Laa Khouf, Jangan Takut Menulis
Monday, December 19, 2005 - Laa Khouf, Jangan Takut Menulis
Semuanya berkumpul di kepala ini keinginan untuk menuliskan sesuatu. Tapi apa hendak dikata, saat pena telah terpegang di tangan, lembaran kertas kosong terhampar di atas meja, atau saat program pengolah kata terbuka di depan mata, tidak ada satu huruf pun yang muncul di layar atau tertoreh hitam di atas putih. Tetap kosong. Kalaupun ada huruf yang muncul selalu tombol backspace atau delete menjadi penyapu hingga tetap bersih, atau dengan coretan tegas panjang menimpa satu atau dua kata yang sempat tertulis.
”Saya tak bisa menulis,” selalu kesah itu yang muncul. Ada apa ini?
Kalau diibaratkan kepala kita adalah teko yang telah terisi penuh dengan air maka sudah sunnatullah, air itu akan tumpah keluar. Kecuali di ujung mulut teko ada penutup rapat yang menyebabkan air tak bisa keluar. Lalu penutup apa yang menghalangi dan menyumbat isi kepala kita sehingga tak bisa mengeluarkan seluruh ide yang ada padanya dalam bentuk tulisan?
Hanya satu, perasaan TAKUT. Takut salah, takut di nilai orang lain, takut di hina, takut di banding-bandingkan, takut tidak trend, takut tidak runut, takut terlihat bodoh, takut tidak nyastra, takut tidak nyambung, dan seribu satu alasan ketakutan lainnya itu.
Ketakutan itu muncul karena satu sebab saja. Kita tidak mau dilihat jelek oleh orang lain. Maka hasilnya sungguh menakjubkan, ketakutan itu menjadi penghalang besar bagi sebagian orang untuk menulis. Bila kita selalu dihantui ketakutan itu maka yakinilah seumur hidup kita tidak akan pernah menulis satu huruf pun. Bahkan satu karakter pun tidak, entah titik atau koma. Seperti Sundel Bolongkah rasa takut itu hingga kita menjadi paranoid dengan ketakutan itu sendiri? Lalu bagaimana, dong?
Hanya satu obatnya, cuek beybeh, jangan pernah pedulikan apa kata orang, jangan pernah sekalipun berpikir tentang penilaian orang lain, jangan pernah berpikir tentang teori njlimet kepenulisan. Biarkan ia mengalir apa adanya. Jangan pernah dihentikan sampai Anda memutuskan di mana titik terakhir itu Anda tempatkan. Lalu berhentilah sejenak saat Anda telah menemukan titiknya. Istirahatlah.
Setelahnya, Anda akan temukan huruf-huruf itu menjadi sebuah kata. Dan kata-kata itu menjadi sebuah kalimat. Dan kalimat-kalimat itu menjadi sebuah paragraf. Dan paragraf-paragraf itu begitu mudahnya, begitu gampangnya memenuhi lembaran kertas dan layar Anda.
Barulah Anda tidak bisa cuek beybeh disini. Anda harus care it. Anda harus menjadi editor bagi diri Anda sendiri. Minimal Anda harus memperbaiki kesalahan tulis yang ada pada karya Anda itu. Setelahnya pilihan kata yang tepat. Itu saja. Tidak lebih.
Tunggu dulu, ada satu lagi, ulangi terus langkah ini sampai Anda temukan betapa mahirnya Anda menyusun rangkaian kata itu. Sampai Anda temukan ternyata masih ada yang harus diperbaiki dalam tulisan Anda. Sampai Anda temukan betapa ketakutan itu hanya ada di awal langkah Anda. Betapa ketakutan itu hanya pada saat Anda akan memulai suatu langkah besar. Setelah itu ia menghilang bagaikan halimun ditelan pagi yang cerah dengan sinar mentari hangat tersenyum pada dunia.
Anda tidak percaya? Sekarang juga! Ambil pena, ambil kertas, and just do it!
Masih tidak percaya? Sesungguhnya tulisan ini diawali pula dari rasa takut.
***
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
disampaikan pada sesi ngeblog (nulis) itu mudah.
22:24 18 Desember 2005
No comments:
Post a Comment