MENGAPA MEREKA MEMBENCI SAYA?
Seseorang telah mengirimkan sebuah surat melalui Private Message saya di sebuah forum diskusi. Seorang sahabat saya. Sebuah surat yang panjang. Bercerita tentang alasan sosok-sosok salafy membenci saya. Harapannya saya mengerti tentang mereka. It's Oke.
Dengan seizinnya saya bisa mempublikasikan surat menyurat kami tentang hal ini. Berikut di bawah: yang pertama adalah surat sahabat saya tersebut. Lalu setelahnya adalah balasan dari saya. Selamat Membaca korespondensi indah ini.
Ohya , namanya yang saya tuliskan adalah bukan nama yang sebenarnya.
-- Previous Private Message --
Sent by : UmmuRonggo
Sent : 25 May 2007 at 09:02
Setiap manusia itu berbeda. Setiap manusia mempunyai FOR (Frame of References), yang membingkai setiap dasar pemikiran maupun bertindaknya. Dosen Tehnik Komunikasiku mengistilahkan dengan kaca mata kuda. Artinya cara seseorang memandang , berfikir, menanggapi ataupun merasakan suatu hal/permasalahan adalah sangat bergantung pada kaca matanya. Kaca mata ini dilatarbelakangi oleh kejadian –kejadian di masa lalu, bagaimana lingkungan , pola didik keluarga, pendidikan maupun pengalaman pengalaman yang dirasakan. Nah, karena itu dua orang kembarpun akan mempunyai FOR yang berbeda.
Semalam tarawihku yang tak kusukai , menurutku. Dari semenjak sholat Isya, dan kutau Bapak tua itu yang menjadi imamnya, aku sudah tak bergairah.
Beda dengan imam favoritku yang kemarin. Kemarin aku begitu khusu’ menikmati tarawihku. Dibawah langit yang cerah, dan lantunan ayat-ayat hapalanku yang hampir hilang , kunikmati dan berusaha kukumpulkan kembali hapalanku yang hampir hilang. Iya, surat surat An Nabaa, Al Insiqooq, dan surat2 awal di juz 30 , membuatku menikmati sholatku ini. Walau menurut jamaah lain, Imamku ini yang terlama tarawihnya karena pilihan ayat2nya yang tak biasa.
Tapi imam tarawihku semalam.Aku sudah hapal .Dia (beliau, maksudku, bagaimanapun aku harus tetap menghormatinya) akan memulai setiap Takbiratul ihramnya , dengan membacakan; Ussoli sunnatan tarawih… ,sebelum witir, dengan doa ; nawaitu shaumagoddin…, witir 3 rakaat dengan dua salam , dan di rakaat terakhir ditambah qunut. Terpikir olehku sejak solat Isyaku, untuk pulang dan tarawih di rumah. Tapi kuurungkan, karena kunci rumah dipegang suamiku yang sholat di jamaah laki laki.
Memang banyak sekali perbedaan perbedaan di sekitar kita. Walau mungkin perbedaan perbedaan itu belumlah menjauhkan diriku dari mesjid.Biar bagaimanapun aku (-beserta suami juga keturunanku) ingin termasuk dalam golongan pemuda yang termasuk dalam tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah disaat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (gol.pemuda yang hatinya tertambat di mesjid). Walau terkadang ada aktifitas2 di mesjid yang bertentangan dengan prinsip ku seperti imam diatas (salaman setelah sholat, peringatan hari hari besar islam, seperti Nuzulul Qur’an, Isro Mi’raj dll )
Membaca AL IKHWAN=AHLUL BID’AH=OSAMA? dan Siapa Teroris? Siapa Khawarij? (ini bukan resensi) dari mas dedaunan ; membuatku sedikit memahami latarbelakang atau FOR dari penulis. Ataupula membaca tema kontroversial di forum diskusi DSH , membuat saya mengerti dan maklum atas debat yang tidak berkesudahan. Dan menjadikan diriku untuk tidak turut dalam ajang tersebut. Biar bagaimanapun masing2 pihak punya prinsip2 keislaman yang berbeda yang melatarbelakangi pendapat2 mereka.
Aku jebolan –he he kaya kuliah aja—suatu jamaah yang keras –yang terlempar keluar karena memilih prinsip untuk menikah dengan orang diluar jamaah,... aku tidak menyesalinya, ini kuanggap salah satu jalan untuk mencari firqotun najiyahnya (gol yang selamat). Walau terkadang teman temanku di jamaah berusaha membujukku kembali,...
Mencermati PKS dan gerak dakwahnya, terus terang aku respek terhadap orang orangnya dibanding partai partai lain... kuanggap lebih bersih dan bisa dipercaya,...
tapi untuk terjun dan aktif di sana , aku tak melihat jalan partai sebagai jalan yang ditunjukkan Sang Teladan –walau kusadari ada perbedaan mengenai sarana dakwah itu harus sesuai tuntunan/sunnah atau boleh mengikuti perkembangan jaman-- , dan sedikit risih melihat sedikit toleransi2 agama yang dilakukan petinggi 2 partai.
Melihat ulah oknum yang mengganggu mas dedaunan dengan kata2 (kotor/kejamnya,...?)
Aku memang tidak respek terhadap oknum ini,...
Tapi menurut pendapatku,...sebagaimana pengantar diatas ...
Ada segolongan manusia yang sedang mencari jamaah, ada yang sudah berada di suatu jamaah atau ada pula yang tidak memilih satu pun (seperti aku, yang berusaha mencari kebaikan dari semua jamaah) ...
Terkadang tidak suka /risih melihat kefanatikan yang ditunjukkan seseorang terhadap jamaahnya di suatu forum,..
Melihat tulisan tulisan mas dedaunan, aku sedikit menarik kesimpulan bahwa oknum itu tidak suka melihat tulisan tulisan atau kefanatikan yang ditunjukkan oleh tulisan tulisan mas ..
Aku tidak berusaha memberi nasihat : jangan pakai simbol simbol ataupun kefanatikan terhadap partai atau golongan di forum umum... (atau aku salah, DSh forumnya PKS yaa)..
Karena aku sadar , itu adalah sebagian dakwah mereka, karena itu juga curahan atas kesenangan/semangat hidup mereka.
Cobalah sedikit memahami ataupun toleran terhadap perasaan orang lain,.. sebagaimana mungkin sebagian kita kurang respek kalau seseorang terlalu bersemangat menunjukan kesalafyannya...
Maaf kalau pendapat saya salah...
Allohua’lam bishshowab.
Inilah balasan surat saya:
Assalaamu’alaikum wr.wb.
Ba’da tahmid dan salam.
Semoga Allah meridhoi kita semua dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya. Sudah lama kita tidak bersilaturahim.
Terimakasih pula atas nasehat yang telah diberikan. Semoga Allah memberikan keberkahan terhadap Ummu Faiz.
Membaca tulisan Anda Ummu Faiz membuat saya berfikir, bahwa masalah-masalah yang Anda sebutkan di awal surat tersebut yaitu tentang perbedaan di pelaksanaan sholat tarawih lagi-lagi berujung pada perbedaan furu yang tidak seharusnya menyebabkan orang menjadi berpecah belah. Saya setuju dengan Anda.
Dan saya menganggap bahwa semua yang dilakukan oleh imam tersebut dan tentunya berbeda dengan yang dipahami oleh Ummu Faiz adalah bagi saya sesuatu yang biasa-biasa saja. Lagi-lagi ini ditentukan oleh FOR seperti yang Ummu Faiz sebutkan di paragraf pertama. Juga untuk masalah salaman setelah sholat dan PHBI, bagi saya yang pertama adalah masalah furu yang sudah sejak lama menjadi perbedaan bila kita merujuk lebih jauh kebelakang, ternyata para ulama terdahulu pun punya komentar tentang salaman setelah shalat.
Sedangkan untuk PHBI jika kita berpendapat bahwa itu tidak suatu keharusan maka bukanlah sebuah kebid’ahan (tolong untuk tidak dibahas lagi), dan hanya merupakan sebuah acara seremonial sebagai metode pengembangan dakwah dan ajang taushiyah agar masyarakat bisa menerima kebenaran.
Tetapi saya sangat menghargai sebuah prinsip yang Anda pegang wahai Ummu Faiz, untuk tidak turut dalam ajang tersebut. Sungguh, sebuah rumah akan dibangun di surga bagi orang yang bisa menghindari jidal baik ia benar ataupun salah.
Juga pada respek Anda pada gerak dakwah sebuah jama’ah yang bernama PKS. Semoga ini menjadi titik awal bagi kita untuk senantiasa merenda nilai-nilai ukhuwah itu. Dan tak perlu risih dengan semua aktivitas para petinggi partai itu karena semuanya telah melalui jalan syura. Lagi-lagi perbedaan pandangan dan tentunya FOR melandasi semua itu. Yang penting bagi kami selama itu tidak keluar dari koridor Alqur’an dan Assunnah maka hukumnya mubah.
Yang saya tidak di mengerti adalah kefanatikan yang seperti apa yang saya tulis? Bagi orang lain yang tidak mengikuti pergerakan (jama’ah) tulisan-tulisan saya adalah tulisan-tulisan yang biasa- biasa saja. Bahkan bagi orang yang mengikuti pergerakan (jama’ah) sekalipun seperti dari HTI, MMI, Jama’ah Tabligh, NU, dan Muhammadiyah pun memandang hal yang sama. Yaitu tulisan saya biasa-biasa saja.
Dan saya cuma berkesimpulan—dan ini menurut pandangan saya—yang menganggap saya fanatik adalah mereka-mereka yang sangat membenci jalan dakwah yang mulia ini. Maka yang keluar dari—maaf—mulut-mulutnya adalah celaan serta makian saja. Itu biasa saja bagi saya. Maka dari itu saya tidak menanggapinya. Apalagi di sana di DSHNet adalah habitat alami saya bahkan banyak ikhwah yang lainnya. (Sekaligus menyatakan memang betul bahwa DSHNet itu bukan forum umum, DSHNet pun adalah sama seperti situs-situs pembawa misi dakwah lainnya yang dibuat oleh saudara-saudara salafy lainnya di intranet seperti Al-Ilmu, Al-Atsary, dan sebagainya.)
Bagi saya tidak masalah saat menampilkan sebuah kefanatikan—memakai istilah yang Anda sebut tadi—asal tidak ada sebuah upaya ketersinggungan dari pihak lain. Dan itu yang saya jaga. Bahkan saya respek terhadap mereka yang menonjolkan ke-HTI-annya, ke-JT-annya, pun kepada sauadara-saudara salafy yang menonjolkan kesalafiannya, asalkan tetap pada koridor yang dibenarkan.
Tetapi hal lain pada banyak kasus faktanya adalah bila kefanatikan dari seseorang yang menunjukkan kesalafiannya. Lagi-lagi itu tidak masalah bagi saya bila menonjolkannya di situsnya sendiri dan tetap menjaga etika seorang muslim. Namun yang terjadi pada tataran realitanya adalah sebuah upaya pembenaran diri sendiri dan penyalahan pada diri orang lain serta tidak menjaga adab berbeda pendapat. Itu masalahnya saudaraku.
Dan tentang upaya memahami mereka, bersikap toleran terhadap mereka sudah sering dilakukan oleh begitu banyak ikhwah di DSH ini. Sejak DSH berdiri di tahun 2003 hingga pada medio Oktober 2006. Sudah lama celaan, makian, hinaan diterima dengan lapang dada. Begitu banyak mudharat yang timbul di sana. Di forum dakwah itu. Dari adanya ketersinggungan kecil hingga retaknya ukhuwah. Maka dengan sebuah kesadaran bahwa menjaga ukhuwah itu hukumnya wajib, maka ba’da lebaran 2006 kemarin berdasarkan hasil syura terbentuklah sebuah forum moderasi untuk meng-cut semua postingan yang berbau busuk, sangit dan anyir yang bisa menodai sebuah kain indah pada agama yang hak ini yang bernama ukhuwah.
Dan alhamdulillah, Allah telah memberikan jalannya. Ukhuwah itu senantiasa terjaga erat di forum keluarga. Di forum dakwah pun demikian Insya Allah. Inilah miliu keberkahan yang Allah berikan kepada para pengunjung DSH agar senantiasa mendapatkan ilmu sekaligus ukhuwah. Semoga kami senantiasa ber-iltizam pada upaya kami ini.
Demikianlah saudaraku apa yang bisa saya sampaikan pada Anda Ummu Faiz. Terimakasih telah menganggap saya sebagai saudara Anda—karena bagi saya bila seseorang telah menasehati saya dengan penuh hikmah itulah sebenar-benarnya saudara. Yang senantiasa menasehati saudaranya dalam kesabaran dan kebenaran. Semoga Allah senantiasa memberikan kemuliaan pada diri Anda dan keluarga Anda di dunia dan akhirat. Semoga senantiasa diberikan rizki yang banyak, halal, dan berkah. Semoga Anda pun diberikan pahala kebaikan yang amat banyak dan luas seluas bumi dan langit-Nya. Semoga Allah mengumpulkan kita di surga-Nya. Kabulkanlah ya Allah.
Maafkan bila ada yang salah-salah kata. Tentu karena: ”siapalah saya ini?” Cuma manusia biasa. Kebenaran datangnya dari Allah. Billahittaufik wal hidayah.
Wassalaamu’alaikum wr.wb.
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
10:24 25 Mei 2007
NB:
1. Bolehkah saya menampilkan surat Anda dan balasan saya ini di blog saya. Tentunya dengan menyamarkan nama Anda. Karena saya berpikir ini sebuah pendokumentasian yang amat berharga. Sebagaimana surat-menyurat antara Soekarno (Tokoh Nasionalis) dan A Hassan (Tokoh Persis) yang terekam sejarah dengan baik.
2. Kayaknya setting pengantar(pembukaan surat) Anda sudah lama sekali: di era ramadhan dulu. Atau karena sudah lama ditulis dan uneg-uneg ini baru dikirim saya sekarang? BTW, terimakasih banyak.
***