Prajurit-prajurit Peradaban
Friday, December 16, 2005 - Prajurit-prajurit Peradaban
Regu kecil kami yang berjumlah enam orang itu berderap mendendangkan nasyid-nasyid pembangkit semangat. Tak jauh di depan mereka telah menunggu anggota kepanduan di pos pertama yang akan mereka lalui.
Setelah ketua regu melaporkan jumlah anggota dan keadaan regunya, salah satu anggota kepanduan memberikan tugas kepada regu ini untuk menghapalkan pesan ini yang harus disampaikan kepada anggota kepanduan di pos kedua nanti.
Pesannya adalah: “da’watunnaasi ilallah”. Itu saja.
Regu kami melanjutkan perjalanan ini, sambil tak lupa mengingatkan kepada salah satu anggota regu untuk tetap konsisten menghapalkan pesan itu. Karena masing-masing anggota telah disiapkan untuk menghapalkan masing-masing pesan di setiap posnya. Itu pun kalau ada.
Kali ini kami tidak bernasyid, kami lebih banyak berbicara tentang fenomena dunia Islam kontemporer, tentang banyaknya fitnah dan cobaan yang melanda umat ini. Sesekali kami memberikan test kepada petugas penghafal apa isi dari pesan yang akan disampaikan di pos kedua. Masak sih kalimat pendek sebegitunya tidak hafal? Man, kalimat itu pendek tapi berat di arti lho.
Pos kedua sudah di depan mata, kami merapihkan barisan. Kepada anggota kepanduan kami menyampaikan pesan dari pos pertama.
“Oke, sekarang kalian istirahat dulu, tapi salah satu dari kalian tetap disini. Teman kalian akan kami bebat dengan tali dan kalian harus bisa membebaskannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” seru anggota kepanduan.
Setelah istirahat, kami pun berusaha melepaskan tali yang diikatkan di tubuh teman kami. Berhasil walaupun dengan susah payah karena canggihnya simpul-simpul yang diikatkan itu. Tak lupa sebelum kami dilepas keberangkatannya, kami diberi oleh-oleh berupa pesan yang harus disampaikan di pos ketiga. Pesannya adalah:
”bilhikmati walmau’idzotil hasanah”.
Kami pun segera berangkat menuju pos ketiga acara Pra Muqoyyam yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bojonggede. Acara Muqoyyam-nya merupakan agenda tahunan dari Dewan Pimpinan daerah (DPD) PKS Kabupaten Bogor dilaksanakan pada minggu depannya di Gunung Pangrango.
Setelah berjalan begitu jauh, kami pun menjumpai pos ketiga. Di sana kami diperkenalkan tentang peralatan panjat tebing yang istilahnya sampai sekarang pun sudah tidak hafal lagi karena menurut kami istilahnya aneh-aneh (maklum kagak gaul ame yang kayak ginian). Oh, ya, sebelumnya kami pun menyampaikan pesan kedua tadi. Seperti biasa sebelum kami melanjutkan perjalanan, kami diberikan amanah untuk menyampaikan pesan yang ketiga ini di pos keempat. Pesannya adalah: ”hatta yakfuru biththoghuuti wayu`minuu billaahi”. Oke akan kami hafalkan.
Perjalanan ini memang sungguh melelahkan, kami yang sudah jarang sekali berolahraga dipaksakan untuk menjalani pra muqoyyam agar kami tak kaget saat menjalani acara sebenarnya pekan depan. Acara yang wajib kami jalankan ini adalah sebagai upaya penggemblengan diri, kesiapan diri, pembentukan kepribadian muslim yang cerdas dan sehat.
Ustadz Hasan Albanna pernah menulis tentang pembinaan fisik ini dalam risalahnya yang berjudul ”Ilannur” atau Menuju Cahaya, di Kairo pada bulan Rajab tahun 1336 H. (kalau dikonversikan ke tahun masehi berapa yah? Coba kita hitung 1425-1336= 89. Kurang lebih 87 tahun yang lalu.)
Beliau mengatakan: ”Setelah kita sadari bahwa bangsa yang tengah bangkit sangat membutuhkan jiwa keprajuritan yang tinggi, maka ketahuilah bahwa salah satu dari pilar-pilar yang menyangga jiwa keprajuritan tersebut adalah sehat dan kuatnya jasmani.” (Era Intermedia; 1997)
Tentu kita pernah mendengar hadits shahih ini: ”Almu`minul qowiyyu khoirun minal mu’minidhdho’iifi.” Terjemahannya adalah mukmin yang kuat itu lebih baik daripada mukmin yang lemah.
Setelah mengitari hampir tiga perempat kecamatan Bojonggede, kami menjumpai pos yang keempat. Di sini kami diajarkan bagaimana cara jungkir balik yang benar tanpa melukai kepala atau punggung kita. Kaos yang kami pakai pun jadi kotor ditambah lagi rintik hujan yang menemani (kayak lagu Chrisye aja) kami sejak dari pos ketiga berubah menjadi hujan yang lebat sekali.
Kami pun dilepas setelah menyampaikan pesan dari pos ketiga. Masih tetap semangat walaupun hujan semakin deras sekali, karena di depan sana kurang lebih tiga kilometer lagi, kantor DPC PKS Bojonggede adalah pos terakhir kami.
Akhirnya, setelah menahan dingin di sepanjang perjalanan, kami tiba juga di pos terakhir yang amat dirindukan oleh seluruh peserta Pra Muqoyyam. Maklum rata-rata para peserta bukan anak muda lagi, jadi perjalanan yang cuma seperempat perjalanan sebenarnya saja sudah merasa kepayahan.
Tiba giliran kami melaporkan keadaan regu kami dan menyampaikan pesan yang di dapat. Satu-satu kami menyebut pesan-pesan yang didapat, sehingga membentuk suatu kalimat lengkap yang bersambungan:
“da’watunnaasi ilallah bilhikmati walmau’idzotil hasanah hatta yakfuru biththoghuuti wayu`minuu billaahi”.
”Ada lagi pesan yang harus disampaikan?” tanya panitia.
”Tidak ada,” jawab kami hampir serempak.
”Ada yang tahu arti dari kalimat tadi?” tanya panitia lagi.
”Saya Pak! Dakwah adalah menyeru manusia kepada Allah dengan hikmah dan cara yang baik hingga mereka mengkufurkan thoghut dan beriman kepada Allah,” jawab salah satu al-akh di regu kami.
”Itu saja?”
”Ya Pak, itu saja!”
”Saya lihat antum semua sudah amanah dalam menyampaikan pesan. Tapi Antum telah teledor. Oleh karena itu sebagai ’iqob atas kesalahan antum, silahkan ambil posisi push-up 10 kali!” perintah panitia. Kami menurut dan dalam hati kami bertanya-tanya tentang tentang letak keteledoran kami di mana.
”Antum seharusnya tanya di pos keempat, ada pesan yang perlu disampaikan ke pos terakhir atau tidak. Seharusnya di pos keempat antum akan diberikan pesan sambungan kalimat tadi—itu jikalau Antum minta, yaitu: ”wayakhruju minadzh dzhulumaatil jahiliyyah ilannuuril Islam”. Dan mengeluarkan mereka dari kegelapan jahiliyyah kepada cahaya Islam,” papar panitia.
”Pelajaran yang bisa diambil adalah Antum sebagai kader partai dakwah, sebagai manusia yang mengemban beratnya amanah dakwah, tidak seharusnya selalu dicekoki dan selalu diberi. Seharusnya Antum dapat berpikir inisiatif dan kreatif. Dakwah membutuhkan orang-orang yang taat, amanah dan juga seperti tadi, punya kepekaan, inisiatif, dan kreatif untuk menghadapi segala permasalahan dakwah.”
”Sesungguhnya jalan dakwah adalah jalan para nabi dan rasul. Jalan yang penuh onak dan duri. Jalan yang sepi dari pujian dan tatapan mata kekaguman orang lain. Bahkan ramai dengan caci maki, hinaan, dan siksa yang memedihkan, namun itu semua adalah ujian bagi orang-orang yang beriman. Karena iman itu perlu diuji dan dan dicoba.”
”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana orang-orang yang dahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkata Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ”Bilakah datangnya pertolongan Allah?” (2:214).
”Sesungguhnya semua ujian itu adalah untuk membedakan orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta. Antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang munafik, agar dikenal siapa yang sabar dan berjihad, dan siapa yang menentang.”
”Dakwah ini perlu orang-orang yang totalitas yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama dakwah dan dakwah pun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barangsiapa yang lemah dalam memihkul beban ini, ia terhalang dari pahala besar para mujahid dan tertinggal bersama orang-orang yang duduk-duduk. Lalu Allah SWT akan mengganti mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan sanggup memikul beban dakwah ini.”
”Akankah Antum mau digantikan oleh generasi yang baru yang lebih sanggup daripada antum?” tanya sang panitia setelah berpanjang lebar memberikan taushiyah kepada kami.
Sepi, hening, tiada menjawab. Hanya isak tangis kesadaran bahwa kami belumlah mampu untuk menjadi kader-kader yang siap menghadapi semua ujian dakwah itu.
”Mampukah Antum semua...?” nada pelan terdengar.
”Insya Allah, Antum akan mampu karena Allah bersama orang-orang yang sabar,” beliau mengakhiri.
***
Sore itu kami mengakhiri Pra Muqoyyam dengan semangat baru. Semangat untuk berhasil dalam Muqoyyam pekan depannya lagi. Semangat dengan kesadaran bahwa kami harus menjadi kader-kader yang cerdas dan kuat. Semangat menjadi prajurit-prajurit yang tangguh bagaikan singa di siang hari, dan bagaikan rahib di malam hari. Semangat untuk....
Angin sore menyelinap dengan kencangnya melalui jendela angkot yang sedikit terbuka. Membuai kami dalam kantuk mengisi perjalanan pulang. Di belakang, jejak-jejak tapak kaki kami masih membekas di pematang sawah. Entah, akankah jadi saksi munculnya peradaban Islam yang maju nan jaya? Allohua’lam.
*memori Februari 2005
saat muqoyyam belum dicurigai sebagai pelatihan terorisme
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
duh...beratnya beban ini
08:52 16 Desember 2005
http://10.9.4.215/blog /dedaunan
No comments:
Post a Comment