10 April 2007

ukhuwah islamiyah for moslem brotherhood

Wednesday, August 10, 2005 - ukhuwah islamiyah for moslem brotherhood



Ini adalah artikel lama, dengannya saya mendapatkan baju koko dan sarung cantik sebagai hadiah pemenang pertama dalam lomba penulisan artikel Masjid Sholahuddin Kalibata di bulan Ramadhan beberapa tahun yang lampau. Entahlah, kenapa bisa menang yah...? Nikmati saja ia.
Ukhuwah Islamiyah

Ahmad—sebut saja demikian—terlihat meneteskan air matanya ketika ia membaca sebuah artikel tentang penderitaan kaum muslimin Bosnia , dalam sebuah majalah Islam pada pertengahan tahun 1994. Ketika ditanya kenapa ia sampai menangis, ia hanya menjawab, hatinya terasa perih dan seperti ikut merasakan penderitaan mereka.

Sekarang ia sudah menjadi seorang pegawai negeri di sebuah departemen ternama di republik ini. Dan hatinya tetap selalu merasakan penderitaan umat Islam di manapun mereka berada, bahkan penderitaan itu sempat ia rasakan kembali tidak hanya untuk saudara-saudara seakidahnya nun jauh disana, namun di dua tempat di negara ini yang dijadikan tempat pembantaian dan penghinaan umat Islam.

Refleksi dari keprihatinannya ia wujudkan dalam bentuk selalu ikut serta meramaikan
aksi demonstrasi menekan pemerintah untuk bertindak ditengah waktunya yang sangat padat. Ia katakan, mungkin hanya itu pengorbanan secara fisik yang ia lakukan selain infaq dan do’a untuk membantu saudara-saudaranya.

Ahmad mungkin salah satu dari sedikit orang dari 220 juta penduduk di Nusantara ini yang mengamalkan suatu konsep yang dalam Islam disebut Ukhuwah Islamiyah

Dalam salah satu tulisannya, Sayid Sabiq—seorang ulama Mesir penulis kitab Fiqhussunnah—menyatakan bahwa salah satu dari enam pilar kebangkitan umat Islam saat ini adalah quwwatuljama’ah (kekuatan jama’ah). Dan unsur utama pembentuk dari kekuatan tersebut adalah Ukhuwah Islamiyah—Persaudaraan dalam Islam.

Dalam konsep Islam, Ukhuwah Islamiyah adalah suatu konsep persaudaraan yang dilandasi oleh landasan yang amat kokoh yakni ‘aqidah. Abu Ahmad Marwan pun mengatakan dalam salah satu bukunya (1994:120) bahwa persamaan aqidah inilah yang akan membawa kepada persamaan pandangan hidup dan orientasi perjuangan.

Dengan konsep ini Islam tidak membatasi dirinya dalam suatu etnis bahkan batas geografis sekalipun, sehingga siapapun orangnya yang telah mengikrarkan kalimat tauhid dan persaksian Muhammad sebagai rosul-Nya, di mana pun ia berada, apapun warna kulitnya, maka ia adalah sesama saudara.

Konsep persaudaraan ini melandaskan dirinya pada Q.S Al-Hujurat ayat 10 yang artinya:

Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Alloh supaya kamu mendapat rahmat.


Dan salah satu hadits Muttafaq ‘alaih dari Ibnu Umar yang berbunyi:

Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Barang siapa membantu keperluan saudaranya maka Alloh alan membantu keperluannya.

Dengan ukhuwah inilah Rosululloh dapat menyatukan hati dari dua suku di Madinah yakni suku ‘Aus dan Khajraj yang sebelum mereka mengenal aqidah Islam mereka selamanya selalu berperang dengan menimbulkan kerugian yang amat besar dan dendam yang tak kunjung padam.

Kehancuran kekhalifahan Umayyah di Andalusia, Utsmaniyyah di Turki menjadi fakta sejarah yang tak bisa dilupakan oleh umat Islam ketika simpul aqidah tercabik-cabik dengan semangat kesukuan yang begitu besar. Perseteruan internal antar qabilah di Andalusia itu memuncak dengan adanya permintaan kepada musuh-musuh Islam untuk membantu menakhlukkan qabilah yang lain. Atau superioritas nasionalisme yang dihembus-hembuskan antara Turki dan Arab membuat Kekhalifahan Utsmaniyah yang dulu begitu luas dan kuatnya, runtuh dan mendapat julukan yang amat menghinakan pada saat itu yakni “orang sakit di Eropa”.

Bila melihat kondisi umat Islam sekarang ini maka tampak sekali betapa ukhuwah Islamiyah menjadi suatu hal yang hanya ada pada tataran abstrak dan belum—untuk tidak mengatakan tidak—dapat diimplementasikan pada tataran empiris, tidak sekedar hanya sebuah isi khutbah dari masjid ke masjid atau tulisan di berbagai media belaka.

Dengan kekuatan ini pula umat Islam mengibarkan panji-panji peradabannya yang gemilang ke seluruh dunia. Namun ketika umat mulai meninggalkan tali ukhuwah, hal yang berlawanan pun terjadi.

Bukti nyata dari semua ini adalah ketika darah mengalir dari tubuh-tubuh kaum muslimin yang teraniaya di pelbagai penjuru dunia seperti Chechnya, Bosnia, Palestina, Rohingya, Philipina, Ambon, dan Poso, umat Islam terdiam, hanya segelintir orang dan sedikit sekali media yang memberikan keprihatinan atas semua itu. Bahkan ketika ada dari sedikit orang itu memberikan pengorbanan secara fisik untuk membantu saudara-saudaranya itu terlepas dari kekejaman-kekejaman, publik langsung mengecam mereka sebagai fundamentalis Islam, Ekstrimis Islam, Radikalis Islam bahkan julukan terkenal saat ini yakni Teroris Islam.

Akankah mereka ingat akan sabda Baginda Rosululloh SAW yang mengatakan bahwa umat Islam itu bagaikan satu tubuh yang bila salah satu bagian tubuh itu sakit maka seluruh bagian tubuh lainnya akan merasa sakit pula.

Alhamdulillah, di tengah kegersangan itu, seorang menteri pada kabinet lalu ini yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Dr Rokhimin Dahuri dalam suatu acara di Jambi mengutip hadits tersebut sembari menambahkan bahwa ketika ada saudaranya di bagian daerah lain yang terkena musibah, maka sudah sepantasnya saudaranya yang lain ikut merasakan musibah yang dialami umat Islam tersebut. (Republika, 15/11). Ukhuwah ini menurutnya adalah satu dari empat hal yang dibutuhkan oleh umat Islam sekarang ini, tiga hal lainnya adalah ‘aqidah, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta ekonomi perdagangan.


Yang jadi pertanyaan saat ini akankah ukhuwah Islamiyah ini dapat melekat di setiap hati umat? Untuk menjawabnya mungkin perlu mengambil 3M-nya Aa Gym, yakni yang pertama adalah mulai dari diri kita sendiri. Kita tanamkan konsep tersebut dalam bentuk usaha keras untuk mempererat kasih sayang dan silaturahim pada lingkup keluarga terlebih dahulu, dan berusaha untuk selalu sholat berjamaah.

M yang kedua adalah mulai dari hal yang kecil contohnya adalah selalu merapatkan shof pada waktu sholat berjama’ah dengan mempertemukan kaki dan bahu kita, karena salah satu contoh kecil yang nyata dari belum bersatunya tali ukhuwah umat pada saat ini adalah ketika mereka tidak bisa merapatkan shof-shof mereka pada waktu sholat.

M yang ketiga adalah mulai dari saat ini, ketika selesai membaca tulisan ini langsung kita bertekad untuk mengerjakan 2M yang pertama dan niatkan dengan ikhlas bahwa yang kita lakukan ini adalah untuk membangun kembali peradaban Islam yang gemilang di atas pilar kekuatan jama’ah dan yang akan menjadi bukti keimanan bahwa kita mencintai saudara kita melebihi kecintaan kepada diri kita sendiri, nanti kelak di hari ketika semua manusia dimintakan pertanggungjawabannya oleh Alloh SWT.

Sesungguhnya berhasil atau tidak upaya itu ataupun lama atau tidaknya perjuangan itu adalah urusan Alloh SWT, yang terpenting bagi kita adalah ‘amal yang yang terus menerus, dan do’a yang kita sampaikan setiap saat.

Sebuah perumpaan tentang hasil dari suatu usaha, yaitu ketika si tukang batu berhasil memecahkan batu pada pukulan yang keseratus, namun si tukang batu menyadari bahwa bukan pukulan yang ke seratus itulah yang berhasil memecahkan batu itu namun hasil dari pukulan-pukulan sebelumnya mulai dari pukulan yang kesatu sampai kesembilan puluh sembilan.

Sehingga perjuangan menanamkan konsep ukhuwah Islamiyah ini disadari perlu suatu kerja terus menerus, yang entah apakah kita akan dapat merasakan hasilnya ataukah anak cucu kita kelak.
Wallohuta’ala a’lamu bishshowab. (ac)



riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
di antara arsip lama
17:25 10082005

No comments: