19 April 2007

KADO TERAKHIR BUAT TIBO, DOMINGGUS, DAN MARINUS

KADO TERAKHIR BUAT TIBO, DOMINGGUS, DAN MARINUS




Eksekusi yang saya tunggu-tunggu Sabtu dinihari kemarin ternyata batal juga. Tibo Cs tidak jadi ditembak oleh satu regu eksekutor. Yusuf Kalla--di Kompas hari ini (senin, 14/8)--menyatakan ada pertimbangan yang diberikan oleh SBY sebagai presiden yakni pertama adanya kesibukan dalam memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia dan kedua suara-suara protes dari elemen masyarakat, juga dari Vatikan.



Mantap, Indonesia, sekali lagi, selalu lemah di bawah tekanan asing. Dan lagi-lagi tidak berdaya. Apapun alasannya pemerintah bagi saya ini merupakan suatu bentuk kelemahan. Memperpanjang ketidakpedulian terhadap penegakan hukum. Tapi kita lihat apakah pemerintah juga bersikap adil terhadap rencana eksekusi Amrozi dkk. Saya tidak mempunyai urusan kepada para pelaku bom bali tersebut. Tapi bila tetap dipaksakan juga untuk dilakukan eksekusi terhadap mereka, sedangkan kepada Tibo Cs ditunda-tunda lagi, maka tampak sekali bahwa ketidakadilan sudah dilakukan oleh pemerintah. Tentunya kita tahu siapa pihak asing yang bisa menekan pemerintah kita.



Dan saya setuju pula bahwa eksekusi pun harus dilakukan terhadap para narapidana yang sudah habis upaya perlawanan hukumnya sampai ke tingkat grasi. Entah itu dari kasus narkoba atau kasus pembunuhan. Hendaknya pula agar menimbulkan efek jera--sebagaimana amanat falsafah hukum--maka eksekusi itu dilakukan di hadapan khalayak ramai, di lapangan terbuka dan diliput oleh media. Jangan ditutup-tutupi seperti sekarang ini. Yang eksekusinya dilakukan dinihari dan hanya orang-orang tertentu saja yang boleh melihatnya. Maka saya yakin tidak ada terapi kejut yang bisa diterima oleh masyarakat. Dan saksikan saja angka kriminalitas pun tidak mempunyai perubahan yang signifikan ke arah penurunan.



Kembali kepada masalah eksekusi Tibo Cs, pemerintah kiranya lupa terhadap penderitaan yang dirasakan oleh korban yang lolos dari kekejian Tibo Cs dan para keluarga korban yang tewas dibantai mereka. Betapa tidak ratusan--bahkan ada yang mengatakan ribuan--nyawa melayang akibat ulah bejat gerombolan kelelawar pengecut seperti mereka yang bisanya cuma menganiaya dan membunuh orang-orang yang tak bersalah dan tak berani untuk berhadapan face to face dengan pasukan putih dari pihak muslim.



Suara-suara elemen masyarakat--Sampai-sampai Gubernur Nusa Tenggara Timur, asal salah satu pelaku tersebut, pun ikut-ikutan--yang memprotes eksekusi dengan alasan bahwa Tibo Cs bukan aktor intelektual menjadi alasan utama permintaan penundaan itu. Bagi saya itu cuma alasan yang mengada-ada. Dibuat-buat.



Dan bagi saya, sungguh amat terlambat bagi kepolisian mencari-cari siapa saja dalang dibalik peristiwa itu setelah sekian lama peristiwa itu terjadi. Mengapa tidak sedari dulu investigasi itu dilakukan agar tampak yang benar-itu benar dan yang salah itu tetap salah. Tapi lagi-lagi kiranya seperti ada awan gelap menyelimuti kasus ini. Tapi berdasarkan hasil persidangan dan persaksian para korban hidup yang melihat Tibo Cs sebagai pelaku langsung dari aksi pembantaian itu sudah menjadi bukti cukup untuk segera menembak jantung mereka agar tidak lagi diberikan kesempatan untuk menarik nafas di muka bumi ini.



Kiranya saya tidak usah berpanjang lebar mengurai masalah Tibo ini, karena sudah puluhan berita media yang mengupas masalah ini. Namun terlihat sekali ada dua blok terbentuk dalam kasus Tibo ini. Yang membela dan menginginkan eksekusi Tibo Cs adalah mereka yang mempunyai afiliasi ideologis yang sama dengan tiga penjahat besar tersebut. Kelompok minoritas yang didukung medianya, nasional dan lokal tentunya—sampai-sampai ada liputan TV yang mengungkapkan sisi-sisi kemanusian Tibo Cs yang mereka buang entah kemana saat menyembelih para santri.



Dan kelompok kedua adalah kubu para korban dan ormas-ormas Islam yang minim dukungan dari media. Tentunya mereka inilah yang merasakan kekecewaan berat atas penundaan tersebut. Kini mereka dan saya tentunya tinggal menunggu janji dari pemerintah bahwa eksekusi tersebut tetap akan dilaksanakan setelah peringatan 17 Agustusan ini. Saya harap ini merupakan kado terbesar dan terakhir buat Tibo Cs.



Jika tidak, maka makin teranglah sikap pemerintah ini, seterang sinar matahari di siang bolong. Dan tentunya kita lihat betapa terpuruknya nasib pencari keadilan jika ia adalah seorang muslim. Itu saja bagi saya.












riza almanfaluthi



uneg-uneg yang tiada habisnya



dedaunan di ranting cemara



10:21 14 Juli 2006

No comments: