24 April 2007

KONTEMPLASI: MENULIS DENGAN HATI

KONTEMPLASI: MENULIS DENGAN HATI [CURHAT
MURAHAN]
Setelah
menimbang-nimbang apa yang terjadi pada diri saya sampai
menemukan suatu kebuntuan untuk berpikir dan juga
menuangkannya dalam sebuah tulisan adalah karena saya salah
pergaulan. Salahnya di mana? Dulu saya sampai sanggup untuk
menulis dengan mudahnya apa yang saya rasakan saat ini. Cerita
apa saja. Cerita tentang kesedihan dan kegembiraan. Dan cuek
bebeknya saya tentang hasil apa yang didapat dari tulisan
tersebut. Bagus buruk tidak dipedulikan lagi. Yang penting
menulis. Kini ada suatu keengganan kalau saya belum menemukan
mood di hati dan tema yang pantas untuk diungkap maka saya
berhenti menulis. Maka apa yang terjadi. Saya gagap untuk
menulis.
Bahkan untuk menulis inipun hampir-hampir tidak jadi
karena saya pikir ini sebuah curhatan murahan yang gak pantas
untuk ditaruh di blog saya. Tapi saya tepis semua itu. Saya
berusaha mengingat motivasi awal dulu untuk menulis di blog
ini. Belajar menulis. Yup, betul. Senantiasa untuk belajar
menulis. Dengan itu kepekaan kita akan terasah. Dengan itu
akan mudah kembali mencari mood yang sempat hilang. Dengan itu
saya akan mudah menyusun paragraf demi paragraf pada kehidupan
kita yang paling remeh temeh sekalipun.
Kembali kepada salah pergaulan itu adalah saya sering
dan gemar memelototi setiap perdebatan dalam suatu diskusi.
Alhasil sebagian waktu digunakan untuk mencari mencari
argumen-argumen yang tepat untuk membalas argumen-argumen ayng
diajukan oleh lawan diskusi. Otomatis tiada upgrade diri.
Sampai-sampai saya merasa kelelahan sendiri. Puncaknya adalah
sebuah kesimpulan: Saya salah bergaul.
Dulu sewaktu saya masih memantau dengan teliti
tulisan-tulisan Azimah Rahayu, Bayu Gawtama, tulisan-tulisan
di Eramuslim, tulisan-tulisan penuh perenungan maka saya bisa
merasakan getaran hati yang tidak kasat. Saya mudah menulis
sebuah kontemplasi diri. Menulis sebuah cerita sederhana dari
seorang kawan, penuh hikmah dan penuh teladan. Menulis sebuah
pencerahan. Menulis dengan hati.
Dan saya terkejut, apa yang saya tulis dengan
benar-benar dari hati--yah menurut saya sih demikian--adalah
JANGAN SEPERTI NIRINA. Di awal Januari 2007 yang lalu. Bahkan
yang sebelumnya adalah di tulisan AKU BUKAN JUFAT DAN GHULLAT
SAYYID QUTHB sekitar Bulan Mei 2006 lalu. masya Allah sungguh
lama sekali. Hampir satu tahun yang lalu.
Cuma satu penyebabnya. Muroqobatullah yang semakin
terkikis dari diri saya. Astaghfirullahal'adzim. Ya, bagaimana
bisa saya akan bisa memberikan sebuah pencerahan sedangkan
diri saya sendiri bukan lagi sebagai sumber dari sebuah cahaya
pencerahan. Gelap. Hitam.
Sungguh, betapa banyak saya mengemis pada-Nya agar
sudi aku menggigit selandang kebesaran dan rahmat-Nya. Tapi
senantiasa itu pula saya tak mampu menahannya lebih lama.
Tergelincir lagi ke lubang yang sama. Duh, dosaku...Atau
karena rintihan saya yang jarang terdengar di tengah malam.
Untuk menghiba-hiba ampunannya. Karena Ia mengerti rintihan
saya cuma rintihan palsu, tiada bermakna maka Ia biarkan saya
menemukan jalan-Nya. Agar saya tersadar segera. Ah, kini saya
berusaha mencari kembali jalan itu.
Maka upaya kecil untuk memulainya adalah dengan tidak
salah bergaul mungkin adalah langkah tepat. Tidak mudah
terpancing untuk berdebat karena itu akan mengeraskan hati.
Tidak mudah mengeluarkan argumentasi-argumentasi yang cuma
kesannya saja ilmiah tapi jauh dari sentuhan hati. Karena niat
yang sudah salah bukan karena-Nya.
Lagi, kembali saya akan membaca banyak tulisan penuh
perenungan diri, tulisan-tulisan yang jauh dari kontroversi
dan perdebatan tiada henti. Kemudian sedikit demi sedikit
merubah gaya blogku sebagai suatu catatan harian bukan semata
tulisan yang ingin dianggap ilmiah atau sebagai cetak biru
dari sebuah buku. Karena dua hal inilah yang senantiasa
menghalangi saya menulis apa saja di blog ini. Apa saja
tentang kehidupan yang saya temui setiap saatnya. Bahkan pada
detik ini saat menulis huruf ini.
Ditambah meluangkan waktu untuk memberikan komentar
pada postingan blogger di Cicadas ini mungkin bisa merampas
waktuku agar tetap punya empati, peduli pada sesama. karena
kalau diingat-ingat sebelum saya menemukan kembali DSH saya
yang sempat hilang. Produktivitas menulis saya sangat tinggi.
Tapi kalau dingat-ingat pula penurunan produktivitas itu
dimulai sejak saya menjadi moderator di DSH. Memantau begitu
banyak postingan agar sesuai dengan visi dan misi DSH. Ah,
bagaimanapun jangan mencari kambing hitam untuk semua
kelemahan saya ini.
So, saat ini saya punya komitmen untuk mengupayakan
langkah-langkah kecil seperti di atas tadi agar terwujud, agar
saya menemukan tulisan saya keluar dari hati, agar saya
menemukan kembali jalan-Nya. Insya Allah. Terimakasih ya
Allah.



ps: Alhamdulillah, saya bisa menulis ini. Setelah sempat
ragu-ragu apakah saya bisa menulis dan berniat menghapusnya
saat satu paragraf pertama tertulis.


dedaunan di ranting cemara
Riza Almanfaluthi
11:42 03 April 2007
riza.almanfaluthi@pajak.go.id

No comments: