18 April 2007

PKS DIKHIANATI, PKS KALAH: Sebuah Analisis

Monday, January 30, 2006 - PKS DIKHIANATI, PKS KALAH: Sebuah Analisis


Sebagai pemenang pemilu 2004 di DKI Jakarta, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menambah jumlah wakil rakyatnya jauh dari perkiraan semula, namun hanya 25% dari total kursi di DPRD DKI Jakarta. Sehingga komposisi kekuatannya belum menunjukkan kemenangan yang mayoritas untuk benar-benar melakukan perubahan sesuai visi dan misinya.

Sehingga ada efek yang harus diterima bahwa dalam setiap aksi atau pengambilan keputusan harus selalu bekerjasama atau berkoalisi dengan fraksi lain di DPRD. Seberapapun bagusnya sebuah program pembangunan yang diajukan oleh Fraksi PKS, tetapi tanpa mendapatkan dukungan dari anggota fraksi lain, maka program itu akan prematur dan kandas di tengah jalan.

Oleh karena itu ketika ada kesempatan pemilihan Ketua DPRD yang baru, Fraksi PKS juga ikut berpartisipasi dalam pencalonan dengan menunjuk Ustadz Heriawan sebagai calon Ketua DPRD. Diharapkan ketika jabatan itu di raih bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kemaslahatan umat. Atau minimal dapat memprioritaskan program-program yang lebih dibutuhkan masyarakat DKI.

Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa isu yang ada pada saat itu, Fraksi PKS menolak adanya kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPRD. Sedangkan hal ini berlawanan dengan mainstream yang ada pada sebagian besar anggota DPRD. Bahkan calon dari Fraksi Partai Golkar dalam kampanyenya sudah sedari awal berjanji akan menaikkan gaji dan tunjangan abgi seluruh anggota. Mungkin hal inilah yang menjadi daya tarik bagi pesaing PKS itu untuk mendapatkan suara yang lebih banyak lagi.

Satu-satunya titik krusial pada saat itu adalah bagaimana titik-titik simpul koalisi dengan fraksi dari partai lain bisa terjaga. Walaupun sudah diikat dengan nota kesepahaman ataupun perjanjian, namun semuanya tak bisa diduga karena ada tangan-tangan yang tak terlihat ikut bermain.

Seperti ada isu bagaimana kalangan pengusaha hitam berusaha keras menjegal agar PKS tidak dapat memenangkan pemilihan Ketua DPRD ini agar bisnis haramnya masih tetap langgeng. Karena bila menang maka dikhawatirkan akan banyak meloloskan peraturan-peratudan daerah yang dapat menghabisi kerajaan bisnisnya.

Singkatnya, apa dikata optimisme yang terpancar dari calon Ketua DPRD Fraksi PKS hilang seketika, setelah tanpa diduga-duga kemenangan yang ada di atas kertas tidak sama dengan di lapangan. Koalisi itu telah dikhianati oleh para pendukungnya sendiri. Koalisi telah dikhinati dengan cara-cara yang tak pernah dibayangkan oleh para anggota DPRD dari Fraksi PKS yang kebanyakan berstatus sebagai ustadz atau ustadzhah dan pemula dalam dunia politik. Dan dengan cara yang tak mungkin bisa dilakukan oleh orang-orang yang beriman setelah mengikatkan diri dalam suatu tali perjanjian.

Oleh karena itu, tidak lama berselang setelah kekalahan itu, ada sedikit analisa mengapa kekalahan itu bisa terjadi dan dialami oleh Fraksi PKS. Analisa saya ini disampaikan dalam suatu diskusi yang belangsung ramai dalam suatu milis. Di mana analisis dan pandangan ini adalah pandangan dari orang luar yang belum mengerti tentang seluk beluk kedewanan atau politik praktis di tingkat perwakilan daerah.

Dari statemen-statemen yang dikeluarkan oleh wakil kita sebelum pemilihan maka terlihat adanya sebuah keyakinan untuk dapat memenangkan pertempuran itu. Dengan keyakinan yang didukung oleh adanya nota kesepahaman di antara elit politik di dua partai tersebut. Dari sini terlihat adanya:



1. over confidence.

Seperti yang diungkapkan oleh salah satu peserta diskusi (Arnoldinso) bahwa kepercayaan diri yang terlalu besar ini dialami pula oleh PDIP ketika memperjuangkan Ibu Megawati dalam pemilihan presiden di DPR tahun 2000, begitu pula dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta (yang terakhir dengan campur tangan DPP PDIP sendiri). Dan hasilnya adalah NOL BESAR.

Terlalu percaya diri (walaupun pada kebenaran) memang bisa menggelapkan mata, sehingga tidak bisa melihat bahwa ada faktor lain yang perlahan-lahan menggerogoti kemenangan yang optimis ada dalam genggaman. Ketika disadari itupun sudah terlambat, sehingga tidak bisa untuk diantisipasi lagi. Intinya over confidence akan dapat mematikan kreativitas merancang B-Plan, C-Plan, hingga Z-Plan.



2. terlalu polos.

Itulah watak/karakter dari seorang juru da'wah, dan memang seharusnya begitu,

sebagai seorang muslim wajib untuk mengedepankan selalu khusnudzon dalam setiap aspek kehidupan.

Namun ke-khusnudzon-an itu sudah terlalu sering dimanfaatkan dan dimanipulasi pihak lain yang tidak mengerti tentang arti sebuah pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak. Para anggota DPRD Fraksi PKS menganggap mereka (yang berkhianat) adalah orang-orang jujur, orang-orang yang turut dalam barisan kebaikan. Orang-orang yang amanah, dan lain-lain.

Jadi selain khusnudzon, dibutuhkan 'basyiroh' / pandangan yang tajam, kecerdasan, dan mampu membaca situasi. Kita bisa melihat tarikh di zaman sahabat Ali RA, bagaimana tidak Amr bin 'Ash utusan perundingan dan Pendukung Muawiyah yang dalam keadaan terdesak dan hampir dikalahkan oleh Pasukan Ali' bisa bersilat lidah dan mengalahkan Abu Musa Al-Asy'ari yang jujur dalam Majlis Tahkim.

Hal ini pulalah yang perlu dimiliki oleh anggota dewan dari PKS di seluruh Indonesia, sehingga tidak terulang kembali dan terjeblos ke dalam jebakan-jebakan pihak lain. Jujur, cerdas, dan cermat itu perlu sekali.



3. Tidak/Belum jago melobi.

Ini adalah sebuah kewajaran karena para anggota DPRD Fraksi PKS baru berpengalaman dalam hal politik perwakilan, dibandingkan para dedengkot yang sudah mulai belajar dari awal Orde Baru didirikan.

Tentu dalam suatu lobi ada tawar menawar dan tawaran yang diajukan oleh mereka tentu tidak berkaitan dengan politik dagang sapi—yang pada nantinya akan memperjualbelikan kebenaran dan kejujuran sebagai imbalan dari suatu balas budi.

Sedangkan mereka (anggota DPRD yang lain) berani menawarkan sesuatu keuntungan yang bisa dijanjikan (minimal duniawi) kepada yang lain. Bahkan bisa menjual sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasulnya. Jadi apa yang bisa ditawarkan kepada mereka? Ketika orientasi atau niat semula menjadi anggota dewan telah bias dan tidak lagi untuk terjadinya suatu perubahan.



4. Faktor Eksternal

Kader PKS terkenal akan kebersihannya, kesederhanaannya, dan ketegasannya dalam hal-hal yang dilarang oleh Agama. Bisa jadi para anggota DPRD yang lain akan miris bila anggota PKS yang akan memimpin dewan. Karena hal ini akan mengurangi kebebasan mereka untuk ber-KKN, atau akan mengurangi fasilitas yang dimiliki sebagai anggota dewan. Seperti piknik-piknik dan studi banding yang kurang bermanfaat itu.

Seperti di Surabaya, para anggota dewan dari PKS malah akan berniat mengurangi tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada anggota dewan. Bisa jadi hal inilah yang akan dilakukan oleh Anggota DPRD Fraksi PKS di Jakarta. Sehingga hal ini membuat anggota yang lain sudah ketakutan terlebih dahulu akan hilangnya mata pencahariannya nanti.



5. Yang Pasti Allah belum berkehendak.

Pasti ada "Blessing in Disguise", seperti optimisme yang terpancar dari banyak pihak bahwa Insya Allah PKS-lah yang layak untuk memimpin Jakarta. Tentu pula dengan pertolongan Allah. Dan bagaimana supaya penyebab dari turunnya pertolongan Allah itu ada pada mereka, itulah yang harus mereka usahakan. Entah di tahun 2007 atau di 2009.

Demikian sedikit analisis yang kurang mendalam dari saya, dan yang pasti ada faktor-faktor lain yang belum saya ungkap di sini, disebabkan banyaknya keterbatasan yang saya miliki. Allohu'alam bishowab






riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara

2004

diedit 06:04 28 Januari 2006

No comments: