INULISASI
Wednesday, January 25, 2006 - INULISASI
Masyarakat Indonesia kini digemparkan kedua kalinya oleh Inul dengan adanya pengharaman Bang Haji Rhoma Irama atas lagu-lagunya yang dinyanyikan oleh Inul, Annisa, Uut dan kawan-kawan. Alasannya mereka telah menjual erotisme dalam musik dangdut yang telah diperjuangkan oleh Bang Haji dalam tiga dekade terakhir untuk menjadi musik kelas atas yang disegani oleh siapapun.
Terelepas dari hukum syar’i mengenai musik, maka kita dapat melihat betapa pada masa sekarang, seseorang yang benar-benar dan jelas-jelas mengumbar aurat dan erotisme seksuil dihadapan ribuan bahkan jutaan pasang mata, telah dibela habis-habisan oleh para penggemarnya mulai dari kalangan artis sendiri, para wartawan, pakar hukum, feminis, pembela HAM, para “kyai”, bahkan DSH Netters pun turut turun tangan.
Secara kasarnya jelas sekali terdapat dua kubu disini. Kubu pertama “FPI” (Front Pembela Inul) yang dibelakangnya banyak juga terdapat para kyai Jawa Timur, dan kubu kedua kubu anti Inul yang dibelakangnya ada MUI (Majelis Ulama Indonesia bukan Majelis Urusan Inul), Front Anti Pornografi dan Pornoaksi, serta Bang Haji Rhoma Irama dengan PAMMI-nya.
Di sini tidak perlu saya ungkapkan argumen dari kubu kedua, yang diungkapkan disini adalah argumen kubu pertama antara lain sebagai berikut:
Konsultan Hukum menyatakan bahwa ia akan mengumpulkan sejuta tanda-tangan untuk terus mendukung kreatifitas Inul (yang menurut kalangan dari Kubu Kedua kreatifitas Inul hanya sebatas kreatifitas pantat belaka, maaf);
Feminis menyatakan bahwa telah terjadi ketidakadilan gender;
Salah satu Artis Sinetron penggerak demo mendukung Inul menanggapi seruan Bang Haji dengan menyatakan bahwa Tuhan yang mana yang diserukan Bang Haji? Dan umat yang mana dibelakang Bang Haji? Tak perlu bawa-bawa agama dong dalam urusan beginian?;
Pembela HAM menyatakan bahwa telah terjadi pemasungan terhadap seseorang untuk berkreatifitas;
Gus Mus (Mertuanya Ulil Absar Abdilla) menyatakan bahwa goyangannya Inul merupakan goyangan ciptaan Tuhan Yang Maha Suci;
Gus Dur menyatakan bahwa tidak ada yang berhak melarang seseorang tampil di TV kecuali Mahkamah Agung.
Ada tambahan beberapa komentar lagi dari DSH Netters, salah satunya pernah berujar bahwa ada hikmah yang dapat diambil dari “ngebornya” Inul. Bahkan ada yang sampai menyatakan bahwa “goyangan Inul itu betul-betul ciptaan Tuhan kalau ia melakukannya hanya di depan suaminya”.
Komentar dari konsultan hukum, feminis, artis sinetron, pembela HAM sepertinya tak perlu ditanggapi pula karena kita tahu siapa mereka. Tentunya mereka memandang dari satu sisi saja yakni sisi “berkesenian”nya Inul.
Komentar dari salah satu DSHNetters tentang ada hikmah yang dapat diambil sudah ditanggapi oleh Saudara kita Al-Itsar yang pada intinya kita harus melihat terlebih dahulu seberapa besar mudharat atau manfaat yang timbul dari “sesuatunya” Inul itu dan kita tahu dengan jelas mudharatnya ternyata sangat jauh lebih besar dari manfaatnya.
Yang perlu “sedikit” (tidak perlu banyak-banyak soalnya kalau terlalu banyak buang-buang energi saja) kita cermati adalah komentar-komentar dari dua kyai kita ini, yang dua-duanya adalah juga satu daerah dengan Inul, sama-sama orang Jawa Timur.
Saya tidak tahu apakah pembelaan mereka terhadap Inul karena sama-sama satu daerah atau karena Inul adalah salah satu ikon yang akan menjadi maskot PKB kelak di 2004? Semoga saja tidak. Semoga pembelaan mereka semata-mata karena membela Muslim yang “teraniaya” (menurut mereka), tapi anehnya pembelaan mereka sepertinya tidak terlihat ketika benar-benar terjadi penganiayaan bahkan sampai terjadi pengusiran dan penghilangan nyawa atas ribuan saudara-saudara Muslim yang ada di Ambon dulu? Allohua’lam.
Kalau berargumen bahwa goyangan Inul itu ciptaan Tuhan lalu mengapa kita diperintahkan Allah bahwa untuk selalu memusuhi musuh yang nyata yakni Iblis dan para syaitan yang jelas-jelas mereka adalah juga ciptaan Tuhan juga.
Harusnya kalau Gus Mus tetap ngotot bahwa goyangan Inul itu ciptaan Tuhan, kiranya perlu ditambahkan dibelakangnya dengan kalimat “yang wajib kita perangi” karena asal muasalnya dari syaitan yang berusaha menggoda manusia dengan bangkitnya syahwat dan bukan dari Allah langsung, karena Allah adalah Maha Suci dan Maha Sumber Kebajikan. Lagi-lagi di sini kita memakai logika ‘aqidah, logika Asmaul Husna.
Bahkan argumen “goyangan Inul itu betul-betul ciptaan Tuhan kalau ia melakukannya hanya di depan suaminya” terbukti keliru besar karena ternyata goyangan itu dilakukan Inul tidak hanya di dihadapan suaminya saja namun di depan jutaan pasang mata yang bukan muhrimnya. Jadi jelas sekali itu bukan ciptaan Tuhan Yang Maha Suci.
Kalaupun subjek pelakunya bukanlah Inul tapi para istri yang berusaha menyenangkan hati para suaminya, bisa-bisa yang timbul dalam benak para suami yang tak kuat iman adalah fantasi seks dengan citra Inul (maaf) yang jelas-jelas diharamkan dalam Islam.
Tentang komentar Gus Dur, kita pun tahu beliau hanya tahu dari bisikan orang-orang di samping beliau. Semoga dengan silaturahim Bung Haji dengan beliau, membuka “mata” dan “mata hati” kita tentang perlunya mengedepankan etika moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu sudah satnya kita perlu mengusahakan adanya televisi Islam yang berasal dari umat, oleh umat, dan untuk umat.
Ada satu keresahan dalam hati saat mula terjadi Inulisasi ini, yakni saat MUI yang beranjur kepada umatnya. Tak ada sambutan hangat bahkan pertanyaan, hujatan, cacian kepada sebagian ulama kita.
Contohnya pembelaan sebagian teman-teman saya di kantor, dan anehnya sebelum melakukan pembelaan terhadap Inul mereka akan memulainya dengan kalimat berikut ini: “saya tahu Islam telah melarang hal yang demikian, tapi bla…bla…bla…” Sebelum pernyataan itu berubah menjadi perdebatan panjang. Saya hanya berbicara demikian: “stop…stop…stop…itu saja, pakai yang di awal kalimat itu”. Saya tak tahu hukum mana lagi yang begitu sempurna mengatur kehidupan kecuali Al-Islam.
Adalagi teman saya yang lain bertanya, “mengapa harus Inul bukan yang lainnya yang lebih erotis dan lebih gila lagi?” Menurut saya itu karena Inul yang ini begitu di Blow up dan dibesar-besarkan oleh media. Kalau kita membiarkan yang satu ini muncul dengan adem ayem saja maka Inul lainnya akan senantiasa menghiasi layar televisi kita dengan santainya dan tanpa rasa bersalah. “ Satu-satu Bung…..!”
Teman saya yang satu lagi bertanya, “kenapa tidak memberantas terlebih dahulu VCD porno yang jelas-jelas meresahkan masyarakat? Lagi-lagi saya bilang “satu-satu Bung…” dan MUI pun sudah tak perlu memfatwakan haramnya VCD Porno karena Islam sudah dengan jelas dan terangnya menjelaskan tentang keharamannya.
Di sini pun karena pemerintah dan kaum feminis di satu sisi dan masyarakat anti pornografi di sisi lain masih berdebat dalam hal definisi pornografi. Menurut saya mengingkari kewajiban menutup aurat itu sudah merupakan aksi porno itu sendiri.
Yang lebih miris lagi, banyak orang berbondong-bondong untuk segera berdiri di belakang kemaksiatan, melihat semua ini bagaimana Allah akan segera menghilangkan segala azab dan bencana yang menimpa bangsa dan Negara ini. Sungguh dunia ini terbalik.
Akhirnya bersyukurlah kepada Allah atas “penglihatan” yang diberikan-Nya kepada kita, sehingga kita langsung jelas melihat mana yang sesungguhnya haq dan mana yang sesungguhnya bathil. Sehingga kita tak perlu tersesat terlebih dahulu untuk menuju yang haq itu. Untuk itu, tak lupa pada setiap akhir sholat selalu kita lafalkan” Ya Alloh tunjukilah yang haq itu haq sehingga kami bersegera untuk selalu menujunya, dan tunjukilah yang bathil itu bathil sehingga kami pun bersegera untuk selalu menjauhinya.”
Semoga tulisan ini bukan juga untuk membuat Inul semakin di Blow Up.
“Teu aya dei ugi abdi ucapkeun, mung salam ukhuwah, kahormatan, hapunten ka sadayana ti abdi, saudara seiman. Allohua’lam bishowab.
riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
2004
Diedit 12:38 24 Januari 2006
No comments:
Post a Comment