17 April 2007

Cuma Kisah Sederhana 3: Sang Syekh

Wednesday, December 14, 2005 - Cuma Kisah Sederhana 3: Sang Syekh






Dalam sebuah halaqoh (pertemuan) di sebuah masjid di bilangan Bangka, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, seorang Syekh berasal dari Timur Tengah yang juga veteran perang Afghanistan sedang memberikan taushiyah kepada sekelompok anak muda yang dengan tekun menyimak semua perkataannya dengan bantuan seorang penerjemah.

Pada saat mereka asyik mendengarkan, tiba-tiba Sang Syekh terdiam saat melihat kedatangan seorang tua yang memasuki masjid tersebut. Ini membuat yang lainnya terheran-heran. Ditambah pula Sang Syekh tidak lagi melanjutkan taushiyahnya. Bahkan beliau meminta semua hadirin yang ada dalam halaqoh tersebut untuk diam sejenak.

Sang Syekh tampaknya tertegun dan terus memandangi orang tua yang saat itu sedang melakukan shalat. Beberapa saat, orang tua itu sudah menyelesaikan shalatnya. Setelah berdzikir dan berdoa, ia pun melangkahkan kakinya keluar masjid sambil tak lupa mengucapkan salam kepada peserta halaqoh.

”Subhanallah,” seru Sang Syekh.

”Ada apa Ustadz?” seorang hadirin bertanya keheranan.

”Masya Allah,” ucap Sang Syekh tidak menjawab.

”Memang ada apa Ustadz?” tanya hadirin yang lain.

Terlihat Sang Syekh masih melantunkan dzikirnya lagi nyaris tanpa terdengar. Hening sejenak.

”Tahukah kalian apa yang sedang aku rasakan,” tanya Sang Syekh dibantu oleh penerjemah.

”Tidak Ustadz!,” jawab hadirin hampir serentak.

”Saat aku melihat orang tua yang memasuki masjid tadi, hatiku langsung tergetar. Aku merasakan keteduhan yang sungguh luar biasa saat melihatnya. Aku merasakan seperti ada cahaya yang memancar darinya. Cahaya ketenangan. Cahaya yang hanya dimiliki oleh para orang sholih. Cahaya yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang bangun di sepertiga malam terakhir. Cahaya yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang ikhlas. Mahasuci Allah dan Segala Puji hanya untuk Allah yang telah mempertemukan aku dengan orang tua sepertinya,” tutur Sang Syekh panjang.

”Oleh karena itu aku meminta kalian untuk diam sejenak sampai orang tua itu selesai melaksanakan hajatnya. Sambil aku menikmati apa yang Allah berikan kepadaku. Nikmat merasakan ketenangan, kekhusyu’an, dan keteduhan dari orang tua itu. Sungguh, sungguh, sungguh luar biasa orang tua itu,” lanjutnya lagi. "Aku harus belajar banyak kepada dirinya, kepada kalian aku sarankan pula untuk menggali ilmu padanya.”

”Tahukah kalian siapakah dia?” tanya Sang Syekh kepada para hadirin.

”Ia adalah pemilik yayasan pendidikan Islam di sebelah Masjid ini Ustadz, ”jawab salah satu hadirin. ”Masjid ini pun dikelola oleh yayasan tersebut.”

”Ustadz Hasib namanya.”

***

Natijah (buah) dari keimanan seseorang dapat dirasakan oleh orang disekitarnya, yang tentunya pula memiliki kadar keimanan yang tak perlu diragukan lagi. Bahkan dalam tataran orang biasa pun natijah itu dapat dirasakan. Dengan tutur katanya yang halus, keteduhan yang terpancar dari wajahnya, sikapnya yang lemah lembut, pancaran mata yang menyejukkan, tiada yang keluar dari mulutnya kecuali kebaikan dan hujjah yang kuat.

Dengan keteguhan, kesabaran, dan kesalihan yang ia miliki maka siapa yang tidak mengenal Ustadz Hasib, seorang yang menjadi ’awwalun’ dalam pergerakan dakwah kontemporer di bumi Indonesia ini. Yang kemudian pergerakan tersebut memasuki dan menempuh salah satu dari sekian banyak wasilah (sarana) dalam berdakwah, menjadi sebuah partai Islam berlambang dua bulan sabit yang mengapit padi menguning.

Saatnya semua itu tidak hanya dirasakan oleh Sang Syekh, tapi seluruh umat di penjuru tanah air ini, bahkan kepada semua golongan. Karena sesungguhnya Islam adalah rahmatan lil’alamiin.

Allohua’lam bishshowab.








riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara

masih mencari kisah-kisah pencerahan lainnya

22:42 12 Desember 2005

No comments: