17 April 2007

Unlimited Inspiration: Looking Themes For

Tuesday, December 6, 2005 - Unlimited Inspiration: Looking Themes For




Unlimited Inspiration

(looking themes for)



Saya berdiri terpaku, lama, di depan lemari buku perpustakaan pribadi yang dipenuhi sesak berbagai macam jenis judul buku. Niatnya untuk mencari tema yang pantas untuk ditulis di akhir pekan ini.

Saya ambil buku serial manajemen, ”Ah...terlalu berat”, pikir saya.

Saya melirik buku Abu Al-Ghifari dengan judul ’Muslimah yang Kehilangan Harga Diri’, ”Wah, gender nih”, pikir saya lagi.

Saya tiba-tiba tertarik dengan tema Janissary, pasukan khusus yang dibentuk di zaman kekhalifahan Ustmaniyyah, yang awalnya berasal dari anak-anak Kristen dari daerah takhlukan, yang kemudian dipelihara dan setelah besar dijadikan tentara pendukung utama. Pasukan ini menjadi pasukan yang paling ditakuti di seantero Eropa juga menjadi bumerang bagi Kekhalifahan itu sendiri hingga akhirnya dibubarkan.

Tema ini menarik karena ada di dalam pakem saya yang sangat menyukai sekali sejarah dunia. Tapi masalahnya adalah untuk mewujudkannya menjadi tulisan butuh membuka banyak referensi. That is a point, saya tidak punya waktu banyak untuk membuka, mencari, dan membacanya saat ini, walaupun buku dengan tema ini ada sepuluh lebih di depan saya. ”Pekan depan saja, lah”, kata saya dalam hati.

Akhirnya saya kembali menuju komputer yang sedari tadi sudah terbuka dengan halaman kosongnya masih setia menunggu untuk segera diisi. Kali ini, mungkin kebuntuan saya mencari tema bisa menjadi tema itu sendiri, ringan, dan instan. Tiba-tiba telepon berdering, seorang teman mengingatkan saya pada acara pagi, siang, dan malam ini. Jadilah tulisan ini terhenti untuk sementara. “Yah, tertunda lagi...”, keluh saya sambil beranjak pergi meninggalkan halaman yang setengah terisi ini, sambil menyuruh Haqi untuk men-save, close, dan silakan bermain game kesenangannya lagi.

***

Kebuntuan mencari tema seringkali menjadi penghalang bagi sebagian kita menulis. Tetapi bersyukurlah bila Anda mengalami hal ini, karena berarti Anda manusia normal. Tanda kebuntuan ini berarti tanda kemajuan bahwa Anda mempunyai kemampuan menulis. Terkadang bagi sebagian orang bukan masalah buntu atau tidak, tapi untuk membuat satu atau dua paragraf saja mengalami kesulitan yang sungguh luar biasa. Selain itu kebuntuan pun menjadi alat untuk mengasah ketajaman Anda dalam melatih diri menulis dan menulis.

Kebuntuan mencari tema bisa disebabkan karena beberapa hal yakni tidak adanya input yang masuk ke dalam otak kita. Input bisa berasal dari mana saja. Dari pengamatan kita terhadap sekeliling atau membaca.

Pengamatan terhadap sekeliling dapat diperoleh dari hasil perjalanan kita sehari-hari yang biasanya luput dari pengamatan orang umum saking menjadi hal yang terbiasa dilihat. Makanya ada sebagian penulis yang salah satu hobinya adalah melakukan travelling. Ini adalah caranya untuk mendapatkan tema-tema new and fresh. Seperti kegiatannya di sepanjang perjalanan menuju kampungnya, masakan khas daerah tertentu, objek wisata dan lain sebagainya, menjadi tema yang menarik untuk diungkap melalui tulisan.

Kegiatan membaca pun menjadi salah satu cara agar volume input menjadi besar. Bahkan bagi sebagian penulis rutinitas membaca menjadi salah satu keharusan untuk bisa tetap eksis di dunia kepenulisan. Dengan membaca ia akan mendapat banyak sesuatu yang baru seperti wawasan, ilmu pengetahuan, bahasa, bangsa, metode, dan masih banyak yang lainnya. Intinya dengan membaca akan memperkaya tulisan-tulisannya sendiri.

Saya tertarik dengan apa yang diungkapkan oleh Tim FLP dalam publikasinya di Bengkel Pena Eramuslim berkaitan dengan pertanyaan apakah penulis harus membaca? ”Kalau menurut kami asumsinya begini, ketika sebuah wadah diisi terus menerus, maka ketika penuh akan tumpah. Nah, demikian juga dengan penulis yang hobby membaca, kalau dia terus menerus membaca, maka akan lebih mudah menuangkan isi kepala dalam bentuk tulisan.”

That’s great. Penuh dan tumpah. Asumsi yang membuat saya meyakini bahwa dengan membaca, otak akan dapat dengan mudah menumpahkan segala isinya ke dalam bentuk tulisan.

Pertanyaan selanjutnya adalah kalau buku atau majalah saja jarang terbeli, bagaimana saya bisa banyak membaca? Sebagai muslim, Anda tentu punya mushaf Al-Qur’an tentunya. Itu saja sudah cukup. Betapa Al-Quran menjadi inspirasi bagi para penulis sedari zaman Rasulullah sehingga begitu banyak umat manusia mendapat hidayah Allah SWT.

Muhammad Fauzil Adhim—penulis buku best seller Kado Pernikahan—menulis sebuah artikel yang berjudul Belajar Menulis Pada Al-Qur'an. Di dalamnya ia mengungkapkan betapa Al-Qur'an memang tak akan pernah habis kalau kita mau menggali dan menggali terus.

Anda tentu mengenal keindahan kata dari para mufasirin seperti Jalaluddin Abdurrahman Assayuti, Jalaluddin Al Mahalli, Al-Baghdadi, Ibnu Katsir, Al Fakhrur Razi, Sayyid Quthb, Hamka, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sudah tentu, karena mereka begitu akrab dengan Al-Qur’an dan memiliki ilmu untuk menafsirkannya.

Dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi tiada batasnya, maka tiada yang muncul dari tulisan-tulisan itu kecuali berjuta nilai kebaikan dan kebenaran. Untuk itu sudah sepatutnyalah pula Al-Quran menjadi bahan bacaan harian, menjadi rutinitas yang mengoyak qalb, menghancurkan keegoan dan kesombongan, dan menjadi langkah awal kepenulisan.

Pada akhirnya setelah itu, Anda akan menemukan samudera tema yang tiada hentinya menghanyutkan pembaca dalam tulisan Anda. Anda akan menemukan gunungan emas yang tiada habisnya memberi kilauan cantiknya dalam tulisan Anda. Dan Anda tidak akan pernah mengalami hal yang pernah saya alami, lalu Anda akan cukup mengucapkan Goodbye pada kebuntuan mencari tema.

Insya Allah.




riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara

ahad panjang gemilang

14.05 04 Desember 2005

No comments: