18 April 2007

BENTENG TAKESI

Monday, March 13, 2006 - BENTENG TAKESI



Maaf kali ini Anda salah duga, Benteng Takesi ini bukanlah benteng yang akan diperebutkan oleh para peserta dalam suatu acara permainan televisi asal negeri sakura yang pernah ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta.

Tapi Benteng Takesi ini adalah hanya salah satu Pokja dalam suatu tim sukses pemilihan kepala desa di suatu wilayah di Kabupaten Bogor. Ya, bulan Juli mendatang hajat besar pemilihan umum lokal akan diselenggarakan di sana.

Kali ini, sebut saja Pak Ade, alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-Program Diploma Tiga Perpajakan Departemen Keuangan angkatan tahun 1992 mencoba peruntungannya untuk menjadi kepala desa. Beliau yang telah keluar dari instansi Direktorat Jenderal Pajak dan kini masih bekerja sebagai pegawai salah satu asuransi syariah terkemuka di Indonesia diberikan amanah dakwah untuk mencalonkan diri dan berpartisipasi dalam suatu pesta lima tahunan yang aromanya sengit dengan politik uang.

Untuk itu dibentuklah tim sukses untuk mendukung beliau yang kebanyakan berasal dari kader-kader Partai Keadilan Sejahtera. Mungkin tim ini adalah salah satu tim yang benar-benar menyusun dirinya dengan manajemen yang paling rapih. Di sana ada Ketua Tim, sekretaris dan bendahara, serta Pokja-pokja yakni Pokja Mas Parto, Pokja Pusdok Dai, dan Pokja Benteng Takesi.

Pokja Mas Parto adalah Pokja silaturahim ormas, parpol, dan tokoh masyarakat, yang tugasnya antara lain melakukan silaturahim dengan segala macam elemen masyarakat yang ada di Desa Ragajaya.

Sedangkan Pokja Pusdok Dai adalah Pokja Pusat Dokumentasi Data dan Informasi yang tugasnya antara lain melakukan pendataan dan pemetaan wilayah kantong-kantong pendukung.

Dan Pokja Benteng Takesi adalah Pokja Bentuk Centeng Atasi Keamanan dan Situasi yang anggotanya bertugas antara lain untuk melakukan antisipasi dan koordinasi pengamanan dan situasi gawat darurat. Dibentuknya pokja ini krusial karena semua sudah mafhum bahwa pemilihan kepala desa rawan sekali bentrokan antarpendukung.

Oleh karena itu untuk memimpin pokja ini telah ditunjuk al-akh yang mempunyai Qawiyul Jismi yang mumpuni dan biasa menangani hal ini. Kebetulan sekali profesinya pun tidak jauh-jauh dari unsur kekerasan yakni tukang jagal hewan. Maka melihat darah bercucuran dari tenggorokan hal yang sudah biasa bagi beliau. (Untuk kepanitiaan ini beliau telah diwanti-wanti untuk tidak melihat tenggorokan orang, maaf ini cuma joke belaka).

Tapi sayangnya tim sukses ini baru dibentuk pekan-pekan ini saja. Sedangkan tim sukses dari kandidat lain—preman, mantan kepala desa periode lalu, dan kepala desa yang masih menjabat saat ini—sejak enam bulan yang lalu sudah melakukan banyak manuver. Contohnya yang dilakukan oleh salah satu kandidat--yang benar-benar berpofesi sebagai preman di sana—memberikan tiga ekor kambing pada salah satu komplek perumahan terbesar di sana untuk pesta tahun baruan.

Atau kepala desa saat ini yang akan mengakhiri jabatannya itu sedang melobi Anggota DPRD Pemerintah Kabupaten untuk mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur tentang syarat pendidikan minimal SMU bagi calon kepala desa. Bila benar-benar aturan ini dikeluarkan sudah pasti dua kandidat lain yakni preman dan mantan kepala desa akan tersingkir. Tapi tanpa diketahui—mungkin salah satu atau sedikit keuntungan dengan sosialisasi yang terlambat, adalah sebenarnya masih ada calon kuat bagi sang kepala desa, yakni Pak Ade ini. Karena dari segi intelektualitas beliau mengungguli dan telah dikenal sebagai ustadz.

Tim sukses ini juga mempunyai tugas berat berupa sosialisasi bakal calon kepada masyarakat desa. Walaupun sudah dikenal di dua komplek perumahan—40% suara ada di sini—ditambah banyak kader Partai Keadilan Sejahtera yang berada di dalamnya, tapi sosialisasi intens tetap diperlukan terutama kepada masyarakat kampung.

Tak kalah pentingnya adalah bagaimana tim sukses dengan dana terbatas memberikan pemahaman dan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Karena sekali lagi Pak Ade ini di dukung secara All Out (karena beliau juga adalah kader inti) oleh Partai Keadilan Sejahtera yang mengusung slogan Bersih dan Peduli pada masa kampanye pemilu lalu, maka sudah tentu politik uang menjadi sesuatu yang diharamkan.

Dan ini adalah suatu hal yang paradoksal dari pakem yang sudah terlanjur melekat di benak seluruh masyarakat desa di republik ini. Bahwa slogan Anda Jual Saya beli atau Anda Tawar Saya Kasih sudah mendarah daging dalam pesta besar itu. Maka sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, masyarakat pun berbondong-bondong pergi ke setiap calon kepala desa untuk meminta barang sepuluh atau dua puluh ribu untuk setiap suara yang akan diberi.

Calo-calo suara mengatasnamakan kelompok besar masyarakat pun bermunculan bak cendawan di musim hujan. Serangan fajar yang dilakukan banyak calon kepala desa pula menjadi harapan bagi sebagian masyarakat agar setidaknya ada tambahan untuk uang dapur.

Tidak lupa, banyak juga orang yang menawarkan diri untuk ikut bergabung dalam barisan tim sukses calon kepala desa. Karena sudah tentu banyak fasilitas yang akan didapat oleh anggota tim berupa minimal telepon genggam baru, sepeda motor, bahkan gaji dan mobil untuk keperluan sosialisasi.

Tokoh-tokoh pendekar dari gudang jawara seperti Banten, Betawi, dan Cirebon pun didatangkan sekadar untuk melakukan penjagaan di rumah-rumah dan di setiap aktivitas calon kepala desa. Maka sudah barang tentu ikutannya pun tidak mau ketinggalan, seperti perang bermacam-macam ilmu sihir: santet, teluh, dan pagar ghaib.

Pemenuhan semuanya itu membutuhkan uang yang tidak sedikit dan sang calon kepala desa pun tidak keberatan untuk mengeluarkannya. Jika hal demikian yang terjadi maka apa yang akan dipikirkan pertama kali oleh sang kepala desa terpilih adalah bagaimana dapat balik modal. Kembali masyarakat pula yang akan menjadi korban dan sudah banyak fakta yang membuktikannya.

Semua itu tidak bisa diatur dan disamakan dengan aturan pemilihan umum anggota dewan ataupun presiden, karena entah aturannya yang belum ada atau pun kalau ada tidak ketat dan jauh dari penegakkannya, hal seperti ini selalu tampak nyata dan berulang dalam setiap pemilihan kepala desa.

Semuanya itu menjadi tugas berat bagi tim sukses Pak Ade, selain tidak dibayar dan minim fasilitas, maka semua sumber daya yang ada dari para kader seperti kendaraan bermotor siap-siap untuk dipinjamkan demi kesuksesan dakwah yang dipantau dengan seksama oleh Dewan Pimpinan Daerah.

Walaupun sudah mempunyai modal berupa kemenangan Partai Keadilan Sejahtera di pemilu tahun 2004 kemarin, namun sedikit banyak ketokohan sang calon tetap perlu ditonjolkan. Melihat keberlangsungan pilkada di berbagai daerah tidak menjamin partai pemenang pemilu dapat memenangkan calon kepala daerah yang didukungnya.

Sungguh tugas berat bagi Pak Ade dan tim suksesnya untuk mendobrak tembok berupa politik uang dan pemahaman pragmatis dari masyarakat desa ini. Bisakah Pak Ade memenangkannya dengan mengandalkan intelektualitas dan ketokohan yang baik?

Dengan hanya mengandalkan dana-dana yang dikumpulkan dari para kader yang tak seberapa? Dengan hanya mengandalkan hubungan baik dan silaturahim intens? Tanpa ada iming-iming hepeng? Bisakah ia menjelaskan dengan penjelasan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat yang meminta uang darinya? Dan seribu pertanyaan lainnya. Cuma waktu yang bisa menjawabnya.

Dan Insya Allah pasti bisa, jika semuanya itu disandarkan pada Pemilik sandaran yang mahakokoh, pada Sang Pemilik hati yang dapat membolak-balikkan hati. Pada kedekatan tanpa hijab dengan-Nya di setiap malam. Allohua’lam bishshowab.







riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

21:53 12 Maret 2006

riza.almanfaluthi@pajak.go.id

No comments: