UNTUK TIBO DI AKHIRAT
di sebuah milis ada sebuah puisi yang luput dari perhatian, lalu tak sengaja terbaca. Membaca puisi (dilampirkan di bagian bawah) itu sepertinya lupa dengan fakta nyata pembaintaian itu, maka saya buatkan puisi ini.
UNTUK TIBO DI AKHIRAT
by: Riza Almanfaluthi
Untuk sebuah ketidakadilan
dimanakah kehidupan akan ditanam
bahkan dalam mimpi pun tidak akan pernah usai bercerita
tentang kepedihan anak-anak Walisongo
dengan tubuh bersimbah darah
daging yang terserpih di tanah kering
dan melaut dari aliran sungai
ada jejak-jejak kebengisan tawamu
keangkuhanmu, kebencianmu
menyelip di antara kilau parang-parang
yang kini berwarna merah segar
tapi sungguh kemunafikan
mengendemi pada segelintir watak
menuntut keadilan pada dunia
tapi mudah lupa pada dosa diri
ah, betapa banyak orang tertipu
dengan fiturmu di televisi dulu
seakan engkau seorang hamba Tuhan terbaik di dunia
padahal engkau adalah seperti yang terusir dari surga
ah, betapa banyak yang menyoraki kemunafikan itu
bahkan dengan air mata buaya
merintih-rintih pada waktu yang menjepit
bebaskan...bebaskan...
ah, kini serapah itu tinggal kenangan
bahkan serapah itu cuma ada di hati para pembuat syair
ah, dunia kini aman tanpamu...
mungkin saat ini
di sana
di akhirat
engkau sedang dituntut anak-anak Walisongo itu
pembelaan apa lagi yang akan engkau berikan...?
dari siapa lagi engkau harapkan...?
dari penyair dunia?
lupakan saja
22 September 2006
----- Original Message -----
From: "LEONOWENS SP"
To:
Sent: Thursday, September 21, 2006 6:28 PM
Subject: [FLP] [POETRY] UNTUK TIBO DKK.
UNTUK TIBO DKK.
Untuk sebuah keadilan.
dimanakah kematian akan dituai?
tidak! tidaklah demikian keadilan itu
ketika kematian hanyalah sepenggal hasrat
demi mencari serpihan jerit keadilan
Untuk sebuah kebenaran.
dimanakah kemunafikan ditabur?
oh, kebenaran yang tergenggam kemunafikan
sangatlah erat! hingga kemunafikan adalah bahasa
demi mengubur sejatinya kisah kematian
Untuk sebuah kebajikan.
dimanakah kisah dusta terlahir?
ya, kebajikan yang dirahimi oleh dusta
dipersembahkan demi keangkuhan sang malapetaka
hingga kebajikan itu lumat, tiada berjejak.
Oh. ketika jeritmu kepada keadilan!
merintih pilu di malam yang sarat kepedihan
untuk sebuah kematian yang bukanlah kau penentunya
demikian dengan takdirmu, tergores dalam, sangatlah dalam.
oleh kuku-kuku sang penguasa, menancap kokoh di bumi yang celaka
dan segala luka rasamu, diperihkan oleh tawa penjunjung dusta
kini, kau di sebuah malam penantian. akan kulukis jeritan
'tuk penuhi segala serapahku di bumi yang meronta.
September 2006, Leonowens SP
No comments:
Post a Comment