19 April 2007

VIRUS KAWASAKI BUKAN VIRUS MURAHAN

VIRUS KAWASAKI BUKAN VIRUS MURAHAN




Hasil Ekokardiografi pada jantung anak pertama kami, Haqi, menunjukkan hasil negatif dari akibat serangan virus Kawasaki—virus luar negeri yang dideteksi telah masuk Indonesia setahun lalu. Ini sangat melegakan kami yang sempat panik saat seminggu lalu (08/09) mendapat vonis dari dokter spesialisasi anak di salah satu rumah sakit ibu dan anak Depok, bahwa haqi terkena virus ini.
Awalnya tiga minggu lalu, Haqi sepulang dari sekolah mengadukan apa yang dideritanya. Sekujur tubuhnya terutama di bagian badan menderita bercak-bercak merah seperti tampak. Kami menanggapinya dengan biasa-biasa saja karena ini mungkin cuma penyakit kulit biasa saja. Lalu kami meminta obat antiseptik kepada tetangga kami, seorang bidan yang juga membuka rumah persalinan di komplek kami.
Namun, obat antiseptik itu tidak bekerja dengan baik. Tapi malah suhu badan Haqi semakin bertambah, oleh karena itu esoknya kami memutuskan untuk membawanya ke dokter klinik terdekat di daerah kami. Alhamdulillah, setelah diberi obat-obatan dari dokter tersebut, suhu badan Haqi berangsur-angsur turun, dan setelah kurang lebih dua hari bercak-bercak itu hilang. Dokter Cuma mendiagnosa bercak-bercak itu sebagai akibat panas dalam yang diderita Haqi.
Anehnya, setelah itu kulit tangan Haqi terutama di bagian telapak tangan dan juga di jari-jari kakinya mengelupas. Tapi ketika kami tanyakan apa yang dirasakan sekarang oleh Haqi, ia cuma menggeleng saja. Kulit yang mengelupas itu sempat menjadi bahan mainan Haqi, dengan gunting ia pun memotong kulit yang benar-benar telah mengelupas itu. Hasil dari kulit yang mengelupas itu adalah telapak tangan Haqi menjadi kemerahan dan terasa kasar.
Tidak hanya kulit tangan yang mengelupas, sudut-sudut bibirnya pun seperti luka, dan lidahnya sakit karena sariawan. Puncaknya dua minggu setelah bercak-bercak itu muncul, Haqi kembali panas sambil merasakan sakit di lidahnya itu. Kami pun mencoba konsultasi ke dokter spesialisai anak untuk masalah sariawan ini sekalian bertanya tentang mengapa anak ini kurus sekali walaupun asupan susunya banyak.
Ternyata oleh dokter yang diperhatikan bukanlah masalah sariawannya tetapi bekas bercak-bercak di badan serta kulit telapak tangan yang mengelupas itu. Setelah mendengar keterangan kami dan melihat secara fisik kondisi Haqi (suhu tubuhnya naik menjadi 39 derajat celsius) Dokter pun mendiagnosa bahwa Haqi terkena Kawasaki Diseases. Penyebabnya adalah virus yang bila tidak ditangani secara dini maka akan berkomplikasi ke Jantung.
Dokter pun memerintahkan kami supaya memeriksa darah Haqi di laboratorium terlebih dahulu. Selain itu dokter memberikan resep obat yang salah satu obatnya itu mengandung ibuprofen—bila diberikan kepada anak yang terkena virus kawasaki maka tidak akan ada pengaruh. Karena menunggunya hasil lab itu terlalu lama, sedangkan Haqi sudah merengek-rengek minta pulang dan sudah tidak kuat menahan sakit di lidahnya, maka kami putuskan untuk pulang dengan menitipkan hasil lab itu kepada salah seorang tetangga kami yang kebetulan sedang bekerja di lab tersebut.
Malam harinya, suami tetangga kami itu—sebut saja Pak Jumani—mengetuk pintu kami dan menyerahkan hasil lab tersebut dan memberitahukan bahwa Haqi ditengarai positif terkena virus Kawasaki. Saran dokternya adalah segera dilakukan ekokardiografi. Lalu bila besok pagi panasnya tidak turun maka harus segera kembali ke dokter tersebut.
Syukurnya di tengah kepanikan kami Pak Jumani yang juga seorang analis lab itu mengendorkan kepanikan kami. Ia mengatakan bahwa hasil lab memang sudah pasti tapi diagnosa dokter bisa berbeda-beda. Oleh karena itu kami disarankan untuk mencari second opinion sekalian ekokardiografi di rumah sakit anak dan bersalin (RSAB) Harapan Kita. Apa yang dikatakannya melegakan kami ditambah keesokan harinya suhu badan Haqi sudah turun. Dan kami putuskan untuk menunda mencari second opinion itu pagi itu, tapi setelah obat ini habis.
Hari ini (14/09), seminggu setelah kami mendapat vonis itu, kami menuju RSAB Harapan Kita untuk menuntaskan rasa kepanasaran kami apalagi ditambah setelah kami membaca artikel-artikel yang kami cari di Internet tentang virus ini. Membaca semua itu jelas mengagetkan kami, apalagi ini efeknya akan terasa kembali 10 tahun lagi bagi si penderita. Kami tidak bisa membayangkan bahwa anak kami ini kan mengalami kelainan jantung.
Segera setelah konsultasi dengan dokter spesialisasi anak kami dirujuk untuk dilakukan ekokardiografi di dokter lain pada rumah sakit yang sama—dr Syarif namanya. Setelah mendengarkan penjelasan kami dengan teliti, terutama mengecek bermulanya derita itu secara detil per tanggal, dr. Syarif menyarankan kami untuk dilakukan ekokardiografi. Saran yang diutarakan kepada kami dengan segan-segan karena ini menyangkut biaya dan setelah secara rinci dijelaskan tentang kegunaan dari tes ini.
Syukurnya kami tidak terperanjat dengan biaya yang diajukan oleh dr. Syarif, karena kami sudah bertekad untuk menuntaskannya. Biayanya Rp300.000,00 hanya untuk tes tersebut, belum termasuk jasa dua orang dokter dan jasa rumah sakit.
Hasilnya seperti yang dijelaskan di awal, jantung anak kami normal-normal saja. Katup-katup, arteri koronernya normal. Tidak ada yang bermasalah. Dr Syarif pun mengatakan bahwa gejala-gejala yang diderita sangat berlawanan dengan apa yang menjadi karakter serangan virus yang hanya menyerang anak-anak ini.
Alhamdulillah, tuntas sudah rasa kepenasaran kami, tinggal melanjutkan mencari penyebab mengapa badan anak kami selalu kurus. Kami dirujuk untuk konsultasi ke dokter kulit dan kelamin, dokter THT, dan melakukan serangkaian tes lagi yaitu tes mantuk dan rontgen dada. Setelah berkonsultasi dengan dokter Syarif, konsultasi dan pengobatan ini bisa sambil jalan saja, tidak harus dilakukan pada hari ini.
Terpenting adalah kepastian yang menggembirakan kami dari hasil ekokardiografi tersebut bahwa anak kami tidak terserang virus Kawasaki. Karena bila terserang, penyembuhannya lama berkisar dua sampai dengan tiga bulan, obatnya pun sungguh mahal sekali. Sebotol dosis tertentu mencapai harga Rp3.500.000,00. Dan ini tergantung dengan berat badan si penderita, bila si anak beratnya mencapai 25kg, maka obat yang diperlukan sebanyak 10 botol (2,5kg/botol). Hitung saja...ternyata virus ini virus mahal, virus luar negeri dan bukan kampungan pula. Semoga anak-anak kita terhindar dari virus ini.

Sebagai informasi tambahan, berikut salah satu artikel mengenai virus ini:

Virus Kawasaki Mengancam Jiwa Anak
24 Agustus 2005
Di ambil dari http://www.cbn.net.id/

Setelah digegerkan virus flu burung, kini, masyarakat dikejutkan dengan adanya virus Kawasaki. Virus Kawasaki yang menyerang seorang anak dan dirawat di RS Harapan Kita tidak perlu terlalu dikhawatirkan mengingat virus tersebut sangat langka di Indonesia. Dan, menurut Menkes Siti Fadillah Supari, virus Kawasaki ini selalu ada, tapi bisa diobati.

"Virus Kawasaki itu memang selalu ada. Itu virus biasa. Tapi, pada orang-orang tertentu, ada yang mengakibatkan reaksi imunologis yang akan berefek pada jantung," kata Menkes kepada wartawan usai silaturahmi bersama pejabat eselon I Depkes dengan pemimpin media massa di Hotel Twin Plaza, Slipi, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Anak yang dirawat di RS Harapan Kita memang memiliki gejala klinik yang mirip virus Kawasaki. Virus yang pertama kalinya muncul di Jepang ini, menimpa anak dan berkomplikasi dengan pembuluh darah jantung. "Kemarin yang di Harapan Kita itu, tampaknya begitu. Tapi ini bisa diobati," lanjut Menkes. Kasus virus Kawasaki ini masih sedikit di Indonesia. Tahun lalu, tercatat ada dua orang yang terkena virus ini.

Demam Tinggi, Waspadalah!
Lalu, apa sih virus kawasaki itu atau dalam dunia medis dikenal dengan Sindrom Kawasaki atau sindrom kelenjar getah bening Mukokutaneus, Sindrom ini merupakan suatu penyakit non-spesifik, tanpa agen infeksius tertentu. Penyakit ini menyerang penderita pada bagian selaput lendir, kelenjar getah bening, lapisan pembuluh darah dan jantung. Penyebab pasti dari Sindrom Kawasaki hingga saat ini belum diketahui. Namun diperkirakan penyebabnya toksin superr antigen bakteri yang dikeluarkan staphylococcus aureus atau oleh grup A. streptococci, demikian menurut uraian Dr. Susilo, spesialis anak.

Penyakit ini pertama kali ditemukan di Jepang sekitar tahun 1960-an. Dan, penyakit inipun menyerang anak berumur 2 bulan sampai S tahun dan 2 kali lebih Bering ditemukan pada anak laki-laki, lanjut Susilo. Sekitar 80 persen kasus ditemukan pada balita. Kasus sindrom kawasald terjadi banyak pada musim dingin atau musim semi di beberapa negara. Jepang merupakan negara yang paling banyak ditemukan kasus ini. Puncaknya terjadi pada tahun 1984 - 1985. KLB dilaporkan pemah terjadi pada beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Penyakit ini telah tersebar diseluruh dunia. Namun cara penularan belum diketahui dan belum ada bukti terjadi penularan dari orang ke orang. Bahkan masa inkubasi dan masa penularan virus kawasaki belum diketahui.

Memang untuk mendiagnosis penderita terserang virus Kawasaki bukanlah perkara mudah, ujar Susilo. Diagnosis baru dapat dilakukan bila terjadi demam yang turun naik dengan suhu tubuh 39 derajat celcius selarna lebih dari 5 hari. Dan, demam tersebut tidak memberikan respon terhadap asetaminofen maupun ibuprofen dalam dosis normal. Gejala lain yang perlu diperhatikan terjadi kerewelan pada anak dan tampak mengantuk. Kadang anak merasakan nyeri dan kram di perut.

Selain itu terjadi pula ruam kulit di batang tubuh dan di sekeliling daerah yang tertutup popok. Atau dapat pula ruam terjadi di bagian selaput lendir, lapisan inulut clan vagina misalnya. Anak yang terserang penyakit Kawasaki menunjukkan pula gejala seperti bibir merah, kering dan pecah-pecah, lidah merah seperti stroberi, dan tenggorokan merah.

Dalam beberapa minggu, ada tiga fase perkembangan dari penderita virus kawasaki, yakni fase demam akut berlangsung kira kira 10 hari yang ditandai dengan demam tinggi, kelainan kulit yang muncul secara cepat dan mendadak sebagai akibat dari penyakit, pembengkakan kelenjar, kulit merah karena terjadi pelebaran pembuluh darah. Setelah fase akut, terjadi fase subakut yang berlabgsung kira-kira dua minggu ditandai dengan demam, trombositosis, pengelupasan sisik-sisik lapisan tanduk epidermis (desquamasi), dan mulai menurunnya demam. Sedangkan fase berikutnya adalah fase konvalesen yang panjang ditandai dengan menghilangnya gejala klinis.

Komplikasi Jantung
Sebenarnya, jika gejala awal cepat diketahui maka penanganan penyakit akan cepat dilakukan. Yang justru dikhawatirkan dengan penyakit kawasaki ini jika terjadi komplikasi.

Sebab, sekitar 5-20 persen penderita mengalami komplikasi jantung, yang biasanya timbal pada minggu ke 2-4. Jika tidak terjadi komplikasi jantung, biasanya akan terjadi pemulihan sempurna. Sekitar 1-2% penderita meninggal, biasanya akibat komplikasi jantung; 50% diantaranya meninggal pada bulan pertama, 75% meninggal pada bulan kedua, 95 % meninggal pada bulan keenam. Tetapi kematian bisa terjadi 10 tahun kemudian dan kadang secara tiba-tiba.

Komplikasi bisa berupa peradangan adangan arteri koroner yakni arteri yang membawa darah ke jantung, pelebaran bagian dari arteri koroner (aneurisma), peradangan kantung jantung (perikarditis), peradangan otot jantung (Miokarditis akut, gagal jantung, dan kematian otot jantung (infark miokard). Penyakit sindrom kawasaki selain komplikasi dengan jantung, dapat pula terjadi komplikasi lainnya, seperti ruam yang tidak biasa, nyeri atau peradangan sendi (terutama sendi-sendi yang kecil), peradangan non-infeksius pada selaput otak (meningitis aseptik), peradangan kandung empedu, dan diare.

Pengobatan yang Tepat

Karena sindrom kawasaki tidak diketahui penyebabnya secara pasti, jadi tidak ada cara untuk pencegahan. Yang terpenting untuk Anda adalah segera menghubungi dokter bila anak Anda terserang demam tinggi. Demam tersebut apakah dengan gejala atau tanpa gejala dari sindrom kawasaki. Dengan pemeriksaan segera dokter dapat mengetahui segera sebab-sebab dari demam.

Dan, bila buah hati Anda dinyatakan terserang virus kawasaki, maka pihak medis akan segera memberikan pengobatan. Pengobatan dini secara berarti dapat mengurangi resiko terjadinya kerusakan pada arteri koroner dan mempercepat pemulihan demam, ruam dan rasa tidak nyaman. Selama 14 hari diberikan immunoglobulin dosis tinggi melalui infus dan aspirin dosis tinggi melalui mulut. Setelah demam turun, biasanya aspirin dalam dosis yang lebih rendah diberikan selama beberapa bulan untuk mengurangi risiko kerusakan arteri koroner dan pembentukan bekuan darah.

Pemeriksaan EKG akan dilakukan beberapa kali untuk mendeteksi adanya komlikasi jantung. Aneurisma yang besar diobati dengan aspirin dan obat anti pembekuan (misalnya warfarin). Aneurisma yang kecil cukup diatasi dengan aspirin. Jika anak menderita influenza atau cacar air, untuk mengurangi resiko terjadinya sindroma Reye, sebaiknya untuk sementara waktu diberikan dipiridamol, bukan aspirin.

Waspadai Gejala Berikut
• Demam yang turun-naik, tetapi biasanya diatas 39° Celsius, sifatnya menetap (lebih dari 5 hari) dan tidak memberikan respon terhadap asetaminofen maupun ibuprofen dalam dosis normal
• Rewel, tampak mengantuk
• Kadang timbul nyeri kram perut
• Ruam kulit di batang tubuh dan di sekeliling daerah yang tertutup popok
• Ruam pada selaput lendir (misalnya lapisan mulut dan vagina)
• Tenggorokan tampak merah
• Bibir merah, kering dan pecah-pecah
• Lidah tampak merah (strawberry-red tongue),
• Kedua mata menjadi merah, tanpa disertai keluarnya kotoran.
• Telapak tangan dan telapak kaki tampak merah, tangan dan
kaki membengkak
• Kulit pada jari tangan dan jari kaki mengelupas (pada hari ke
10-20)
• Pembengkakan kelenjar getah bening leher
• Nyeri persendian (atralgia) dan pembengkakan, seringkali simetris (pada sisi tubuh kiri dan kanan).
Pemeriksaan Medis
Ada beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk penderita sindrom kawasaki, yakni:
• EKG. yang bisa menunjukkan tandatanda dari miokarditis, perikarditis, artritis, meningitis aseptik atau vaskulitis koroner,
• Hitung darah lengkap, yang menunjukkan peningkatan jumlah sel darah, putih dan anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah); pemeriksaan darah berikutnya menunjukkan peningkatan jumlah trombosit,
• Rontgen dada,
• Analisa air kemih yang bisa menunjukkan adanya nanah atau protein dalam air kemih.
Penanganan Penderita
• Bila ada kasus dilaporkan ke instansi kesehatan dengan segera.
• Isolasi tidak dilakukan.
• Tidak diperlukan desinfeksi serentak.
• Tidak perlu karantina.
• Imunisasi dengan kontak tidak dilakukan.
• Investigasi dilakukan jika terjadi KLB untuk mengetahui etiologi dan faktor risiko.
Sumber: Tabloid Ibu & Anak



Riza Almanfaluthi
Dedaunan Di Ranting Cemara
02:43 14 September 2006

No comments: