriminalitas.” Ya, betul, karena hukuman mati yang dilaksanakan di Indonesia dilaksanakan tertutup dan diam-diam. Yang kita pun–masyarakat awam—ini tidak bisa meyakini orang tersebut sudah tewas atau belum karena banyak dugaan adanya teori konspirasi dan lain-lain. Lalu kalau begini, bagaimana bisa menggedor urat-urat syaraf jera dan ketakutan bagi masyarakat.
Yang benar adalah pelaksanakan hukuman mati tersebut dilakukan di tengah keramaian atau di suatu lapangan yang bisa ditonton banyak orang dan diliput besar-besaran, disiarkan langsung oleh media elektronik. Saya yakin kalau kejadiannya begini, angka kriminalitas di negeri ini akan turun. Insya Allah.
Kalau kita mau melihat statistik kecil tentang penerapan syariat ini maka kita bisa melihat di Bulukamba dengan data sebagai berikut:
Tingkat kriminalitas di Bulukamba, Sulawesi Selatan, setelah diterapkannya Perda Anti Maksyiat di tahun 2002 sampai dengan sekarang:
A.
2002 : 220 (dengan berbagai jenis kejahatan)
2003: 148 (dengan berbagai jenis kejahatan)
2004 : 87 (dengan berbagai jenis kejahatan)
2005 : 13 (dengan berbagai jenis kejahatan)
B.
Salah satu detilnya adalah:
Statistik dari Perkosaan.
2002: 41
2003: 3
2004: 3
2005: NIHIL
Statistik Pencabulan.
Tahun 2004: 2
Tahun Lainnya Nihil.

C.
Dari 10 Jenis Kejahatan, Di Tahun 2005 Cuma Tiga Kejahatan Saja:
1. Pembunuhan Sebanyak 2 Kasus
2. Psikotropika 2 Kasus
3. Miras 9 Kasus
Sumber: Makalah Fauzan Al Anshari dari Polres Bulukamba.
Bila kita melihat data di atas yang hanya didasarkan dengan penerapan hukuman nonfisik seperti denda dan kurungan maka kita bisa melihat kecenderungan angka kriminalitas yang semakin menurun. Apalagi kalau kisas benar-benar diterapkan. Maka percayalah kehormatan dan keamanan manusia akan terjamin. Insya Allah. Bila demikian mengapa masih anti dengan hukuman mati?



Riza Almanfaluthi
dedaunan di ramadhan indah
09.14 04 Oktober 2006

No comments: