17 April 2007

Kita Tak Bisa Berdiam Diri (Legalisasi Lokalisasi Judi)

Monday, December 19, 2005 - Kita Tak Bisa Berdiam Diri!!!




Bangsa ini sepertinya tidak sadar-sadar juga dengan banyaknya ujian yang menimpa. Tsunami yang meluluhlantakkan negeri Serambi Mekkah—salah satu contohnya—sebagai suatu peringatan yang tidak mungkin bisa dilupakan oleh anak cucu, hanya menggugah hati sesaat. Setelah itu dilupakan begitu saja tanpa mengambil ibroh dari peristiwa itu.

Ketidaksadaran itu diwakili oleh adanya para wakil rakyat yang pergi secara diam-diam melakukan studi banding tentang pemberlakuan judi yang berlaku di Negeri Pharaoh, Mesir. Memang sampai saat ini, Malaysia dan Mesir—mayoritas penduduknya Islam—terbilang cukup sukses mengelola perjudian di suatu wilayah khusus.

Ditilik pada masalah perjalanannya saja sudah menuai kontroversi. Di saat jutaan rakyat miskin masih bersusah payah memikirkan bagaimana bisa hidup atau tidak di keesokan harinya, di saat yang sama dengan ongkos yang dibiayai oleh pajak rakyat, rombongan anggota DPR sejumlah kurang lebih dua puluh orang—ikut pula di dalamnya anggota keluarga—pergi ke luar negeri tanpa memikirkan psikologis dari rakyat.

Dengan biaya akomodasi masing-masing sebesar empat puluh juta rupiah, belum termasuk tiket pesawat, perjalanan ini terasa seperti sia-sia, karena dilihat dari jadwal kunjungan yang dibuat hanya setengah hari saja benar-benar dilakukan untuk mengunjungi parlemen Mesir. Selebihnya hanya untuk pergi berwisata dan berbelanja.

Lagi pula kalau ditinjau dari agenda studi banding yakni mencari tahu tentang kesuksesan dalam pengelolaan judi, ini benar-benar keterlaluan sekali. Bagaimana tidak, karena sangat kontras dengan kebijakan dan komitmen yang dibuat oleh Kapolri Baru, Jenderal Sutanto dalam pemberantasan judi di tanah air ini. Pula hal ini— setelah isu terorisme kemarin—kembali menyakitkan hati umat Islam, karena ditinjau dari syariat yang dipeluk oleh mayoritas negeri ini tentu masalah judi ini sudah jelas keharamannya.

Pertanyaannya adalah mengapa perjalanan ini seperti dipaksakan? Dari apa yang diungkap oleh salah satu wakil dari Fraksi Partai Amanat Rakyat yang ikut serta dalam studi banding itu, bahwa perjalanan ini bermula dari adanya proposal yang diajukan oleh Lippo dan Djarum untuk bersedia mengelola perjudian di wilayah khusus. Proposal tersebut juga memberikan banyak jaminan yang menggiurkan, antara lain keuntungan judi itu untuk membangun gedung Sekolah Dasar di seluruh Indonesia dan menjamin kestabilan perekonomian nasional.

Namun semuanya ditepis oleh Jusuf Kalla saat di tanya oleh wartawan tentang hal ini. Ia membantah adanya proposal yang masuk dari Lippo dan Sampoerna (bukan Djarum). Hal senada diaminkan pula oleh Menteri Agama Republik Indonesia yang langsung menyatakan ketidaksetujuannya.

Memang, di saat pemerintah belum mampu menganggarkan 20% dari APBN untuk sektor pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional yang baru, maka tawaran rehabilitasi gedung SD itu menggiurkan sekali. Bahkan sangat membantu program pemerintah. Apalagi ditambah jaminan dapat menstabilkan perekonomian nasional.

Namun hendaknya pemerintah perlu memahami akibat buruk yang akan terjadi bila memaksakan diri membebek ”kesuksesan” dari Malaysia dan Mesir itu. Walaupun dua negara tersebut mayoritas beragama Islam—seringkali ini dijadikan argumen para pendukung judi—hal ini tidak bisa dijadikan alasan kehalalan dalam mengelola perjudian. Siapapun ia, entah pejabat atau kyai, tidak bisa mengubah status hukum dalam agama yang sudah jelas dan terang ini seterang matahari di siang bolong.



Mengapa bangsa ini tidak mencari kesuksesan-kesuksesan yang ada di negara lain tanpa melanggar ketentuan yang Allah gariskan? Terkecuali kalau memang sebagian besar bangsa ini mau menjadi teman Ali Sadikin yang rela untuk masuk neraka. Na’udzubillah.

Betul sekali di dalam judi ada manfaatnya, mungkin salah satunya di atas tadi. Tapi sungguh Allah telah menyatakan bahwa dosanya lebih besar daripada manfaatnya itu. Para ulama, ustadz, kyai, bapak guru sudah berbusa mulutnya menyitir ayat ini:

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan Judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.

Atau dengan ayat ini:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al-maa’idah:90)

Dan ini pula:

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Al-maa’idah:91)

Tidak ada yang didapat dari para penjudi kecuali 5 perkara yakni gelar sebagai pendosa, pengikut perbuatan syaitan, orang yang sial (tidak beruntung), penyebar permusuhan dan kebencian, dan orang yang lalai dari mengingat Allah dan Sholat.

Satu lagi adalah timbulnya kerusakan di muka bumi yang tidak hanya dirasakan oleh para penjudi atau pendosa itu tapi dirasakan pula oleh orang-orang yang berbuat kebaikan. Tidakkah mereka sadar dengan firman Allah ini:

”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.(Arrum:41)

Ibnu Qoyyim al-Jauza’i dalam kitab ad-Da’u wad-Dawa’ (Indonesia: Therapi Penyakit Hati) menulis:

”Suatu ketika Rasulullah saw bersama para sahabat melewati perkampungan kaum Tsamud. Beliau melarang mereka memasuki perkampungan tersebut, sehingga mereka meminta diizinkan sambil menangis. Rasulullah juga melarang meminum air mereka. Sehingga beliau memerintahkan agar roti (adonan) yang diadon dengan air mereka diberikan kepada onta-onta kandang, yang tidak digembala. Karena air pada kaum Tsamud terdapat bekas maksiat, dan juga pengaruh keburukan dosa-dosa yang nampak dalam berkurangnya buah dan segala sesuatu yang dapat dilihat dengan berbagai kejelekan dan kerusakan.” (p:120).

Akahkah kita belum sadar atas semua akibat yang akan ditanggung?

Kemudian apa jadinya dengan generasi penerus bangsa ini yang pendidikannya dibiayai dari uang judi? Kecuali yang akan muncul adalah kerusakan yang semakin parah melanda bangsa ini. Tiada ’nyala api’ keberkahan karena ia sudah dipadamkan dengan banyaknya ’air’ dosa yang disiramkan.

Pula mengapa para wakil rakyat kita menuruti keinginan dari segelintir orang yang hanya berkeinginan mengeruk keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan perasaaan mayoritas bangsa ini. Bila hal ini dipaksakan maka senyatanya adalah tirani minoritas. Dan kita tentu sudah tahu siapa di balik dua konsorsium besar itu.

Jikalau benar salah satu konsorsium itu adalah kelompok yang menjual saham perusahaan rokoknya kepada asing dan mendapat dana triyunan rupiah, maka sudah pasti banyak yang akan tergoda dengan iming-iming besarnya rupiah itu sebagai upaya menggolkan investasi barunya.

Di zaman dan di dalam negeri dimana duit sudah berbicara banyak maka ini benar-benar suatu perjuangan berat bagi para anak bangsa yang masih menginginkan negeri ini menjadi ’baldatun toyyibatun warobbun ghoffur’, untuk melakukan penentangan keras terhadap ide setan ini.

Pembentukan opini, demonstrasi, lobi-lobi, memperkuat jaringan antarindividu, ormas, dan partai Islam menjadi suatu hal yang niscaya untuk dilakukan sebagai wujud penentangan keras itu. Pula dengan pemantauan terhadap gerak-gerik para selebritis senayan perlu dilakukan agar tidak ada yang disembunyikan, disamarkan, dan supaya tidak kecolongan.

Jika semua berdiam diri, maka jangan pernah salahkan FPI dan sebagian dari komponen bangsa ini untuk turun tangan memberantas perjudian ini hatta berhadapan dengan laras panjang dan stigma teroris yang akan melekat padanya. Karena sesungguhnya mereka adalah yang membuat gentar, yang membuat takut, yang membuat gemetar para pecinta kebatilan dan kemaksyiatan.

Kita tidak bisa berdiam diri!!!

Tidak...!!!

Allohua’lam bishshowab.







Maraji’: - Berita pagi dan siang SCTV, 17 Desember 2005

- Therapi Penyakit Hati; Pustaka Mantiq, 1996




riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara

sedang menantikan tobatnya anggota DPR RI.

12:24 17Desember 2005

dedaunan02@telkom.net

http://10.9.4.215/blog/dedaunan

No comments: